
Bicara tentang emansipasi dan kepemimpinan perempuan, senyatanya Indonesia tidak kekurangan tokoh perempuan. Sebut saja Cut Nyak Dien Pahlawan dari Aceh perempuan pemberani, Kartini Pahlawan Emansipasi, Dewi Sartika, Nyai Ahmad Dahlan, Rasuna Said, dan banyak lagi lainnya. Melengkapi deretan tokoh perempuan tersebut dengan keberhasilannya, rupanya ada salah satu sosok perempuan di abad ke-16 yang namanya mendapat gelar kehormatan sebagai Pahlawan Nasional bernama Ratu Kalinyamat.
Jepara patut berbangga memiliki tokoh perempuan penggerak yang menginspirasi, seperti Kartini dan Ratu Kalinyamat. Jepara, sebuah kawasan di Provinsi Jawa Tengah, lokasinya tidak jauh dari pesisir utara. Siapa sangka, di kota kecil ini menyimpan banyak cerita sejarah yang layak untuk diketahui.
Jepara juga memiliki banyak julukan, seperti ‘Bumi Kartini,’ karena merupakan tanah kelahiran Kartini sang Pahlawan Emansipasi. Kemudian sebagai Kota Ukir, dan Kota Pelabuhan
Istilah Kota Pelabuhan yang tersemat memiliki cerita panjang di abad ke-16 di masa kepemimpinan Ratu Kalinyamat. Menurut berbagai literatur, Kota Jepara pada masa kepemimpinan Sang Ratu Kalinyamat mencapai puncak kejayaan. Inilah yang menjadi alasan mengapa penting untuk kita membuka jendela sejarah agar mengetahui identitas para pendahulu yang pernah dikagumi oleh bangsa Portugis.
Masa kejayaan Kerajaan di Jepara abad ke 16 merupakan cerminan era kepemimpinan perempuan. Di tengah budaya patriarki yang mengakar membatasi ruang gerak perempuan, tetapi peran Ratu Kalinyamat mematahkan asumsi tersebut. Perempuan bisa menjadi pemimpin dan membawa kejayaan.
Baca Juga: Kartini dan Kuasa Perempuan
Nama ‘Ratu Kalinyamat’ atau penguasa kawasan Kalinyamat, Jepara kian santer terdengar setelah peresmian gelarnya sebagai Pahlawan Nasional, sosok pemberani. Penobatan Pahlawan Nasional tahun pada tanggal 6 November 2023 lalu melalui surat Keputusan Presiden Nomor 115-TK-TH-2023 yang diresmikan oleh Pak Jokowi semasa menjabat Presiden RI.
Indonesia memiliki cerita sejarah kepemimpinan perempuan dengan peran strategis membangun kekuatan maritim Indonesia. Penyematan gelar Pahlawan kepada Ratu Kalinyamat sudah tepat, sebab dedikasinya membela Tanah Air melawan Portugis adalah rekam fakta yang tidak dapat dilupakan. Kita perlu melek sejarah agar mengetahui bahwa Indonesia memiliki tokoh pemimpin perempuan yang berkharisma dan berwibawa seperti Ratu Kalinyamat.
Di tengah kondisi Indonesia dengan budaya patriarki yang masih mengental, belum lagi masalah kesenjangan partisipasi terhadap perempuan, budaya patriarki yang masih langgeng hidup di lingkungan masyarakat pun menyudutkan peran perempuan di ranah publik atau meragukan kemampuannya.
Kita bisa membuka data dari dashboard Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA) per Januari hingga November 2023 lalu, tercatat sebanyak 401.975 kasus kekerasan terhadap perempuan sepanjang tahun 2023. Meski data tersebut mengalami penurunan 12 persen dibandingkan tahun 2022 sebanyak 457.895 kasus kekerasan (Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini, 2024).
Sementara mengacu pada data SAFEnet Indonesia tahun 2024 terkait kasus Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) di Indonesia menunjukkan adanya peningkatan 4 kali lipat dibanding tahun 2023 berjumlah 118 kasus di triwulan I 2023 menjadi 480 kasus pada triwulan I 2024. Para korban KBGO ini di usia 18-25 tahun dan menjadi kelompok terbanyak-mencapai 272 kasus atau sebanyak 57 persen, lainnya anak-anak di usia 18 tahun dengan presentasi 26 persen atau 123 kasus (Kementerian Pemberdayan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia, 2024).
Angka kasus KBGO bisa dikatakan cukup banyak, bahkan kasus femisida di berbagai kawasan yang masih terdengar membuat hati pilu mendengarnya. Perempuan juga memiliki hak hidup aman dan nyaman di mana saja selayaknya hak sebagai warga negara Indonesia.
