Tebuireng.online— Acara Kajian Ahlussunnah Wal Jama’ah (Kiswah) dalam KONFERWIL (Konferensi Wilayah) XVIII berhasil dilangsungkan dengan meriah. Kajian yang terbuka untuk umum ini berlangsung pada Sabtu (3/8/2024) yang bertempat di masjid Ulil Albab, Tebuireng, Jombang. Kajian ini juga menghadirkan banyak delegasi dari kepengurusan Nahdlatul Ulama di wilayah Jawa Timur.
Selain itu, panitia juga menghadirkan santri-santri dari pondok pesantren Tebuireng dan sekitarnya untuk turut menyimak kajian materi oleh tokoh-tokoh yang luar biasa. Seperti Katib PBNU, K.H. M. Afifudin Dimyati yang menerangkan tentang Ikhtisar Tafsir Hidayatul Qur’an; wakil bendahara PWNU Jawa Timur, K.H. M. Wafiyul Ahdi yang menerangkan kaderisasi ulama melalui kurikulum pesantren; dan ketua Aswaja NU Center, K.H. Ma’ruf Khozin yang menerangkan tentang serratus hujjah Ahlussunnah Wal Jama’ah.
Kajian ini mendapat antusiasme yang begitu besar dan membuat banyak orang khususnya para santri merasa tertarik. Hal ini seperti yang disampaikan oleh Qurrotul Uyun, salah satu pembimbing di pondok pesantren putri Tebuireng.
“Dari narasumbernya, Kiai Afifudin Dimyati, karena beliau sudah masyhur lewat tafsirnya itu,” terangnya saat diwawancarai. Menurutnya, kajian ini sangat inspiratif meskipun dalam waktu singkat namun bisa dikemas dengan sangat baik sekali.
Baca Juga:
KONFERWIL XVIII Hadirkan Penulis Kitab Tafsir Hidayatul Qur’an
Semarak Konferwil XVIII, Kajian Aswaja Bersama Santri Tebuireng
Kajian Aswaja Harus Tetap Lestari di Indonesia
“Semoga semua materi yang disampaikan bisa menjadi sesuatu yang membekali diri kita untuk langkah-langkah ke depan.” harap Qurrotul Uyun. Selain itu, adanya kajian ini juga diharapkan agar para santri mampu menjadi panduan dalam kehidupan berpesantren.
Hal serupa juga disampaikan oleh Sayidatul Afifah Rusda, salah satu peserta kajian yang juga menyambut kajian ini dengan antusias. Sebelumnya, Afifah memiliki buku yang ditulis oleh Kiai Khozin, yakni ‘100 Hujaah Aswaja’. Dia merasa ragu untuk membaca dan mempelajarinya karena belum pernah bertemu dengan Kiai Khozin secara langsung. Sehingga buku tersebut diberikannya pada orang lain.
“Saya tentu saja senang sekali, kan, bisa ketemu beliau lansung disini,” ungkap Afifah. Dia juga berpesan untuk para santri agar jangan berhenti sampai di acara ini. Afifah mencontohkan seperti Kiai Afifudin yang berharap untuk menulis tafsir-tafsir lagi setelah menulis kitab tafsir Hidayatul Qur’an.
Disisi lain, Faiz Kurnia yang menjadi golongan NU kultural, merasa terkesan dengan tokoh-tokoh Nahdlatul Ulama’ yang menjadi pemateri dalam kajian. Materi kajian yang dipaparkan juga sangat didambakan untuk menamnah wawasan ilmu.
“Lagi-lagi alasan ilmu, ya, kemudian bersumber dari orang yang sudah ahli. Makanya saya harus hadir,” ungkapnya.
Menurutnya kajian ini merupakan acara yang bagus dengan suasana yang hidup. Pria asal Jember tersebut berpesan bahwa acara kajian seperti ini harus sering-sering diadakan agar pondok pesantren tidak hilang ilmunya.
“Tentu kita juga meyakini adanya barokah dari para Kiai-kiai (pemateri) itu. Ilmu dan barokah itu kalau berseberangan mungkin akan menjadi suatu hal yang didambakan untuk hari-hari kedepan.” harapnya.
Pewarta: Helfi