Dokumentasi lulusan Mahad Aly Hasyim Asy’ari Tebuireng Jombang, (25/8/2022).

Oleh: Ananda Prayogi*

Society atau masyarakat adalah sekumpulan orang yang membentuk suatu sistem yang sebagian besar interaksinya adalah antara individu-individu yang berada dalam kelompok tersebut. Dalam perkembangannya, konsep society di dunia dibagi menjadi beberapa tahap yang dimungkinkan akan terus berkembang. Era society 0.1 sebagai era kemasyarakatan awal ditandai dengan keberadaan manusia yang menjadikan berburu sebagai kebiasaan utamanya guna bertahan hidup. Era ini dapat disebut juga dengan hunting society.

Pada era selanjutnya yaitu society 2.0, manusia sudah mulai menerapkan sistem pertanian dan sudah mulai menetap di suatu tempat. Era ini disebut juga dengan agrarian society. Pada saat menusia mulai menggunakan mesin untuk membantu berbagai hal dalam hidup, maka di situlah era ketiga atau era industri atau society 3.0 sudah datang. Dari ditemukannya mesin uap hingga listrik, manusia mengalami perkembangan yang begitu pesat dalam sektor industri. Oleh karena itu, era ini disebut juga dengan industrial society yang notabene merupakan awal dari konsep era revolusi industri 1.0 hingga era industri 4.0 saat ini. Pada era society 4.0, masyarakat sudah mulai mengenal internet sebagai sumber informasi dan sarana untuk mempermudah komunikasi.

Belakangan, Jepang menawarkan konsep baru dalam era kemasyarakatan yang memiliki misi besar dalam menjawab tantangan pada era sebelumnya. Tawaran konsep society 5.0 merupakan suatu konsep masyarakat yang berpusat kepada manusia yang berbasis teknologi. Society 5.0 ini sendiri muncul dan menjadi pembicaaraan di dalam pertemuan World Economic Forum (WEF) pada awal Januari 2019 lalu di Davos, Swiss.

Dalam forum tersebut, konsep Society 5.0 dibandingkan dengan konsep revolusi industri yang kini baru memasukan era keempat (4.0). Menurut perdana menteri Jepang, Shinzo Abe, mengatakan bahwa konsep revolusi industri 4.0 dan society 5.0 tidak memiliki perbedaan yang jauh. Revolusi industri 4.0 menggunakan kecerdasan buatan atau artificial intellegent, sedangkan society 5.0 memfokuskan kepada komponen manusianya.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Dalam menghadapi society 4.0 saja, sudah banyak tantangan yang harus didahapi oleh masyarakat generasi milenial yaitu akumulasi data yang melimpah dan mudah diakses serta perkembangan teknologi yang sangat pesat. Sebelum era ini datang, masyarakat masih merasa kesulitan dalam komunikasi dan mencari informasi-informasi yang diperlukan. Salah satu contohnya, yaitu para pelajar yang masih kesulitan dalam mencari sumber informasi untuk pembuatan karya tulis ilmiah sebagai tanggung jawab akademiknya. Padahal, sekarang telah begitu banyak informasi yang dengan ‘hanya sekali klik’ dapat memunculkan apapun yang dibutuhkan di internet. Begitu juga ketika adanya kegiatan rapat atau forum diskusi yang notabene dulunya memerlukan tempat yang mempertemukan banyak orang secara fisik, kini semua itu dapat terlaksana dengan hanya menggunakan aplikasi online meeting seperti Zoom dan Ms.Teams. Bahkan, kegiatan-kegiatan seperti itu dapat dicapai hanya dengan melalui grup di media sosial seperti Whatsapp atau Telegram.

Salah satu problem besar dalam era ini berupa akumulasi data yang melimpah yang sudah tentu dapat berdampak pada sulitnya memperoleh data yang akurat dan aktual. Kesulitan menemukan berita yang akurat ini menyebabkan mudahnya muncul informasi bohong atau yang dikenal dengan sebutan hoaks. Kemunculan hoaks ini dapat dikurangi dengan memilah berita dari sumber yang terpercaya dan faktual. Dirjen Dikti, Nizam mengatakan dalam dunia yang semakin menyatu antara dunia maya dan dunia nyata ini menjadi sangat penting untuk mempunyai daya kritis yang tinggi.

Sebagai pegiat hadis, pola pikir kritis yang tinggi semestinya sudah menjadi tradisi yang diaplikasikan secara metodologis dalam mengkaji hadis sampai detik ini. Mengingat hadis merupakan apa-apa yang bersumber dari Nabi Muhammad saw. yang muncul sejak 14 abad lalu, sudah tentu validitas dan keorisinalitasnya perlu terus dijaga secara ketat. Karena itulah dalam keilmuan hadis terdapat kajian takhrij yang notabene merupakan cara untuk memverifikasi informasi dari sumbernya hingga kritik sanad yang merupakan penilaian terhadap kebenaran para pembawa informasi tersebut. Semangat takhrij dan dan kritik sanad inilah yang perlu terus digalakkan terlebih pada era yang begitu mudahnya akses informasi seperti ini. Selain itu, pegiat hadis memiliki tanggung jawab dakwah untuk terus gencar menyebarkan sunnah nabawiyyah pada berbagai platform informasi digital.

Selanjutnya untuk persiapan menghadapi era berikutnya, society 5.0, pegiat hadis tidak lagi hanya dituntut untuk sekadar pintar dalam memilah informasi, menyebarkan hadis, serta menggalakkan dakwah Islam. Mengingat era ini merupakan era robotik dan artificial intellegent yang sudah menjadi bagian dari kehidupan manusia, pegiat hadis juga harus mampu menerapkan kemudahan teknologi tersebut. Sinyal yang lamban dan infrastruktur yang kurang memadai memang sudah seharusnya tidak menjadi masalah dalam era ini. Sehingga, tantangannya ada pada bagaimana teknologi dapat membantu perkembangan keilmuan hadis dan menjadi bagian dari kehidupan manusia.

Dari paparan di atas, kita dapat membaca beberapa peluang bagi para pegiat hadis di era society 5.0 ini untuk menunaikan tanggung jawabnya dalam melestarikan sunnah nabawiyyah. Salah satunya, pegiat hadis dapat mempelajari sistem artificial intellegent untuk memasukkan hadis dalam berbagai kehidupan manusia. Tidak ada salahnya, para pegiat hadis mempelajari coding atau programming untuk membuat software dan kecerdasan buatan. Jika tidak, setidaknya mereka dapat bekerjasama dengan para pakar teknologi tersebut. Sehingga hadis-hadis yang ada tidak lagi hanya sekedar mudah diakses dalam bentuk perpustakaan digital, tetapi juga mampu memilah sendiri mana hadis yang valid dan tidak.

Bahkan, dengan kecerdasan buatan, robot dapat menganalisis sendiri mana hadis yang relevan dengan konteks yang sedang terjadi hingga ranah yang lebih dalam. Kecerdasan buatan tersebut dapat menganalisis perlakukan seseorang apakah sudah sesuai dengan hadis atau belum. Dengan begitu, mempelajari hadis bukan dianggap sesuatu yang kolot dan ketinggalan, karena hadis dapat terus mengikuti perkembangan zaman hingga menjadi bagian dari kehidupan manusia. Welcome to society 5.0. Wallau a’lam.

Disarikan dari Majalah Maha Media edisi Wisuda 2022.

*Alumni Ma’had Aly Hasyim Asy’ari.