Sumber: aeroleds.com

Oleh: Silmi Adawiya*

Akhlak adalah keadaan gerak jiwa yang mendorong seseorang untuk melakukan perbuatan tanpa memikirkan dan mempertimbangkan terlebih dahulu. Karena itu Ibnu Miskawaih dalam kitab Tahdzibul Akhlak menjelaskan bahwa akhlak itu merupakan wujud iman, Islam dan ihsan sebagai pantulan sifat dan jiwa seseorang secara spontan dan terpola.

Masih ingatkah dengan tugas Nabi Muhammad yang diutus oleh Allah ke muka bumi ini? selain memperkenalkan Allah Swt. sebagai satu-satunya Tuhan yang wajib disembah, beliau juga menuntun umatnya untuk berperilaku mulia dan memberikan teladan kepada mereka. Dengan sikap sabar dan keteguhan hati, beliau mampu mengubah moral yang telah rusak menjadi manusia yang berakhlak mulia. Sabda nabi berbunyi:

إنما بعثت لاتمم مكارم الأخلاق

“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak manusia.”

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Dalam kitab al-Madarij, Imam Ibnu Qayyim menjelaskan akhlak mulia berdiri atas pilar-pilar yang saling berhubungan. Pilar-pilar itu adalah kesabaran, keberanian, keadilan, dan kesucian.

Dengan sabar, seseorang akan menjadi sosok yang tahan banting. Tidak langsung marah ketika ada yang tidak beres dalam hidupnya, ia sadar akan indahnya kesabaran di waktu yang tepat. Keyakinan akan pertolongan Allah selalu dinomersatukan, tidak terhalang oleh apapun. Kisah Nabi Ya’qub bisa dijadikan motivasi dalam menjalani roda kehidupan ini. Di saat anak kesayangannya dikabarkan telah dimakan serigala, beliau memilih untuk bersabar dan fokus ke pertolongan Allah semata. Termaktub dalam QS. Yusuf ayat 18:

فَصَبْرٌ جَمِيلٌ ۖ وَاللَّهُ الْمُسْتَعَانُ عَلَىٰ مَا تَصِفُونَ 

 “Maka kesabaran itulah yang baik, dan Allah sajalah yang dimohon pertolongan-Nya terhadap apa yang kamu ceritakan.”

Dengan berani, seseorang tetap bisa maju menghadapi kesulitan. Karena ia yakin di balik kesulitan akan hadir kebahagiaan. Paparan Buya Hamka dalam bukunya Falsafah Hidup orang yang patut diberi gelar berani adalah orang yang tiada merasa gentar menghadpai bahaya karena menghindarkan bahaya yang lebih besar. Mengapa umat Islam tidak berani sedangkan Allah memerintahkan kita untuk tidak bersikap lemah dan bersedih hati, asalkan kita benar-benar berdiri di atas landasan iman. Pesan Tuhan dalam QS. Ali Imran ayat 139:

وَلَا تَهِنُواْ وَلَا تَحۡزَنُواْ وَأَنتُمُ ٱلۡأَعۡلَوۡنَ إِن كُنتُم مُّؤۡمِنِينَ

“Janganlah kalian bersikap lemah, dan janganlah (pula) kalian bersedih hati, karena kalianlah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kalian orang-orang yang beriman.”

Dengan berlaku adil, seseorang bisa mengasah jiwa untuk berupaya meluruskan perangsainya. membantunya memilah antara bersikap terlalu berlebihan dan bersikap terlalu kurang. Sifat ini mendorong terus untuk bersikap dermawan dan murah hati; sikap tengah-tengah antara kikir dan boros. sesungguhnya Allah secara terus menerus memerintah siapa pun di antara hamba-hamba-Nya untuk berlaku adil dalam bersikap, ucapan dan tindakan, walau terhadap diri sendiri.

 إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ

“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat kebajikan.”

Dengan selalu menjaga kesucian diri dapat mendorong seseorang tidak tergelincir ke dalam perkataan dan tindakan yang merendahkan dan menjatuhkan martabatnya. Selain itu, dapat mendorongnya selalu dekat pada perasaan malu yang merupakan kunci segala kebaikan. Sifat menjaga kesucian ini juga menghindarkannya untuk terlibat dalam perbuatan keji, kikir, dusta, menggunjing, dan mengadu domba. Dan orang yang menyucikan jiwanya itu berarti akan merasakan kebahagiaan hakiki di dunia dan di akhiratnya, Allah  berfirman dalam QS. Asy-Syams:

قَدْ أَفْلَحَ مَن زَكَّاهَا وَقَدْ خَابَ مَن دَسَّاهَا

“Sungguh berbahagia orang yang menyucikan jiwanya dan sungguh merugi orang yang justru mengotorinya.” 


*Penulis adalah Mahasiswa Pascasarjana UIN Jakarta, alumnus Unhasy dan Pesantren Putri Walisongo Jombang.