Tebuireng.online– Rais Aam PBNU, KH. Miftahul Akyar hadiri wisuda Marhalah Ula Mahad Aly Hasyim Asy’ari yang diselenggarakan di aula Yusuf Hasyim Tebuireng, Ahad (24/9). Pada kesempatan itu beliau memberikan Orasi Ilmiah yang memaparkan bahwa Indonesia kekurangan seorang ahli dalam bidang Ilmu Hadis.
Dalam orasi tersebut, ulama yang saat ini menjabat sebagai Rais ‘Aam PBNU itu berkata bahwa mengikuti salah satu fan ilmu Muassis Pesantren Tebuireng, Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari, yaitu Hadis tidak lah mudah. Mendalami Ilmu hadis perlu ketekunan yang luar biasa dan menghabiskan tenaga serta pikiran. Kutubus Sittah memiliki ribuan hadis yang perlu dipelajari dengan teliti. Kedalaman ilmu serta pemahaman dari beberapa ilmu pendukung membuat ilmu hadis tidak mudah untuk dipelajari sehingga sangat sedikit lembaga yang berani mengambil takhassus ini.
“Berbahagialah di pondok ini masih ada semangat untuk melanjutkan ilmu yang tinggi,” begitu beliau menyemangati para wisudawan untuk terus bisa mendalami Ilmu Hadis. Beliau pun menambahi bahwa selain al-Quran, Hadis lah yang bisa mengenalkan sosok yang kita jadikan kiblat dari sumber Keilmuan Islam, Sayyiduna Muhammad. Tanpa keduanya manusia hanya berjalan dalam kegelapan.
Islam menjadi agama yang Syumul (menyeluruh) atau biasa kita sebut Rahmatan lil Alamin. Dalam penjelasan beliau, Rahmatan lil Alamin tidak hanya bagi manusia sesama manusia, dan tidak hanya bangsa jin, tumbuhan, hewan, serta segenap makhluk yang ada di dunia.
Surat Al-An’am Ayat 38;
وَمَا مِن دَآبَّةٍ فِى ٱلْأَرْضِ وَلَا طَٰٓئِرٍ يَطِيرُ بِجَنَاحَيْهِ إِلَّآ أُمَمٌ أَمْثَالُكُم ۚ مَّا فَرَّطْنَا فِى ٱلْكِتَٰبِ مِن شَىْءٍ ۚ ثُمَّ إِلَىٰ رَبِّهِمْ يُحْشَرُونَ
Artinya: Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat (juga) seperti kamu. Tiadalah Kami alpakan sesuatupun dalam Al-Kitab, kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan.
Beliau menerangkan bahwa ayat ini lah yang menafsiri Al-Qur’an surat Al- Anbiya’ ayat 107
وَمَآ أَرْسَلْنَٰكَ إِلَّا رَحْمَةً لِّلْعَٰلَمِينَ
Artinya: Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.
Bahwa Rasulullah diutus agar membawa Ummat Islam membawa Rahmat bagi segenap makhluk di Dunia mulai dari bangsa Manusia sendiri tak memandang suku, negara, dan agama; dari bangsa jin, hewan, tumbuhan, hingga selain itu.
“Itulah wujud dari Islam Rahmatan lil alamin,” beliau menguatkan.
Selanjutnya beliau mengutip Surat Al-Kahfi Ayat 109;
Allah berfirman:
قُل لَّوْ كَانَ ٱلْبَحْرُ مِدَادًا لِّكَلِمَٰتِ رَبِّى لَنَفِدَ ٱلْبَحْرُ قَبْلَ أَن تَنفَدَ كَلِمَٰتُ رَبِّى وَلَوْ جِئْنَا بِمِثْلِهِۦ مَدَدًا
Artinya: “Katakanlah, ‘Kalau sekiranya laut menjadi tinta untuk kalimat-kalimat Tuhanku maka sungguh habislah laut itu sebelum habis kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu pula.’”
