Sebagai kaum laki-laki, pastinya tidak asing dengan obrolan perihal pekerjaan. Karena bekerja merupakan keharusan bagi laki-laki, terlebih ketika sudah berumah tangga. Di mana seorang laki-laki dituntut untuk menghidupi istri dan anak-anaknya.
Dalam Islam sendiri, hukum bekerja bagi laki-laki adalah wajib, sebagaimana hukum menafkahi keluarga bagi seorang suami juga wajib. Bahkan, ketika seorang suami sudah tidak mampu untuk menafkahi istrinya, boleh bagi sang istri untuk meminta cerai.
Terlepas dari hukum kewajiban bekerja di atas, ternyata dalam agama Islam terdapat pekerjaan-pekerjaan yang diunggulkan dari pekerjaan-pekerjaan yang lain. Pekerjaan apa saja itu?
Pekerjaan-Pekerjaan yang Diunggulkan dalam Islam
Syaikh Zainuddin Al Malibari dalam kitabnya Fathul Mu’in menjelaskan:
أفضل المكاسب الزراعة ثم الصناعة ثم التجارة
Artinya: “Paling utamanya pekerjaan adalah bertani, kemudian berindustri, kemudian berdagang.”
Dari penjelasan di atas dapat kita pahami bahwa bertani merupakan pekerjaan yang paling utama. Alasan keutamaan bertani adalah hadis:
لا يغرس مسلم غرسا ولا يزرع زرعا فيأكل منه إنسان ولا دابة ولا شئ إلا كان له صدقة
Artinya: “Tidaklah seorang mukmin menanam suatu pohon, bercocok tanam, kemudian hasilnya dimakan oleh orang lain atau hewan, kecuali menjadi sedekah baginya.”
Dari hadis di atas dapat kita pahami bahwa hasil panen yang sudah terjual, kemudian dikonsumsi oleh banyak orang merupakan sedekah bagi orang yang menanamnya. Dan karena terdapat unsur sedekah dalam bertani, maka bertani menjadi pekerjaan yang paling utama.
Di dalam kitab I’anatut Talibin dijelaskan bahwa bertani bisa menjadikan seseorang sering bertawakal, dan kebutuhan pokok manusia bersumber dari bertani. Dua pernyataan di atas bisa dijadikan sebagai pendukung untuk argumentasi bahwa bertani merupakan pekerjaan yang paling utama.
Kedua, ialah berindustri. Dikutip dari wikipedia, industri adalah suatu bidang atau kegiatan ekonomi yang berkaitan dengan pengolahan/pembuatan bahan baku atau pembuatan barang jadi di pabrik dengan menggunakan keterampilan dan tenaga kerja dan penggunaan alat-alat di bidang pengolahan hasil bumi, dan distribusinya sebagai kegiatan utama.
Berindustri merupakan pekerjaan yang paling utama setelah bertani. Alasan keutamaan berindustri adalah hadis:
ما أكل أحد طعاما قط خيرا من أن يأكل من عمل يده، وإن نبي الله داود عليه السلام كان يأكل من عمل يده
Artinya: “Tidaklah seseorang makan suatu makanan lebih baik dibanding makan suatu makanan hasil tangannya sendiri, sesungguhnya nabi Daud As makan dari hasil tangannya sendiri.”
Hadis di atas menjelaskan bahwa mengonsumsi makanan hasil olahan sendiri lebih baik dibanding mengonsumsi hasil olahan orang lain. Secara tidak langsung hadis di atas menganjurkan untuk mengolah makanan sendiri dari awal sampai akhir, yang hal seperti ini merupakan salah satu bentuk berindustri.
Ketiga, adalah berdagang, berdagang merupakan pekerjaan paling utama setelah bertani dan berindustri. Alasan keutamaan berdagang adalah meniru Nabi Muhammad dan para sahabatnya, karena mayoritas sahabat nabi Muhammad Saw dahulu bekerja sebagai pedagang.
Pekerjaan-Pekerjaan yang Dimakruhkan dalam Islam
Juga terdapat beberapa pekerjaan yang dimakruhkan dalam agama Islam, yakni segala macam pekerjaan yang berhubungan dengan benda-benda najis. Di antara adalah bekerja sebagai tukang bekam, tukang sampah, tukang sembelih hewan, dan lain-lain.
Alasan dari kemakruhan pekerjaan-pekerjaan di atas adalah karena di suatu hari nabi Muhammad Saw ditanya oleh salah satu sahabat perihal pekerjaan tukang bekam, lalu beliau melarangnya. Namun larangan nabi tersebut hanya sebatas makruh, tidak sampai ke derajat haram, hal ini ditunjukkan dengan adanya hadis:
عن ابن عباس احتجم رسول الله صلى الله عليه وسلم وأعطى الحجام أجرته
Artinya: “Diriwayatkan oleh Ibnu Abbas: Nabi Muhammad Saw pernah berbekam, dan memberi upah kepada tukang bekam tersebut.”
Hadis di atas menjelaskan, bahwa nabi Muhammad Saw berbekam dan memberi upah kepada tukang bekam, seandainya hukum menjadi tukang bekam adalah haram maka nabi tidak akan berbekam dan tidak akan memberinya upah.
Alasan dari pelarangan nabi di atas adalah karena menjadi tukang bekam pasti berhubungan dengan najis, yakni darah, sehingga dengan adanya alasan seperti itu semua pekerjaan yang berhubungan dengan najis hukumnya disamakan dengan menjadi tukang bekam, yakni makruh.
Semua penjelasan di atas adalah menghukumi suatu pekerjaan dengan melihat sifat dari pekerjaan tersebut, yang mana tidak meniadakan bahwa hukum bekerja sendiri adalah wajib. Sehingga orang yang bekerja dengan pekerjaan yang hukumnya makruh itu lebih baik dibanding orang yang tidak bekerja, dalam arti pengangguran.
Baca Juga: Rasulullah SAW, Suka Bekerja Tidak Banyak Bicara
Ditulis oleh Dicky Feryansyah, Mahasantri Ma’had Aly An-Nur II Al-Murtadlo Malang