أَيُّهَا الوَلَدُ، إِجْعَلِ الهِمَّةَ فِي الرُّوْحِ وَالهَزِيْمَةَ فِي النَّفْسِ وَالمَوْتَ فِي البَدَنِ لِأَنَّ مَنْزِلَكَ القَبْرُ وَأَهْلُ المَقَابِرِ يَنْتَظِرُوْنَكَ فِي كُلِّ لَحْظَةٍ مَتَى تَصِلُ إِلَيْهِمْ. إِيَّاكَ إِيَّاكَ أَنْ تَصِلَ إِلَيْهِمْ بِلَا زَادٍ

Wahai santriku, jadikan keinginan luhurmu pada spiritmu, ketundukan pada dirimu, kematian pada jasadmu karena tempat kembalimu adalah kuburan. Para penghuni kubur sedang menunggumu setiap detik kapan kamu sampai kepada mereka. Takutlah, takutlah kamu ketika sampai kepada mereka tanpa suatu bekal pun.

قَالَ أَبُوْ بَكْرٍ الصِّدِّيْقُ رضي الله عنه: هَذِهِ الأَجْسَادُ قَفَصُ الطُّيُوْرِ أَوْ اِصْطَبْلُ الدَّوَابِّ. فَتَفَكَّرْ فِي نَفْسِكَ: مِنْ أَيِّهِمَا أَنْتَ؟ إِنْ كُنْتَ مِنَ الطُّيُوْرِ العُلْوِيَّةِ فَحِيْنَ تَسْمَعُ طَنِيْنَ طَبْلٍ  )ارْجِعِيْ إِلى رَبِّكِ) تَطِيْرُ صَاعِدًا إِلَى أَنْ تَقْعُدَ فِي أَعَالِي بُرُوْجِ الجِنَانِ، كَمَا قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: اِهْتَزَّ عَرْشُ الرَّحْمَنِ مِنْ مَوْتِ سَعْدِ بْنِ مُعَاذٍ. وَالعِيَاذُ بِاللهِ إِنْ كُنْتَ مِنَ الدَّوَابِّ كَمَا قَالَ اللهُ تَعَالَى: (أُولَٰئِكَ كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ) فَلَا تَأْمَنُ اِنْتِقَالَكَ مِنْ زَاوِيَةِ الدَّارِ إِلَى هَاوِيَةِ النَّارِ

Sahabat Abu Bakar as Shiddiq r.a. berkata, “Jasad manusia ini seperti sangkar burung atau kandang hewan. Renungkan dalam dirimu, termasuk yang manakah kamu? Jika dirimu adalah burung-burung yang luhur, ketika mendengar dendangan genderang ‘Kembalilah kepada Tuhanmu’, maka engkau akan terbang tinggi hingga akhirnya duduk di surga yang luhur, seperti sabda Rasulullah SAW: “Arsy Allah yang Maha Pengasih berguncang sebab kematian sahabat Sa’ad bin Muadz”.

Hanya kepada Allah tempat berlindung jika engkau termasuk golongan binatang, seperti firman Allah SWT: “Mereka seperti hewan, bahkan lebih hina (sesat).” Maka kamu tidak merasa aman tentram ketika dipindahkan dari pojokan rumahmu ke neraka Hawiyah.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

وَرُوِيَ أَنَّ الحَسَنَ البَصْرِيَّ رَحِمَهُ اللهُ تَعَالَى أُعْطِيَ شَرْبَةَ مَاءٍ بَارِدٍ. فَأَخَذَ القَدَحَ وَغُشِيَ عَلَيْهِ وَسَقَطَ مِنْ يَدِهِ. فَلَمَّا أَفَاقَ، قِيْلَ: مَا لَكَ يَاأَبَا سَعِيْدٍ؟ قَالَ: ذَكَرْتُ أُمْنِيَّةَ أَهْلِ النَّارِ حِيْنَ يَقُوْلُوْنَ لِأَهْلِ الجَنَّةِ: أَنْ أَفِيْضُوْا عَلَيْنَا مِنَ المَاءِ أَوْ مِمَّا رَزَقَكُمُ اللهُ

Diceritakan bahwa Hasan al-Bashri –semoga Allah SWT merahmatinya– diberi minuman dingin. Ketika mengambil gelasnya, ia pingsan dan gelasnya jatuh dari tangannya. Pada waktu Hasan al Bashri sadar, ditanyakan, “Ada apa denganmu wahai Abu Sa’id?”. Ia menjawab: “Saya teringat keinginan penduduk neraka ketika berucap kepada penduduk surga, ‘Berikanlah kami air atau sesuatu yang dianugerahkan Allah kepada kalian.”

-o0o-

أَيُّهَا الوَلَدُ، لَوْ كَانَ العِلْمُ المُجَرَّدُ كَافِيًا لَكَ وَلَاتَحْتَاجُ إِلَى عَمَلٍ سِوَاهُ لَكَانَ نِدَاءُ: هَلْ مِنْ سَائِلٍ؟ هَلْ مِنْ مُسْتَغْفِرٍ؟ هَلْ مِنْ تَائِبٍ؟ ضَائِعًا بِلَا فَائِدَةٍ. وَرُوِيَ أَنَّ جَمَاعَةً مِنَ الصَّحَابَةِ رِضْوَانُ اللهِ عَلَيْهِمْ أَجْمَعِيْنَ ذَكَرُوْا عَبْدَ اللهِ بْنَ عُمَرَ رضي الله عنهما عِنْدَ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ: نِعْمَ الرَّجُلُ هُوَ لَوْ كَانَ يُصَلِّي بِاللَّيْلِ. وَقَالَ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ لِرَجُلٍ مِنْ أَصْحَابِهِ: يَافُلَانُ، لَاتُكْثِرْ النَّوْمَ بِاللَّيْلِ فَإِنَّ كَثْرَةَ النَّوْمِ بِاللَّيْلِ تَدَعُ صَاحِبَهُ فَقِيْرًا يَوْمَ القِيَامَةِ

Wahai santriku, seandainya ilmu yang murni (absolut) dianggap cukup bagimu dan tidak membutuhkan pada perbuatan amal lainnya, maka seruan “Adakah orang yang berdoa?”, “Adakah orang yang memohon ampunan?”, “Adakah orang yang bertobat?” tak berguna dan tidak bermanfaat.

Diceritakan bahwa sekelompok sahabat r.a. mengingat perihal Abdullah bin Umar r.a. di hadapan Rasulullah SAW sewaktu beliau bersabda, “Sebaik-baik orang adalah Abdullah bin Umar ketika shalat malam.” Nabi SAW berkata kepada salah seorang dari sahabatnya, “Wahai fulan, jangan memperbanyak tidur malam hari. Karena sesungguhnya kebanyakan tidur malam menjadikan pelakunya fakir di hari Kiamat.”


*Diterjemahkan oleh Yayan Mustofa dari Kitab Ayuhal Walad, sebuah risalah balasan Imam Abu Hamid al-Ghazali kepada seorang muridnya yang bertanya tentang permasalahannya.