Dari ayat tersebut beliau menjelaskan bahwa keilmuan itu luas dan tak akan habis. Tidak seperti harta yang akan habis jika dibagikan, Ilmu tidaklah mungkin habis dan bahkan bertambah saat menyebarkannya demi kemanfaatan.
Rasulullah bersabda:
تَرَكْتُ فِيْكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا : كِتَابَ اللهِ وَ سُنَّةَ رَسُوْلِهِ
“Aku telah tinggalkan pada kalian dua perkara. Kalian tidak akan tersesat selama berpegang kepada keduanya, (yaitu) Kitab Allah dan Sunnah RasulNya”. (HR. Malik, Baihaqy)
Atas dasar hadis tersebut, KH. Miftahul Akhyar meyakinkan bahwa dalam belajar hadis, kita tidak boleh ragu. Hadis menjadi salah satu peninggalan terbesar Rasulullah SAW setelah Al-Qur’an. Sahabat pun sangat memperhatikan hadis. Meski dalam abad pertama ada kekhawatiran dalam bercampurnya al-Qur’an dan al-Hadis sehingga penulisannya sempat dilarang. Hingga pada masa kepemimpinan Khalifah Sayyiduna Umar r.a dimulailah Tadwinus Sunnah (Pembukuan as-Sunnah).
Kesadaran akan Pentingnya Ilmu Hadis sudah dimulai pada saat itu. Beliau melanjutkan argumen dengan menceritakan kisah Ibnu Syihab Az-Zuhri bertemu Abdul Aziz bin Marwan yang pada saat itu dipindah tugaskan oleh Ayahnya Khalifah Marwan I dari Makkah menuju Mesir.
Az-Zuhri bertanya kepadanya; Dari mana engkau wahai Abdul Aziz bin Marwan?
Abdul Aziz pun menjawab, “Dari Makkah”.
Beliau pun bertanya siapa yang ia tinggal untuk memimpin Muslim di Makkah dan Abdul Aziz menjawab Atho’ bin Abi Robbah. Selanjutnya beliau bertanya lagi berasal dari kaum merdeka atau budak orang tersebut. Abdul Aziz pun menjawab dari golongan Budak. “Lalu bagaimana dia memimpin?” Az-Zuhri bertanya.
Abdul Aziz pun berkata bahwa Atho’ bin Abi Robbah memimpin kaum dengan Riwayah dan Diroyah (Ilmu mengetahuri Sanad dan Matan Hadis). Az-Zuhri pun mengiyakan pendapat beliau bahwa memang orang yang punya kemampuan itu layak menjadi pemimpin. Dalam belajar ilmu hadis tidak ada hubungannya dengan keturunan siapa dan berasal dari mana dia. Namun siapa yang berusaha dengan sungguh2 lah yang berhasil.
Menurut Kiai Miftahul Akhyar, Rahmatan lil Alamin juga bukan hanya tentang memberi dan menyenangkan namun juga bagaimana menyelamatkan dan hukuman. Peringatan dan sanksi pun juga bagian dari Rahmatan lil Alamin. Bagaimana menjauhkan ummat dari api neraka, bagaimana menjaga kestabilan sosial di masyarakat hingga negara menjadi cakupan dari Rahmatan lil Alamin.
Kehadiran hadis juga menjadi penting bagi Ummat Islam. Bukan hanya Ibadah Mahdloh, yang telah ditentukan tata cara pelaksanaannya juga bagaimana kita bersosial, bermuamalah dengan berkaca kepada sosok Rasulullah.
Beliau juga menjelaskan posisi Seorang Ahli Hadis untuk menghadapi paradigma sekarang, yakni menjadi pioner dalam menyampaikan kebenaran dari Sejarah Ummat Islam. “Sejarah telah disisipi riwayat lain, kalianlah yang diharapkan untuk bisa membenarkannya.” papar beliau menguatkan. Terakhir beliau mendoakan para wisudawan agar senantiasa mendapatkan kekuatan dan ketabahan dalam segala urusannya.
Pewarta: Asna