Ustadz Halim dijuluki oleh para santri sebagai malaikat shubuh. Setiap shubuh ia berkeliling di kamar-kamar untuk membangunkan para santri. Para santri sungkan kepadanya karena lakunya yang istiqamah, terutama santri senior yang seharusnya bisa mengikuti jejaknya. Di antara santri yang paling sungkan adalah Cak Jahlun. Karena hampir setiap hari kena korban dibangunin olehnya. Ia pun ingin menunjukkan kalau ia mampu bangun shubuh tanpa harus dibangunin.
Hari pertama berhasil, dengan berkorban tidak tidur semalaman agar ketika adzan shubuh sudah bangun. Hari ke dua, ia tidak kuat jika harus dua malam tidak tidur. Iapun membeli jam weker yang ditaruh di dekat telinga setelah terlebih dahulu diset waktunya. Dan berhasil. Hari ketiga, jam weker berbunyi. Cak Jahlun tetap dalam lelapnya. Kupingnya seperti disumbat, tidak mendengar bunyi jam weker di dekat telinganya seakan-akan ada Tembok Cina yang menghalangi telinga dengan wekernya.
Saat yang dikhawatirnyapun terjadi. Ustadz Halim sedang menuju ke kamarnya. Salah seorang santri yang sudah bangun berteriak memberikan tanda bagi teman-temannya yang masih tidur: “Ustadz Halim… Ustadz Halim.. bangun… bangun…” mendengar teriakan itu para santri berhamburan. Ada yang mengambil cibuk dan berlari ke kamar mandi, ada yang mengambil peci terus berlari ke jeding wudlu. Yang tersisa di kamar tersebut hanya Cak Jahlun. Dengan perutnya yang tambun ia tidak bisa lari cepat ke kamar mandi atau ke jading wudlu seperti teman-temannya. Iapun pasrah sampai sang malaikat shubuh tiba. Namun ia tak kekurangan akal. Dengan serta-merta ia ambil peci, ia pakai dan segera bersujud seperti posisi sedang sholat.
Ustadz Halim tiba di kamar Cak Jahlun. Ia melihat salah seeorang santri sedang nungging seperti orang sujud. Kemudian santri tersebut bangun dari sujudnya dan tahiyat akhir. Ustadz Halim menungguinya dengan sabar sampai sholatnya selesai. Kemudian, “Assalamulaikum warahmatullah…” Cak Jahlun menyudahi sholatnya.
Ustadz Halim : “Sholat apa Cak?”
Cak Jahlun : “Sholat Qabliyah Shubuh, Ustadz..”
Ustadz Halim : “Oooh… sejak kapan qiblatnya pindah Cak?”
Mendengar pertanyaan seperti itu muka Cak Jahlun menjadi merah, ia baru sadar kalau ia salah ambil posisi, ternyata waktu pura-pura sholat tadi ia menghadap ke timur. [F@R]