Pengasuh Pesantren Tebuireng, KH. Abdul Hakim Mahfudz saat memberikan sambutan dalam acara pembukaan Hari Santri Nasional (HSN) dan perinagtan Resolusi Jihad, Senin (10/10/2022) di Pesantren Tebuireng. (foto: zidan/to)

Oleh: KH. Abdul Hakim Mahfudz*

Hari Santri Nasional (HSN) dan peringatan 77 tahun Resolusi Jihad merupakan suatu yang sangat erat kaitannya dengan Pesantren Tebuireng, khususnya bagaimana Hadratussyaikh KH. Muhammad Hasyim Asy’ari pada waktu itu berperan di dalam event yang sangat bersejarah ini, dan mungkin ini juga saya ingin mengingatkan diri saya dan sama-sama kita ingatkan kembali  bagaimana perjalanan para masyayikh utamanya yang ada di Pesantren Tebuireng.

Apa yang sudah dilakukan oleh Hadratussyaikh, sejak dari pendirian Pesantren Tebuireng, yang langsung melaksanakan kegiatan-kegiatan pengajaran terhadap para santri. Mulai dari tahun 1871 keilmuan yang dipelajari beliau, mulai keilmuan yang sumbernya dari orang tua kemudian dari beberapa pondok pesantren yang ada di Indonesia sampai kemudian terakhir beliau di Mekah. Beliau amalkan dengan memberikan bimbingan, pembinaan, dan pengajaran kepada santri-santri yang ada di Indonesia ini.

Ada satu buku menggambarkan bahwa KH. Hasyim sangat aktif, mulai dari awal kegiatan di Pesantren Tebuireng ini. Santri-santri menjadi orang-orang yang hebat dan santri-santri menjadi tokoh-tokoh.

Di tahun 1942 di dalam rangkaian kegiatan yang dilakukan Hadratussyaikh, pada saat jepang masuk ke Indonesia kemudian mereka mendata kekuatan bangsa Indonesia ini, disitu jepang menemukan data-data bahwasanya tokoh-tokoh yang ada di Indonesia ini yang menjadi kekuatan, menjadi tulang punggung kekuatan yang ada di Indonesia khususnya tanah Jawa dan Madura, itu sebanyak 20.000/250.000 tokoh-tokoh ulama itu adalah santri dari Syaikh KH. Hasyim Asy’ari.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Ada satu buku yang menuliskan bahwa sejak awal Pesantren Tebuireng ini menjadi pabrik, pabrik ulama-ulama yang ada di Indonesia ini. Maka tidak heran hampir semua pondok yang ada di Indonesia ada ikatan dengan Pondok Tebuireng, mulai dari Banten sampai ke Banyuwangi hampir semua pernah berinteraksi dengan pesantren Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari.

Dari data yang ada, yakni dari pemerintah Jepang, kita bisa menggambarkan bagaimana aktifnya KH. Hasyim Asy’ari, bagaimana aktifnya Pesantren Tebuireng dalam mencetak ulama yang ada di Indonesia.

Satu buku yang ditulis oleh KH. Karim Hasyim (putra Hadratussyaikh), itu menyebutkan bahwa 20/25 ribu tokoh yang ada di Jawa-Madura ini adalah santri dari KH. Hasyim Asy’ari, maka tidak heran jika jepang mengkhawatirkan kekuatan ini, dan akhirnya waktu itu KH. Hasyim ditangkap, dan menurut cerita beliau disiksa hingga jari beliau mengalami kerusakan. Tetapi dengan desakan dari tokoh-tokoh yang ada di Indonesia dan santri-santri KH. Hasyim, akhirnya beliau dibebaskan.

Itu cerita yang melandasi adanya Resolusi Jihad di tahun 1945. Maka tidak heran pada saat beliau menyampaikan jihad hampir semua tokoh di Jawa maupun Madura  langsung paham apa yang harus dilakukan, dan ini tidak terjadi secara spontan tetapi memang dirancang dengan waktu yang sangat lama.

Ada buku yang menceritakan mengenai profil beliau yang ditulis oleh KH. As’ad Syihab. As’ad Syihab berada di Tebuireng sekitar tahun 36/37. Syihab menceritakan biografi dari sosok Hadratussyaikh, Syihab adalah seorang keturunan Arab yang tinggal di Lebanon sampai wafatnya tahun 70an. Di buku itu beliau menceritakan bahwa Hadratussyaikh  mendirikan Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI) yang menaungi 13 organisasi Islam yang ada di Indonesia, dan pada saat itu organisasi Islam yang jumlahnya 13, menjadi satu di bawah pimpinan Hadratussyaikh.

Kemudian di tahun 1943 atas permintaan jepang MIAI dibubarkan dan diganti dengan Masyumi yang masih tetap diketuai oleh Hadrotus Syekh, dan inilah yang menjadi modal bangsa Indonesia di dalam menghadapi sekutu yang kembali ke Indonesia membawa Belanda, bagaimana harus bisa mempertahankan kemerdekaan Indonesia yang sudah diproklamasikan pada 17 Agustus 1945. Kita tidak bisa membayangkan kalau tidak ada perjuangan Resolusi Jihad yang ada Jawa Timur ini, wallahu a’lam. 

Dari perjalanan itu marilah kita kenang, marilah kita peringati, tidak hanya untuk dibanggakan, tidak hanya untuk dibangga-banggakan. Tetapi marilah kita pikirkan secara bersama-sama, kita pernah menjadi bangsa yang kuat di tahun-tahun itu, di mana Hadratussyaikh mendirikan MIAI di tahun 37 dan menjadi Masyumi di tahun 43 sampai beliau wafat di tahun 1947, dalam waktu sepuluh tahun bangsa ini menyatu di organisasi yang begitu kuat, dan akhirnya Allah Swt, menghadiahkan kemerdekaan kepada bangsa Indonesia. Maka kemudian tertulis “Dengan rahmat Allah Swt, kami menyatakan kemerdekaan”, jadi bukan sekadar dengan penuh semangat perjuangan tetapi dengan rahmat Allah Swt, maka kami menyatakan kemerdekaan ini.

Itu tidak lepas dari penyebab bersatunya bangsa ini dan akhirnya mendapat  hadiah yang begitu indah dari Allah Swt, maka saat kita memperingati hari santri, memperingati resolusi jihad, semangat kembali kita gelorakan bagaimana kita mampu merajut kembali ukhuwah dan persatuan yang dulu pernah tercapai di tahun itu.

Dalam waktu sepuluh tahun bangsa Indonesia ini bersatu bersama-sama untuk berjuang mempertahankan kemerdekaan itu, oleh karena itu satu persatu mari kita sama-sama kita pikirkan bagaimana caranya kita menahan diri dari rasa bersaing, dari rasa bermusuhan. Saatnya kita harus sama-sama berpikir bersemangat untuk menjalin persatuan, menjalin ukhuwah agar nanti tercapai lagi apa yang sudah pernah terjadi di tahun 1945 itu.

*Pengasuh Pesantren Tebuireng. Pesan ini disampaikan dalam acara pembukaan HSN di Pesantren Tebuireng Jombang. 

**Pentranskip: Faizal Amin