Kita perlu memiliki payung hukum yang kuat—membuat perempuan aman menjalankan kebebasan hidup sebagaimana hak-hak sebagai manusia. Kita juga perlu mendengungkan kembali tentang eksistensi perempuan dan kepemimpinan perempuan yang memiliki kontribusi terhadap perubahan. Salah satunya dengan mengenal kembali sosok pemimpin perempuan seperti Ratu Kalinyamat dimana eksistensinya membawa Kerajaan Demak mencapai puncak kejayaan dengan kekuatan maritim.
Mengenal Sosok Ratu Kalinyamat
Ratu Kalinyamat memiliki nama asli Retna Kencana, merupakan putri dari Sultan Trenggono—Penguasa ketiga Kerajaan Demak setelah Pangeran Sabrang Lor dan Raden Patah. Adapun Raden Patah, konon merupakan putra dari Prabu Brawijaya V yang merupakan Raja Kerajaan Majapahit. Beliau juga merupakan kakek dari Sultan Trenggono, ayah dari Ratu Kalinyamat. Garis keturunan yang masih berhubungan dengan Kerajaan Majapahit secara tidak langsung bahwa Kerajaan Demak memiliki ikatan yang cukup erat.
Sosok Ratu Kalinyamat dikenal memiliki kecerdasan intelektualnya, wibawa, kebijaksanan, dan keberaniannya yang tercermin dalam perannya sebagai pemimpin di Kesultanan Demak.
Kekuasan Ratu Kalinyamat kala itu mencakup kawasan Kudus, Pati, Blora, dan Rembang. Masyarakat sangat menghormati dan mencintainya sebagai pemimpin. Ia menjadi pemimpin dalam rentang tahun 1549-1579 atau selama 30 tahun lamanya.
Pernikahannya dengan Pangeran Hadlirin langgeng, bak pasangan kekasih yang saling mendukung. Hubungan Ratu Kalinyamat dengan sang suami cukup dekat, menjadi partner diskusi dan saling mendukung satu sama lain. Meskipun kenyataan malang menimpa di suatu hari, Pangeran Hadlirin meninggal dunia pada tahun 1549 lalu. Agar kursi kepemimpinan Kerajaan Demak tidak kosong, Sultan Trenggono kemudian memilih Ni Mas Roro Ayu Retno Kencono melanjutkan estafet kepemimpinan.
Proses pelantikan Sang Ratu ditandai dengan sengkalan tahun atau istilah candra sengkala, Trus Karya Tataning Bumi, yakni 10 April 1959. Sejak menjabat sebagai Penguasa Kerajan Demak, Sang Ratu membuat kebijakan-kebijakan strategis dan membangun kekuatan maritim sehingga Jepara terkenal sebagai Kota Pelabuhan. Rekam sejarah ini disampaikan oleh penulis sejarah kebangsaan Portugis bernama Meilink-Roelofsz.
Nama Ratu Kalinyamat kian santer terdengar di kalangan bangsa Portugis. Kebesaran namanya pun diakui oleh mereka sehingga mereka menyebut sang Ratu dengan julukan Rainha da Japara, Senhora Podeosa e Rica yang artinya perempuan yang kaya dan berkuasa.
Cerita-cerita tentang kawasan Jepara di masa kepemimpinan Ratu Kalinyamat mengundang kekaguman Bangsa Portugis. Betapa tidak, di bawah kepemimpinan Sang Ratu, Jepara bersolek menjadi kawasan maju dengan pemandangan pelabuhan yang menakjubkan-menjadi kota terbesar di Pantai utara Jawa.
Mengenal sosok Ratu Kalinyamat, digambarkan sebagai sosok perempuan dengan kepribadian luhur, yang cerdas dan berwibawa. Meskipun ia adalah seorang perempuan, tetapi kemampuannya dalam memimpin tidak terkalahkan. Ia memiliki keberanian melindungi Jepara dari bahaya yang mengancam. Konflik demi konflik diselesaikan dengan begitu rapi.
Baca Juga: Nyai Khoiriyah Hasyim, Inspirasi Perempuan Berdikari
Berkaca dari sosok Sang Ratu di mana pada umumnya perempuan hanya memiliki lingkup kegiatan di ranah domestik dan dianggap lemah akal atau sebagai orang kedua dari laki-laki.
Membangun Jepara Menjadi Kota Pelabuhan
Menjadi pemimpin Kerajaan Demak selama 30 tahun lamanya, Ratu Kalinyamat mengupayakan perhatiannya dengan fokus membangun kerajaan yang sejahtera dan nyaman bagi rakyatnya.
Sebagai penguasa tunggal, ia tengah memusatkan perhatian memperkuat bidang militer dan politik. Impiannya menjadikan Kerajaan Demak sebagai Kerajaan Bahari. Mewujudkan hal itu, upaya-upaya dilakukan meskipun saat itu daerah kekuasaannya termasuk kawasan yang tidak subur tetapi Ratu Kalinyamat berusaha menjadikan kawasannya sebagai Kota Pelabuhan dan pusat perdagangan.
