Nailia Maghfiroh, Mahasantri Ma’had Aly yang lolos dalam 20 besar finalis Duta Santri Nasional 2018. (Foto: dok Fitri)

Tebuireng.online- Nailia Maghfiroh merupakan Mahasantri Ma’had Aly Hasyim Asy’ari Tebuireng yang terpilih menjadi 20 besar finalis Duta Santri 2018. Setelah mengikuti berbagai tahap seleksi, baik itu penyeleksian berkas dan wawancara online, Mahasantri asal Baron, Nganjuk ini berhasil lolos dan masuk ke-20 besar finalis Duta Santri 2018. Adapun tahap selanjutnya dalam waktu dekat ini adalah karantina dan pembekalan, dilanjut dengan final 20 besar finalis Duta Santri.

Pemilihan Duta Santri Nasional 2018 ini merupakan salah satu acara yang digelar oleh Pengurus Wilayah NU DIY, dalam rangka memperingati Harlah Fatayat NU ke-68. Acara ini merupakan ajang pencarian role model kaum muda Islam dari pesantren seluruh Indonesia. Finalis yang terpilih dalam ajang ini diharapkan siap sedia menjadi agen-agen dalam menyebarkan Islam ASWAJA yang moderat, baik di tingkat Nasional maupun Internasional. Peserta yang disasar dalam ajang ini adalah seluruh santriwan/santriwati perwakilan pondok pesantren di Indonesia.

Dengan kemampuannya yang mahir berbicara Bahasa Arab dan Bahasa Inggris, serta  pengetahuan agama, ASWAJA, dan wawasan kebangasaan yang baik, anak dari pasangan suami-istri Abdullah Sajjad dan Afifatul Bariroh ini, berhasil menjawab berbagai pertanyaan yang dilontarkan oleh juri ketika dalam tes wawancara.

“Lebih baik tertatih-tatih dalam berlari daripada diam dalam rasa aman,” itulah pesan Nailia Maghfiroh, Mahasantri Ma’had Aly semester 4 yang bercita-cita sebagai ulama hadis di masa depan.

Baginya, santri adalah sebuah predikat istimewa yang diberikan kepada seseorang yang pernah menimba ilmu di pondok pesantren. Sebuah lingkungan di mana kader-kader ulama salaf dipersiapkan untuk siap melanjutkan.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

“Menyandang predikat santri merupakan tanggung jawab yang cukup besar. Tanggung jawab untuk mampu meniru kesungguhan, keikhlasan, serta kecintaan para ulama dalam menuntut ilmu. Karena Santri bukan hanya memiliki tanggung jawab untuk menuntut ilmu, namun juga mencintai ilmu itu sendiri. Santri memiliki tanggung jawab untuk memperbaiki lingkungan dimana nantinya dia akan kembali,”

Namun sebelumnya, lanjut perempuan berhijab itu santri juga memiliki tanggung jawab untuk memperbaiki dirinya sendiri. Sebelum nantinya umat datang untuk bertanya tentang apa yang kita miliki dari ilmu Allah. Maka marilah kita gaungkan semangat untuk menghabiskan waktu untuk dan demi Allah.

“Bukan sekadar mencari kebanggaan, namun mengejar keilmuan. Sebab ilmu tidak didapatkan oleh tubuh yang bersantai,” pungkasnya.


Pewarta: Fitrianti Mariam Hakim

Editor/Publisher: Raa