Oleh: KH. Salahuddin Wahid*

Jumat 13/02/09 malam terlihat banyak sekali orang antre di took dekat hotel tempat kami menginap di Makassar. Ternyata mereka mau membeli boneka yang akan dijadikan hadiah Hari Valentine. Esok harinya saya menerima hadiah  cokelat dari Deasy, seorang aktivis Dewan Integritas Bangsa (DIB). Teryata itu hadiah hari Valentine pertama kali seumur hidup saya. Kata dia, pada Hari Valantine perempuan memberi hadiah kepada laki-laki yang dikenalnya berupa cokelat, tidak harus boneka. Hadiah itu tidak harus antara kekasih atau suami-istri

Deman Hari Valantine teryata tidak hanya melanda kota besar seperti Makassar. Kamis sore saya menerima SANDAK (pesan pendek) SMS dari istri saya ,memberi tahu bahwa dia harus bicara di depan sekitar 1.000 Santri Tebuireng mengenai Hari Valentine dan menanyakan apa yang harus disampaikan. Jawaban saya, walaupun Hari Valantine bukan ajaran atau budaya islam, jangan mengatakan itu haram karena akan menjadi kontra produktif. Kita tidak boleh menghadapi santri dengan cara frontal, harus dengan cara persuasif. Inti dari Hari Valentine adalah mengungkapkan kasih terhadap kawan atau keluarga. Islam juga mengajarkan kasih sayang kepada semua orang, terutama orang yang dekat dengan kita.

Jadi dari respektif pesan yang disampaikan, tidak ada pertentangan dengan ajaran Islam. Masalahnya, mengapa harus tanggal 14 Febuari dan bagaimana caranya? Kalau hanya saling memberi hadiah yang sederhana dan tidak mahal, seperti sepotong coklat, menurut saya tidak masalah. Yang menjadi masalah ialah kalau hadiahnya sesuatu yang mahal dan kita memaksakan diri, tentu hal itu tidak tepat. Karena hari valentine berasal dari Barat, janganlah kita meniru persis seperti orang Barat.

Jangan kita meniru cara mereka seperti mabuk-mabukan atau berciuman, apalagi yang lebih jauh daripada itu. Kita mengungkapkan kasih sayang itu dengan cara yang sesuai dengan ajaran Islam dan budaya Timur. Kalau pengungkapan kasih sayang itu bisa mengurangi kecenderungan untuk bertindak kekerasan, tentu tidak ada salahnya kita merayakan hari valentine. Yang harus dipikirkan ialah bagaimana proses internalisasi pesan kasih sayang itu ke dalam diri para siswa, tidak hanya menjadi mode sesaat yang bersifat artifisial.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Tentu tidak mudah menanamkan pesan hari valentine kepada anak-anak kita yang lebih cenderung melihatnya sebagai sesuatu yang bersifat artifisial kepada pacarnya, menjadi sesuatu yang bersifat subtasnsial dan hanya ditunjukan kepada semua orang. Kita bisa membahasnya dengan kepala dingin , walaupun kita tidak menyukainya. Bagus sekali kalau kita membahas cara memanfaatkan hari valentine itu untuk tujuan yang lebih mendalam dan memberi manfaat.

Cucu saya sudah bersekolah di SMP sama sekali tidak merayakan hari valentine. Para guru sekolahnya mampu melarang mereka merayakanya dengan cara yang efektif sehingga para murid di sekolahnya (sekolah islam yang cukup mahal di Jakarta), tidak sibuk pada hari valentine. (pelita hati)


*Ditulis dalam buku “Memadukan Keindonesiaan dan Keislaman” hal. 22