Oleh: KH. Achmad Roziqi, Lc., M.H.I.*

اِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُه

اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى سيّدنا مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن

يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ

Hadirin Jamaah Jumat Rahimakumullah

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Salah satu yang dilihat oleh Hadraturrasul Muhammad SAW ketika mi’raj adalah seseorang yang tertutupi dengan cahaya Arys (mughayyaban fi nur al-‘arsy). Hal itu disebabkan tingginya derajat orang itu. Lalu membuat Nabi bertanya, “Apakah sosok yang mulia ini seorang malaikat?” “Bukan”. “Kalau bukan malaikat, apakah dia seorang Nabi?” “Bukan”. “Lalu siapa dia?”. Sosok yang mulia itu bukan malaikat dan nabi, melainkan merupakan rajulun kana fi al-dunya lisanuhu raddun bidzikrillah, wa walbuhu mua’allaqun bil masajid, wa lam yastasibba li walidaihi qatthu (dia adalah seseorang yang ketika di dunia lisannya selalu basah dengan zikir, dan hatinya terpaut dengan masjid, dan dia tidak pernah berbuat/berkata apa pun yang membuat orang tuannya dihina oleh orang lain)

 قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ( مَرَرْتُ لَيْلَةَ أُسْرِيَ بِي بِرَجُلٍ مُغَيَّبٍ فِي نُورِ الْعَرْشِ، فَقُلْتُ: مَنْ هَذَا، مَلَكٌ؟ قِيلَ: لَا، قُلْتُ: نَبِيٌّ؟ قِيلَ: لَا، قُلْتُ: مَنْ هُوَ؟ قَالَ: هَذَا رَجُلٌ كَانَ فِي الدُّنْيَا لِسَانُهُ رَطِبًا مِنْ ذِكْرِ اللَّهِ، وَقَلْبُهُ مُعَلَّقًا بِالْمَسَاجِدِ، وَلَمْ يَسْتَسِبَّ لِوَالِدَيْهِ قَطُّ )

Hadirin Jamaah Jumat Rahimakumullah

Tiga hal ini, bagi kita para santri sangatlah mudah untuk dilakukan. Sangat mudah bagi kita berpeluang menjadi orang-orang yang sangat dekat di sisi Allah. Apa yang dapat kita lakukan agar dapat meraih kedudukan “wajahnya tertutup cahaya ‘Arsy”? Jawabannya adalah dengan ngaji, semangat mencari, analisis, dan membaca ilmu-ilmu yang ada.

Sebutlah Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari ketika menafsiri majalis al-dzikri yakni majalis al-halal wal haram. Zikir itu tidaklah hanya dengan membaca wirid, tidaklah hanya dengan memutar tasbih dalam hitungan sekian sampai sekian. Akan tetapi bagian dari pada zikir adalah ngaji kita, muthola’ah kita, pembacaan pelajaran-pelajaran kita.

Coba lihat sebelum masuk fasl al-awwal Adab al-‘Alim wal Muta’allim Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari mengutip dawuhnya Mu’adz ibn Jabal:

تَعَلَّمْ الْعِلْمَ فَإِنَّ تَعَلُّمَهُ لَكَ حَسَنَةٌ، وَطَلَبَهُ عِبَادَةٌ ، وَمُذَاكَرَتَهُ تَسْبِيحٌ ، وَالْبَحْثَ عَنْهُ جِهَادٌ ، وَتَعْلِيمَهُ مَنْ لَا يَعْلَمُهُ صَدَقَةٌ ، وَبَذْلَهُ لِأَهْلِهِ قُرْبَةٌ

Mu’adz ibn Jabal berkata: “Pelajarilah ilmu, karena belajar itu kebaikan dan ibadah, diskusinya termasuk tasbih, membahasnya adalah jihad, berbagi ilmu termasuk sedekah, dan itu adalah kurban bagi pemiliknya”.

Maka dari itu bagi kita para santri, zikir kita adalah dengan muthola’ah. Zikir kita kepada Allah adalah dengan membaca dan mempelajari kitab/buku yang ada.

Hadirin Jamaah Jumat Rahimakumullah

Pintu zikir untuk menuju Rajulan Mughayyaban fi Nuril ‘Arsy yang pertama sangat mudah kita lakukukan. Semakin banyak kita membaca itu sama bernilai zikir kepada Allah SWT.

Kemudian yang kedua, amalan yang dapat mengantarkan seseorang menuju Rajulan Mughayyaban fi Nuril ‘Arsy adalah terpautnya hati dengan masjid. Dan kita sebagai santri terbuka untuk itu, karena aktivitas, kegiatan, proses belajar banyak kita lakukan di masjid. Masjid bukan hanya untuk shalat, bukan hanya tempat untuk membaca Al-Quran, masjid juga adalah majlis al-‘ilmi.

Suatu saat Hadraturrasul keluar dari kamarnya, lalu melihat para sahabatnya beberapa ada yang membaca al-Quran dan sebagian yang lainnya sedang belajar dan mengajar. Apa kata beliau? Innama Bu’itstu mu’alliman (saya diutus sebagai pendidik). Beliau lebih memilih duduk bersama mereka yang belajar dan mengajar, yang semua itu dilakukan di masjid. Maka berbicara soal masjid tidak hanya tentang sholat, wirid. Tapi menautkan hati kita agar masjid dapat menjadi sumber keilmuan kita, kita hidupkan dengan belajar dan mengajar.

Yang ketiga, dari pada amalan yang dapat menempatkan derajat mulia adalah seseorang yang tidak pernah mengatakan/melakukan apapun sehingga orang tuannya dihina atau direndahkan. Yang kita pahami di antaranya adalah wujud birrul walidain. Sebagai santri sikap birrul walidain tidak hanya dengan mendoakan orang tua kita. Tidak hanya memintakan kesehatan, kepanjangan umur, dan kelapangan rezeki bagi orang tua kita. Termasuk birrul walidain kita sebagai santri adalah kita semangat mencari ilmu.

Almukarram KH. Idris Kamali—salah satu murid Hadratussyaikh—pernah dawuh “Mbolos ngaji bukan hanya salah kepada guru, tapi juga salah kepada orang tua”. Kalau semangat ngaji itu adalah birrul walidain, maka tidak masuk ngaji itu adalah kebalikan dari birrul walidain.

Oleh karena itu, tiga amalan yang bisa mengantarkan derajat seseorang mendapat derajat yang tinggi ini dapat kita tempuh dengan ngaji. Ngaji kita adalah zikir, ngaji kita adalah bagian dari menghidupkan masjid, ngaji kita adalah bagian dari birrul walidain.

Mudah-mudahan kita semua sebagai santri mendapat ilmu yang barokah. Ilmu yang mengatarkan kita semakin dengat Allah SWT.


بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ,

وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ,

وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَاسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

 


*Mudir Ma’had Aly Hasyim Asy’ari


Pentranskip: Indra