Ilustrasi: http://bersamadakwah.net/pekerjaan-apa-yang-paling-baik-ini-jawaban-rasulullah/

Oleh: KH. Fawaid Abdullah*

Rasulullah SAW itu sangat cinta beramal atau bekerja. Sejak kecil beliau sangat tidak suka bermalas-malasan seperti kebiasaan-kebiasaan anak-anak pada umumnya. Beliau semasa kecil hidup dari ongkos menjadi penggembala kambing dan dari pegawai harta dagang Siti Khadijah, lalu dilanjutkan dengan melayani keluarga dan tetangganya.

Kebiasaan-kebiasaan tersebut berlanjut sampai beliau itu dewasa. Banyak sekali beliau itu melayani diri dan keluarganya. Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Siti Aisyah, bahwa Rasulullah SAW itu sering sekali mencuci pakaiannya sendiri, menjahit sandalnya sendiri, melakukan pekerjaan rumah sendiri. Ketika beliau membangun Masjid dan rumah, beliau bekerja memindahkan batu bata mentah sendiri.

Baginda Nabi Muhammad SAW sangat tidak suka menunda-nunda pekerjaan hari ini dikerjakan besok hari. Apa yang bisa dikerjakan hari ini sekecil apapun, beliau kerjakan hari ini juga, tanpa harus menunggu besok harinya. Beliau sangat tidak suka hanya berangan-angan saja serta menunda-nunda pekerjaan.

Hadist riwayat Imam Hakim dan Baihaqi dari Sahabat Ibnu Abbas RA, sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda, “Pergunakan dengan baik lima perkara sebelum datang lima perkara, hidupmu sebelum datang matimu, masa sehat-mu sebelum datang masa sakitmu, masa senggangmu sebelum datang masa sibukmu, masa mudamu sebelum datang masa pikunmu, masa kayamu sebelum datang masa fakir atau miskinmu”.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Menurut Baginda Nabi SAW, kita ini sangat dianjurkan menyegerakan beramal saleh, bekerja dengan baik. Karena kalau kita menunda-nundanya, akan sangat merugi dan penyesalanlah yang kita dapatkan.

Beliau itu selalu berkata-kata fasih dan lemah lembut. Bahkan bicara beliau, hanya di ulang tiga kali supaya yang mendengar nya faham. Beliau tidak berbicara kecuali kalau hanya waktu butuh saja. Beliau tidak berdiri dan duduk kecuali hanya untuk berdzikir kepada Allah Ta’ala.

Baginda Nabi itu tidak banyak bicara, karena baginya, banyak bicara itu bisa menyebabkan kelupaan dan kekeliruan. Beliau lebih banyak menganjurkan banyak berpikir, bukan berangan-angan. Berpikir dan berangan-angan itu berbeda. Berpikir itu memakai akal yang sehat, sedangkan berangan-angan, hanya banyak berandai-andai dengan kalimat jikalau, andaikata, seumpama dan lain sebagainya, sama sekali tidak produktif.

Bagi Baginda Nabi dari pada banyak bicara, banyak omong,  lebih baik diam. Karena diam itu jalan menuju selamat. Bahkan, menurut Baginda Nabi, diam itu sebagian dari tanda-tanda Iman. Diam yang dimaksud di sini, diam yang pada tempatnya.

Hadis riwayat Imam Ahmad, Nasa-i dan Ibnu Majah dari Abu Huroiroh RA dan Abu Syuraih al Khaza’i RA, Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah berbicara yang baik-baik, atau diam!”. Menurut Baginda Nabi, diam itu sebaik-baiknya akhlak. Andai bicara itu seperti perak, maka diam itu seperti emas, begitu menurut sebagian kata-kata orang bijak.

Rasulullah SAW itu lebih banyak bekerja dari pada berbicara, karena orang yang banyak bicara itu (biasanya) sedikit dalam bekerjanya. Rasulullah lebih banyak bermusyawarah dengan para Sahabat setianya serta menerima pendapat mereka mulai dari urusan-urusan dunia sampai urusan-urusan strategi politik dan perang.

Seperti ketika Salman al Farisi berpendapat bagaimana membuat parit-parit sebagai jebakan dalam perang Khandaq. Baginda menerima usul sahabat asal Persia itu yang akhirnya dalam perang Khandaq pihak umat Islam menang telak. Lalu ketika Sahabat Umar Ibnu Khattab mengusulkan masalah Hijab, Umar berpendapat bolehnya meletakkan Hijab bagi seorang istri ketika sedang berada di dalam rumah bagi suaminya.

Hal ini berbeda dengan kebanyakan orang yang hanya lebih mengedepankan omonngan dan bicara dari pada bekerja. Banyak orang yang hanya memuji-muji tanpa bekerja. Karena hal demikian ini tidk akan membawa manfaat dan faedah. Sebaiknya, bekerja dan bukti kongkrit itu harus didahulukan dari pada yang banyak bicara dan pandai berangan-angan. Sesuatu yang nyata itu jauh lebih berharga dari pada sesuatu yang tidak bernilai.


*Santri Tebuireng 1989-1999, Ketua Umum IKAPETE Jawa Timur 2006-2009, saat ini sebagai Pengasuh Pesantren Roudlotut Tholibin Kombangan Bangkalan Madura.