Sumber gambar: http://raufo.blogspot.co.id/2016/03/idealisme

Oleh: Luluatul Mabruroh*

Berbicara tentang idealisme, tentu saja tidak akan lepas dari sugesti beberapa kepercayaan yang melatarbelakangi  kelahiran idealisme tersebut. Idealisme bisa diiartikan sebagai sebuah pandangan hidup. Untuk mempunyai sebuah pandangan hidup yang ideal maka kita harus mempunyai idealisme. Idealisme bisa diterapkan dalam berbagai aspek kehidupan. Politik, ekonomi, sosial, budaya, ataupun untuk patokan pandangan hidup diri sendiri.

Dalam hal ini, yang akan dibahas di sini adalah mengenai idealisme pribadi saya mengenai teori perubahan sosial. Bukan Teori sih, saya lebih ingin menyebutnya, teori jaring laba-laba. Dan entah karna alasan apa, ini menjadi begitu menarik bagi saya.

Seperti yang kita tahu, bahwa saat ini segenap makhluk yang bernama manusia, masyarakat Indonesia pada khususnya sedang berada pada tiga keadaan akut. Yang pertama: Dehumanisasi yang meliputi obyektivasi teknologis, ekonomis, budaya, dan negara. Kedua: agresivitas. Yang meliputi agresivitas kolektif dan kriminalitas. Ketiga: loneliness (privatisasi, individuasi).

Jadi, penjelasan lebih lanjutnya, begini. Yang pertama: Dehumanisasi dalam arti mudahnya adalah tidak memanusiakan manusia. Lah, jika bertanya-bertanya apa yang mendorong  terjadinya Dehumanisasi, maka jawabannya adalah dengan pemakaian teknologi yang berlebihan. Baik berupa alat-alat fisik maupun metode dalam masyarakat.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sebenarnya tidak lepas dari produk filsafat barat yang beraliran humanisasi. Yaitu memanusiakan manusia. Aliran ini terlahir karna manusia tidak merasa puas atas kediktatoran kaum gereja membatasi ilmu pengetahuan pada batas dogma-dogma agama yang menyebabkan ilmu pengetahuan dan rasiolisasi menjadi statis. Lalu hal ini melahirkan  tipe manusia antoposentris yang menganggap bahwa manusia sebagai pusat alam semesta, pusat kebenaran, etika, kebijaksanaan, dan pengetahuan. Sedemikian rupa, mereka mempunyai anggapan bahwa manusia menempati kedudukan tertinggi di alam semesta.

Selanjutnya, perkembangan ilmu pengetahuan dan peradaban modern di satu sisi adalah merupakan cerita sukses manusia. Namun di sisi lain hal itu merupakan bencana terbesar umat manusia. Pemusatan perhatian yang begitu berlebihan pada teknologi dan industri serta konsumsi material menyebabkan manusia kehilangan integritasnya sebagai manusia. Karna kehidupan mereka serba dikendalikan oleh mesin. Terlebih tak hanya secara fisik dan materi, akan tetapi pikiran manusia mulai dikendalikan oleh mesin. Sehingga acap kali mereka tak berdaya di hadapan ciptaanya sendiri yang begitu perkasa. Seperti kata nasyida ria dalam lirik lagunya:

Tahun 2000

Tahun harapan, yang penuh tantangan

Dan mencemasakan.

Tahun 2000

Tahun serba mesin

Berjalan berlari menggunakan mesin.

Tidur dikawani mesin

Makan dan minum dikawani mesin

Menurut Alexis Carrel, seperti dikutip Ali Syari’ati mengatakan,”sejauh manusia tenggelam dalam dunia luar dan telah mencapai kemajuan di sana, sejauh itu pula ia terasing dari dirinya sendiri dan lupa pada hakikatnya.”

Dengan itu manusia kehilangan identitasnya sebagai makhluk berperasaan, makhluk yang mempunyai nurani dan hati, juga cinta. Semua itu mereka gadaikan hanya demi memburu satu hal, kemajuan. Kemajuan dan modernisme menjadikan kita lupa bahwa segala sesuatu mempunyai batasan. Inilah ironi besar manusia modern. Ironi besar kita saat ini. Pembuat sejarah yang dihianati oleh sejarahnya sendiri. Malang nian nasib kita.

Kemudian yang kedua adalah Agresivitas kolektif dan kriminalitas bisa terjadi karena adanya ketidakadilan sosial, kemiskinan, kekumuhan, dan pengangguran. Yang ketiga adalah loneliness disebabkan karna individuasi atau privatisasi yang dialami oleh manusia menengah ke atas yang dominan tidak perduli terhadap lingkungan. Utamanya terhadap keadaan kaum pinggiran yang  miskin papa.

Ketiga hal di atas merupakan jalinan jaring laba-laba yang dapat menyebabkan rapuhnya rumah, negara. ataupun bangsa kita. Itulah letak berbagai unsur-unsur yang dapat meluluhlantakkan sebuah kesejahteraan dalam kehidupan manusia.


*Penulis adalah Mahasiswa Unhasy, Nyantri di Pesantren Walisongo.