Oleh: Dian Bagus*

Genap 92 tahun Sumpah Pemuda berlalu. Tak terhitung banyaknya penggalan sejarah tentang peristiwa penting itu telah ditulis dan hingga kini bisa dijadikan referensi. Sumpah Pemuda memang penting dan sangat berharga bagi bangsa Indonesia.

Pada alinea pertama Pembukaan UUD 1945 dikatakan, “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”.

Kalimat di atas merupakan gambaran, bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang anti penjajahan, bangsa yang cinta kemerdekaan, sehingga saat penjajahan Belanda dulu seluruh rakyat Indonesia bergerak dan berjuang untuk mengusir penjajah dari bumi pertiwi ini, termasuk kaum santri yang bergerak dari pesantren masing-masing untuk melawan penjajah.

Jika peringatan hari Sumpah Pemuda sudah memasuki usia 92 tahun, sementara Hari Santri Nasional, baru menginjak tahun kedua sejak pencanangan pertamanya dua tahun lalu. Tanggal 22 Oktober sengaja dipilih, bertepatan dengan tanggal deklarasi maklumat Resolusi Jihad Nahdlatul Ulama (NU) oleh KH Hasyim ‘Asyari. Inilah resolusi yang sangat berpengaruh besar bagi tercapainya kemerdekaan bangsa, terutama karena para pemuda, khususnya kalangan santri pada masanya, sontak tersengat semangat nasionalisme mereka dan kemudian tanpa ragu bergegas ke medan jihad melawan penjajah Belanda.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Itulah sekilas peran besar Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari bagi perjuangan merebut kemerdekaan melalui deklarasi Resolusi Jihadnya, dengan tegas menyatakan, bahwa hukum membela Tanah Air adalah fardhu ‘ain bagi para pejuang, tak terkecuali para pemuda dan para santri.

Bisa timbul pertanyaan, apakah mungkin ada prinsip-prinsip kebangsaan yang sama dalam peringatan Hari Santri Nasional 22 Oktober dan peringatan lahirnya Sumpah Pemuda di tanggal 28 Oktober?

Kesamaan Prinsip Perjuangan

Bila kita cermati, ternyata dalam peringatan Hari Santri Nasional 22 Oktober dan peringatan Sumpah Pemuda 28 Oktober terdapat kesamaan dalam prinsip-prinsip perjuangan di dalamnya.

Peringatan Hari Santri Nasional dan peringatan Sumpah Pemuda sama-sama mengandung nilai dan pesan agar bangsa Indonesia lebih mencintai bangsa sendiri dan merawat bangsa kita sendiri dengan sebaik-baiknya, sehingga dulu bermunculan perlawanan bangsa Indonesia untuk mengusir penjajah, karena Allah pun memerintahkan pada kita agar menjaga keutuhan bangsa dan negara sebagai sebuah kenikmatan yang tinggi nilainya.

Sumpah Pemuda memang selayaknya selalu kita jadikan spirit membangun negeri. KH Ahmad Mustofa Bisri dalam salah satu catatannya saat peringatan Hari Sumpah Pemuda, mengajak pemuda Indonesia dan para santri, untuk senantiasa bangga dengan Indonesia. Sama seperti para Kiai tahun 1927, Gus Mus—begitu beliau biasa disapa, juga mengingatkan bahwa tidak sepatutnya menganggap semua hal yang berasal dari luar, dan bukan berasal dari bangsa kita sendiri itu pasti lebih baik, sehingga membuat kita menjadi bangsa yang minder, menjadi kehilangan kepercayaan diri.

Nasionalisme para Kiai, baik mereka yang berkiprah aktif dalam pergerakan dan perjuangan mencapai kemerdekaan, maupun para Kiai masa kini, tentu layak kita jadikan teladan. Karena bagaimanapun, keyakinan dan rasa percaya diri sebagai bangsa yang besar memang layak terus digelorakan, terutama semangat untuk menjaga persatuan dan kesatuan, yang menjadi pondasi dasar tetap tegaknya NKRI. Dalam hal inilah peran vital dan strategis para Kiai, pemuda dan para santri mesti terus berkesinambungan, tak boleh lekang oleh perputaran zaman.

Peringatan Hari Santri Nasional dan Peringatan Sumpah Pemuda yang sama-sama jatuh di bulan Oktober mengajarkan pada kita semua agar bersedia menerima dan menghargai berbagai perbedaan. Saat perjuangan melawan penjajah Belanda dulu para pemuda Indonesia yang berasal dari berbagai latar belakang yang berbeda sama-sama berjuang melawan Belanda, tanpa melihat berbagai perbedaan latar belakang di antara mereka. Satu sama lain bisa menghargai dan menghormati.

Demikian pula kaum santri tentu juga sudah biasa menghadapi berbagai perbedaan manakala sedang belajar ilmu agama di pesantren masing-masing dengan berbagai kajian mazhab-mazhab yang berbeda. Selain itu, ketika jaman melawan penjajah Belanda dulu, tentu kaum santri dalam berjuang melawan Belanda harus berbaur dengan warga masyarakat lain yang non santri, yang tentu saja ini memerlukan sikap bisa menerima dan menghargai berbagai perbedaan latar belakang di antara mereka.

Semoga peringatan Hari Santri dan peringatan Sumpah Pemuda yang sama-sama jatuh di bulan Oktober bisa memberi semangat tambahan untuk menciptakan persatuan bangsa ini.


*Mahasiswa Universitas Hasyim Asy’ari