ilustrasi: arindan/tbi3

Oleh: Faizal Amin*

Allah Swt., berfirman:

إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابرُوْنَ أَجْرَهُمْ بغَيْرِحِسَابٍ 

“Sesungguhnya hanya orang-orang yang sabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.”

Janji Allah kepada hamba-Nya yang sabar tidak lagi diragukan, orang yang senantiasa bersabar selain mendapatkan pahala tapi mereka juga mendapatkan sebuah ketenangan, baik di dunia maupun akhirat.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Imam al-Ghulayaini dalam kitabnya Idhotun Nasi’in mengatakan:

إن الرجل العاقل من يصبر على الخطوب ويقابلها رابط الجاش لا يقابلها مشدوها لا يستقر على حال من القلق 

“Sesungguhnya orang yang berakal sempurna adalah orang yang sabar terhadap segala macam kesulitan, juga sanggup menghadapinya dengan hati yang tabah dan teguh. Orang yang berakal sempurna, bukanlah orang yang mudah bingung ketika menghadapi kesulitan dan selalu dalam kegelisahan.”

Namun sabar sendiri sebenarnya tidak selalu tentang bertahan dari sebuah cobaan, akan tetapi sabar bisa kita artikan lebih luas. Jika dibagikan sedikitnya sabar bisa dibagi menjadi dua bagian: sabar dari dan sabar untuk. Sabar dari, adalah sebuah perilaku kita atau sikap kita ketika menerima sebuah cobaan, dalam hal ini Syekh al-Ghulayaini memberikan sebuah arahan untuk menyelesaikan dan menyikapinya.

Dalam paragraf sebelumnya al-Ghulayaini mendefinisikan orang cerdas atau berakal ketika ia sabar tidak gelisah (santai) dalam menghadapi macam cobaan, berikutnya al-Ghulayaini juga meminta kita untuk tenang dan perlahan dalam menyelesaikannya. Bukan terburu-buru, gelisah, bingung dan berbagai macam sikap yang tidak patut dilakukan apalagi sampai misu, menyalahkan dan semacamnya, karena menurut beliau sikap tersebut hanya dilakukan oleh orang-orang yang tidak berakal.

أما النفس الجاهلة فهي دائمة الاضطراب لكل خطب ينزل وإن كان يسيرا، لأنها تعتقد أن لا قبل لها بتلقيه، ولا طاقة لها بدفعه فهي لا تستطيع التلمص منه ولا تقدر على التفضي من عاديته

“Adapun jiwa orang-arang yang bodoh itu selalu bingung setiap kali menghadapi kesulitan, meskipun itu sangat kecil. Sebab, dia telah berkeyakinan, bahwa dirinya tidak sanggup menghadapinya dan tidak mampu menolaknya. Dia merasa. tidak bisa membebaskan diri dari persoalan yang dihadapinya. Itulah perbedaan antara dua jiwa manusia (orang yang berakal dan tidak).”

Al-Ghulayaini juga mengarahkan kita khususnya kalangan pemuda untuk mempunyai sifat bagian pertama ini, dalam artian orang yang berakal. dengan cara membiasakan sikap tenang dan selalu melakukan kebaikan serta tidak menuruti hawa nafsunya.

Sedangkan sabar untuk, adalah sikap atau perilaku kita untuk mengerjakan suatu kebaikan, atau untuk meninggalkan keburukan. Seperti halnya sabar untuk selalu belajar, kuliah, mondok tanpa terburu-buru menikah. Sabar untuk tidak ngechat keluarga atau orang yang dikaguminya untuk fokus ke tujuan besarnya, pun juga sabar untuk berproses karena semua ada waktunya. Buah-buahan akan matang pada masanya begitupun manusia, semua ada proses yang harus dilalui dan hal itu harus dinikmati jangan sampai proses itu kita anggap cobaan atau sebuah siksaan.

Rasulullah saw. bersabda:

الصَّبْرُ ثَلاَثَةٌ فَصَبْرٌ عَلَى الْمُصِيْبَةِ وَصَبْرٌ عَلَى الطَّاعَةِ وَصَبْرٌ عَنِ المَعْصِيةِ (رواه ابن أبي الدنيا عن علي)

“Sabar ada tiga: sabar atas musibah, sabar dalam ketaatan, dan sabar menjauhi maksiat.”

Terakhir, ada sebuah kutipan perkataan ulama yang jika kita membacanya dalam keadaan sedih maka akan bahagia dan ketika dibaca dalam keadaan bahagia maka kita harus menguranginya.

هذا الوقت سيمضي

“Keadaan saat/waktu ini, sebentar lagi akan hilang.”

*Mahasantri Mahad Aly Hasyim Asy’ari Jombang.