Sejarawan bernama Burger menyebutkan daerah-daerah atau empat kota pelabuhan meliputi Rembang, Lasem, Jepara, dan Juwana. Pantas jika sejumlah sejarawan Portugis menggambarkan bahwa kawasan Kerajaan Jepara sangat mengagumkan.
Ratu Kalinyamat mengandalkan potensi laut sebagai sumber penghidupan masyarakat saat itu. Pelabuhan-pelabuhan ramai berjejer kapal-kapal pelayaran. Infrastruktur pelabuhan yang didesain sedemikian canggih kala itu memudahkan mobilitas pelayaran dan aktivitas perdagangan. Pelabuhan berfungsi sebagai tempat transit kapal, melakukan ekspor sumber daya alam ke luar daerah.
Atas dedikasi sang Ratu, kota-kota berkembang lebih maju menjadi Kota Pelabuhan. Banyak pendatang yang singgah dan melakukan perdagangan di sana. Semakin hari, semakin lengkap ditambah armada laut yang cukup kuat di masa itu.
Dalam catatan sejarah, peran Ratu Kalinyamat cukup besar dalam melindungi bangsanya dari bangsa Portugis yang telah bercokol di Malaka. Sebagai Ratu yang dikenal memiliki kekuatan maritim, ia diminta oleh Raja Johor Malaysia untuk membantu melawan bangsa Portugis yang menjajah di bumi Malaka pada tahun 1550.
Saat itu, Ratu mengabulkan dan kemudian mengirimkan pasukan sebanyak 4000-5000 prajurit dengan 40 armada. Persekutuan melawan penjajah ini melintasi jalur laut, serangan berlangsung, perang terjadi, namun mengalami kegagalan. Portugis tidak bisa dikalahkan di Malaka.
Kabar kekalahan ini membuat Sang Ratu sedih karena kehilangan prajurit setianya. Mereka gugur sebagai pejuang. Belajar dari pengalaman sebelumnya, Ratu Kalinyamat kemudian terus mengupayakan membangun kembali kekuatan maritim di Jepara.
Dalam rentang 24 tahun lamanya dari ekspedisi pertama, serangan kembali diluncurkan. Kali ini mengerahkan 300 kapal dengan jumlah prajurit sebanyak 1500 orang. Dalam serangan kedua ini, tampaknya berhasil mematahkan dominasi Portugis. Meski akhirnya menuai kegagalan kedua kali Sang Ratu tetap saja tidak menyerah begitu saja.
Atas keberanian sikap Ratu Kalinyamat, sejarawan Portugis kemudian mengabadikan cerita-cerita perjuangan Sang Ratu Kalinyamat dalam buku berjudul Da Asia: De Diogo De Couto terbit pada tahun 1783 (de Barros, João, Diogo do Couto, 1788). Sebuah buku yang menceritakan momentum penyerangan menggempur tentara Portugis di Malaka bersama Kerajaan Aceh, Ternate, dan Johor.
Keberanian Ratu Kalinyamat sebagai pemimpin perempuan Jawa mengundang kekaguman bangsa Portugi, sehingga mereka menyebut Ratu dengan julukan ‘De Kranige Dame’ artinya perempuan yang tangguh dan gagah berani.
Baca Juga: Mutiara Warisan Kartini untuk Para Perempuan
Atas keberanian Ratu Kalinyamat, patut kiranya menjadi inspirasi bagi prajurit Indonesia saat ini dalam membangun kekuatan Maritim Indonesia di masa sekarang. Dedikasi yang pernah dilakukan Sang Ratu juga dapat menjadi teladan bagi generasi muda baik laki-laki maupun perempuan untuk lebih mencintai Tanah Air dan mengembalikan kejayaan maritim Indonesia. Kita pernah tercatat memiliki kekuatan maritim yang diperhitungkan oleh Portugis tentunya di masa Ratu Kalinyamat.
Strategi dan kebijakan Sang Ratu dalam mengupayakan kekuatan maritim, dilakukan dengan cara: memperkuat armada laut, menjadikan pelabuhan sebagai pusat perdagangan, kemampuan dalam membuat dan mendesain kapal laut, memproduksi meriam, memiliki kemampuan diplomasi yang bagus, memiliki keberanian dan ketegasan sebagai seorang pemimpin. Selama 30 tahun memimpin, Kerajaan Demak mengalami puncak kejayaan sebagai Kerajaan Maritim terbaik di Pulau Jawa–itu terjadi dalam masa kepemimpinan Ratu Kalinyamat.
Penulis: Herlina, Peneliti dan alumnus UIN Kalijaga Yogyakarta