Akan Lebih
Aku menyukai kita yang tak mengerti apa-apa kecuali kertas dan huruf-huruf hitam di atasnya
Aku menyukai sepasang cangkir dengan kopi tebal yang menenggelamkan kata-kata menjadi selembar prosa
Aku menyukai percakapan yang menanggalkan kalimat-kalimat, dan lebih banyak memanfaatkan netra untuk mengungkap kedalaman jiwa
Aku pun menyukai perjumpaan yang demikian asing dari keramaian, bukankah lebih menyempitkan makna kata bising, atau menggaduhkan makna kata kita
Aku sangat menyukai tentang peran semesta dalam menggumulkan diksi paling alam di ketidakberaksaraan kita
Bukan begitu?
Jombang, 2017-01- 26
Ibarat
Setetes lautan
Mendebur dalam kelopak
Nyanyikan lagu nyiur yang teduh
Meski sendu menitik kalbu
Ulurkan kisah yang menjuntai dalam jiwa
Turut sentuh tepian luka
Pemuisi ini
Mencemaskan diksi yang hilang
Padahal sekotak penuh makna hidup
Tergeletak di ruang hatinya
Jombang, 10-3- 2017
Sempurna
Merasa pangling aku pada dunia. Cinta diibaratkan hubungan lelaki dan wanita. Padahal kita berasal dari ketidakberadaan; hampa menjadi wujud seharusnya. Kita pun lupa tak sejarahkan asal-muasal gender yang sebenar sempitkan makna. Jika cinta serupa desir memeluk, mencium, atau meraba. Lalu kita sebut apa kehadiran mereka yang tak bertangan, tak memiliki paras. Selain diciptakan di tengah orang yang salah artikan kesempurnaan.
Indonesia Kedua
Memuisikan Indonesia hari ini
Seperti menemukan belati dalam jantung tubuh
Harmonis seolah jadi jelmaan artifisial yang terperangkap di kepala-kepala politisi
Tapi kita bisa bicara lantang soal kontur kaum sarungan
Yang berdiri saat keadilan dikabarkan mati
Pada hati-hati mereka yang terpilin ketidaksantunan jaman
Sementara merah-putih masih belum selesai dikibarkan
Kita mesti mengingat sorban putih berornamen nusantara
Kain yang sama yang kelak membebat luka bangsa
Benangnya adalah sutra keempat as Saff yang mereka pintal sendiri
Maka pekikan takbir dalam dadanya yang berongga itu
Lebih liris dari bait-bait para penyair
Semacam pangkat paling kontemporer
Yang diselipkan Tuhan pada dawuh sang kiai
Begitulah cara-Nya wariskan bunga terakhir
Kepada bangsa renta bernama kita
Jombang, 25 Januari 17
Obituari Pagi
Jendela timur menyisakan rongga sebesar wajahmu
Pohon yang mengatur konturnya demikian
Pada sisa hujan semalam
Memberatkan mimpi yang dibangun jejak kata-kata kita
Sementara metahari enggan tumbuh
Seperti rindu yang tampak kurus tak terasuh
Kemudian kutemukan tangis tergeletak dimana-mana
Mengunjungi apapun yang sungkawa
Seluruhnya mengelebat
Membentuk warta-warta yang menyulitkan indra
Lalu berhenti di antara napas yang belum hirup
Endapkan alasan purba
Sedang mata yang menyimpan posturmu; sepet!
Sudutnya teteskan cairan sepi
Yang mengalir kemudian berhenti hidup
Jombang, 2017
*Khoshshol Fairuz adalah penyair muda Jombang, pengisi Rubrik Sastra tebuireng.online, dan mahasiswa STIT UW Jombang.