Oleh: Quratul Adawiyah*

Berabad-abad perempuan diam membisu diremehkan karena perbedaan, dihalangi memberikan secercah cahaya untuk membuktikan pada dunia bahwa perempuan berhak mendapatkan hal yang sama seperti laki-laki kala itu. Namun dengan seiring perkembangan zaman, kemajuan IPTEK, berkembang pula sejarah peradaban umat manusia termasuk pula sejarah peradaban perempuan.

Antara perempuan dan laki-laki mendapatkan kesempatan yang sama sesuai dengan potensi masing-masing dengan mengesampingkan jenis kelamin yang membedakan keduanya. Bahkan saat ini semangat feminisme di Indonesia lebih mendorong adanya kesetaraan gender. Perempuan tidak lagi dilihat pekerjaannya sebagai ibu rumah tangga saja. Mereka mempunyai fungsi ganda, yakni sebagai ibu rumah tangga sekaligus wanita pekerja atau karier.

Negara pun mengakui kesetaraan tersebut, hal ini dibuktikan dengan beberapa ketentuan dalam konstitusi yang mengatur mengenai hak asasi yang berlaku bagi setiap orang atau warga negara termasuk di dalamnya perempuan. Adapun hak-hak tersebut di antaranya hak untuk memperoleh pendidikan, hak untuk mendapatkan pekerjaan, hak politik dan lain- lain. Oleh karena itu, peran perempuan tidak serta-merta menghilangkan peran laki-laki. Namun, perempuan juga memiliki hak dan kewajiban dalam mengemban tanggung jawab, baik
berupa karir ataupun dalam kehidupan keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.

Perubahan dinamika dari dominasi kuasa menuju kesetaraan ini merupakan buah dari pertemuan pemikiran untuk memperjuangkan hak dari perempuan. Itulah pentingnya masyarakat untuk mengakui dan memberikan penghargaan kepada pemimpin perempuan di seluruh dunia. Sehingga dengan mengakui peran perempuan dalam mengembangkan masyarakat akan memotivasi mereka untuk menjadi perempuan yang lebih berperan dan memberikan sumbangsih penting dalam pembangunan negara. Keterlibatan perempuan menjadi hal yang penting dalam upaya memperbaiki lingkungan, sebagaimana dilihat peran perempuan dalam buku yang ditulis oleh Dr. H Agung Danarta Mag. Berjudul “Perempuan Periwayat Hadis” menjelaskan penyebab akibat penurunan partisipasi perempuan dalam bidang keagamaan, khususnya periwayatan hadis.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Data yang diperoleh dalam buku ini menunjukkan adanya penurunan pemakaian sanad perempuan yang terjadi secara terus-menerus dan konsisten dari satu periode ke periode berikutnya. Selain itu yang menjadi permasalahan baru terkait kesetaraan gender, menurut Syarif Abdurrahman, terdapat dalam penafsiran Al-Quran yang mayoritas menafsirkan laki-laki sehingga mereka menafsirkan setaraan gender dalam Al-Quran itu berdasarkan tafsirannya laki-laki. Padahal kebenaran Al-Quran dan tafsir itu berbeda. Kebenaran Al-Quran adalah kebenaran yang jelas mutlak, sedangkan kebenaran tafsir kebenaran yang relatif, yang diciptakan oleh manusia bahkan banyak orang yang berpendapat terutama orang-orang pesantren mengatakan pendapat ahli tafsir itu adalah pendapat mutlak sehingga apa yang ditafsirkan
terkait kesetaraan perempuan bersifat mutlak pula. Ini kan suatu ketidakcocokan dengan
semangat kita.

Jadi bisa dikatakan kesetaraan gender ini masih belum ada dalam kajian tafsir begitu juga dalam hadis. Padahal perannya seorang Aisyah sangat luar biasa dan bagaimana sahabat-sahabat lain bisa mengimbangi Aisyah dalam periwayatan. Faktanya beberapa orang menolak riwayatnya Aisyah, yang hanya dikarenakan perempuan. Hal ini sangatlah tidak adil, jika berbicara kesetaraan gender. Oleh karena itu berkaitan dengan persoalan tersebutsangat perlu adanya reinterpretasi terhadap penafsiran ayat-ayat gender dalam al-Quran.

Karena telah terbukti bahwa perempuan bisa melakukan apa saja seperti halnya laki-laki yang mana perempuan di Indonesia dibuktikan dan digagas oleh R.A Kartini yang hingga kini perjuangan untuk mewujudkan persamaan hak antara laki-laki dan perempuan tersebut masih berlanjut. Bahkan semakin berkembang dengan seiring tumbuhnya feminisme.

Begitupun dalam bidang politik, perempuan juga ikut andil di dalamnya. Figur ini hadir pada sosok Susi Pudjiastuti yang merupakan salah satu dari 34 menteri yang terpilih di kabinet kerja Joko Widodo dengan Jusuf Kalla periode 2014-2019. Beliau resmi menjabat sebagai Menteri Perikanan dan Kelautan semenjak tanggal dilantik pada 27 Oktober 2014. Meski hanya tamatan SMP (Sekolah Menengah Pertama), Susi mampu menjadi pengusaha sukses, perempuan yang kuat, bertekad tinggi serta pejuang keras untuk mencapai cita-citanya.

Kisah perjalanan Susi Pudjiastuti banyak di kagumi serta menginspirasi baik dikalangan laki-laki lebih-lebih di kalangan perempuan. Tidak hanya Susi Pudjiastuti, tokoh lain seperti Sri Mulyani (Menteri Keuangan), Tri Rismaharini (Menteri Sosial) dan Khofifah Indar Parawansa (Gubernur Jawa Timur). Dari sanalah terbukti bahwa mereka adalah sosok Kartini modern harapan bangsa.

Di tangan mereka Indonesia diharapkan bisa lebih baik, berkompeten untuk bersaing dengan dunia luar. Kewajiban kita sebagai generasi penerus bangsa tercinta harus bisa meneladani para senior yang sudah berjuang dahulu dan memberikan kontribusi yang nyata terhadap bangsa Indonesia. Namun semuanya tidaklah mudah seperti apa yang kita pikir, butuh kerja keras dan sungguh-sungguh dari diri kita sendiri sebagai perempuan.

Sebagaimana yang dikatakan oleh Hemi Khamdiyah dalam buku yang berjudul “Perempuan Masa Kini “ memang tidaklah mudah melakukan ini semua, jika tidak dimulai dari sekarang juga. Pakailah slogan 3M: Mulailah dari diri sendiri, mulailah dari sekarang, dan mulailah dari hal yang kecil. Kita sebagai agent of change, bangsa ini harus benar-benar bangkit dari keterpurukan yang telah lalu. Karena untuk saat ini sosok perempuan yang benar-benar dibutuhkan bangsa adalah sosok perempuan yang bermoral baik, jujur, disiplin, mempunyai komitmen dan semangat yang tinggi, mau mengabdi dengan setulus hati kepada bangsa, pemimpin yang amanah dan memiliki sifat profesionalitas. Semoga Indonesia lebih baik untuk kedepannya di tangan perempuan.


*Mahasantri Ma’had Aly Hasyim Asy’ari