Ilustrasi orang yang sedang menghormati orang lain. (sumber: Ist)

Sebagian dari kita mungkin masih mempunyai perspektif bahwa keturunan itu adalah suatu hal yang menjadikan patokan untuk menilai adab seseorang. Jika seorang itu berasal dari keturunan kiai atau ustadz dengan julukan ning dan gus atau juga keturunan para bangsawan maka kita menilai bahwa pasti adab dan akhlaknya bagus dan baik. Padahal belum tentu kenyataannya seperti itu. Status keturunan yang telah disandang oleh mereka tidak menjamin apakah mereka bisa beradab baik atau berakhlakul karimah.

Membahas yang sedang ramai saat ini, ternyata adab itu harus dibentuk sejak dini. Jelas berbeda antara adab dan akhlak. Dikutip dari NU Online, karya Ahmad Dirgahayu Hidayat “Mengenal Perbedaan akhlak dan adab dalam islam” menyatakan bahwa akhlak sangat bertalian erat dengan jiwa seseorang, sedangkan adab berkaitan dengan aktivitas fisik.

Dari tulisan tersebut bisa dipahami bahwa adab adalah ilmu bentukan. Pembentukan adab ini membutuhkan peran dari orang tua. Bukan nasab dari kedua orang tua. Karena manusia bisa mulia disebabkan karena ia beradab bukan karena ia bernasab. Maka bisa dikatakan bahwa  ini berhubungan dengan ilmu parenting dalam islam.

Jika semisal  ada seseorang yang haus akan mencari keturunan kiai, gus atau ning atau bahkan keturunan darah biru pun maka bersiaplah untuk selalu bersikap baik dan ramah kepada siapapun, beradab kepada siapapun, saling menghormati bukan saling mencaci, saling menebarkan perdamaian bukan memunculkan perdebatan. Sebab semua semua perilaku akan menjadi contoh bagi masyarakat. Hal ini juga akan menjadi beban oleh karena ada status atau lebel yang telah disandangnya.

Baca Juga: Nasab Bukanlah Jaminan

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Sebaliknya jika ada seseorang yang keturunan kiai, gus dan ning serta keturunan bangsawan sekalipun tidak menunjukkan etika atau sopan santun dan tidak beradab, maka seketika itulah hilang pandangan masyarakat akan nasabnya. Dan bisa menimbulkan perspektif buruk terhadap masyaraakat. Selain mencemari nama baik nasab, juga pasti semua pihak keluarga yang bersangkutan pasti akan merasa malu.

Dilansir dari laman postingan Instagram Dawuh Guru, KH. Abdullah Faqih berdawuh bahwa ‘Yang menaikkan derajat itu bukan  karena nasab adab dan ilmu.”

Adab sangatlah penting bagi kehidupan kita sehari-hari. Bahkan Rasulullah Saw., bersabda yang diriwayatkan oleh imam baihaqi dan abu hurairah:

 إِنَّمَا بُعِثْتُ لأُتَمِّمَ مَكَارِمَ الأَخْلاقِ

“Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak.”

Rasulullah Saw., diutus oleh Allah untuk menyempurnakan akhlak, bukan untuk menyempurnakan nasab ataupun untuk mengagung-agungkan nasab.

Bagi orang tua, seharusnya pembentukan adab dimulai sejak dini. Agar ketika anak beranjak dewas atau sudah menginjak dewasa akan terbiasa dengan hal-hal yang semestinya harus bersikap sopan dan santun kepada orang yang lebih tua atau kepada yang sebaya dengannya.

Baca Juga: Mendapatkan Kemuliaan Bukan dengan Harta, Kuasa, maupun Nasab

Hal tersebut sudah langsung otomatis aada dalam diri anak tersbut untuk beradab kepada siapapun tanpa memandang perbedaan dan kasta. Karena semua manusia sama disisi Allah. Yang membedakannya adalah tingkat ketaqwaannya. Bukan tentang seberapa tinggi dan mulia nasabnya, bukan seberapa  banyak followers di media  sosialnya.

Kita juga harus mengedepankan dan selalu mengutamakan adab kepada orang tua dan guru, karena beliau-beliau tersebut merupakan tonggak utama bagi kehidupan kita. Jangan karena kita telah sukses, telah berhasil, bahkan telah puas dengan apa yang telah kita capai, bisa membuat kita semua lupa akan beradab kepada mereka.

Sehingga jangan karena kita keturunan kiai, gus, ning, bahkan keturunan nabi sekalipun, menajdikan kita semena-mena dan berbuat semaunya, berkuasa diatas nama nasab tersebut, serta menjadikan kita haus akan pujian dan validasi terhadap nasab yang telah kita sandang.

Seyogyanya kita harus tetap rendah hati dengan adanya garis keturunan yang baik dan mulia tersebut. Jangan menjadikannya sebagai ladang menebarkan iri hati bagi seseorang. Juga jangan menajdikan status tersbut sebagai akar kesombongn dalam hati kita.

Oleh karena itu semestinya kita mengahadapi permasalahan tentang adab ini dengan memperbaiki diri, bermusahabah diri, jangan pernah merasa baik daripada orang lain dan jangan pernah merendahkan orang lain oleh karena kita telah menyandang nasab dan keturunan tersebut.



Penulis: Nabila Rahayu