Sumber gambar: https://beforeitsnews.com/

Pernah suatu ketika, Presiden Donald Trump memberikan sebuah perintah eksekutif yang antara lain melarang masuknya warga tujuh negara berpenduduk mayoritas umat Islam ke Amerika Serikat. Hal itu menimbulkan kekhawatiran banyak pihak. Tidak hanya warga AS yang beragama Islam, kebijakan Trump ini juga ditentang banyak pemimpin negara non-muslim.

Kebijakan kontroversial Trump ini juga memantik keingintahuan dunia tentang keberadaan kaum muslimin di negara berjuluk Paman Sam tersebut. Situs Bintang.com yang mengutip Buisness Insider memberitakan, Islam merupakan agama dengan jumlah pemeluk ketiga terbesar di Amerika Serikat.

Bila dipersentase dari data tersebut, jumlah Muslim di sana sekitar satu persen dari total keseluruhan penduduk AS, yang pada 2015 tercatat sekitar 322 juta jiwa. PWC juga memperkirakan, sebelum tahun 2040, Islam akan menjadi agama kedua terbesar di AS setelah Kristen. Masuknya Islam ke AS memang memiliki sejarah yang cukup panjang. Bila melihat keterangan umum yang tertera di situs Wikipedia, sejarah Islam di AS bermula sekitar abad ke-16. Pada abad itulah di mana Estevánico dari Azamor adalah Muslim pertama yang tercatat dalam sejarah Amerika Utara.

Walaupun begitu, pengamat kemunculan Islam di Amerika Utara kebanyakan memandang bahwa kedatangan pertama yang sesungguhnnya orang-orang muslim di Amerika Serikat terjadi pada pertengahan dan akhir abad ke-19. Dan memang pada saat itulah para imigran muslim yang pertama terutama dari Timur Tengah mulai datang ke Amerika Utara dengan maksud untuk memperoleh peruntungan besar ataupun kecil kemudian kembali ke tanah airnya. Migrasi Muslim ke AS ini berlangsung dalam periode yang berbeda, yang sering disebut “gelombang”, sekalipun para ahli tidak selalu sepakat dengan apa yang menyebabkan gelombang ini.

Gelombang pertama. Imigrasi kaum muslim ke negara ini berlangsung pada sekitar tahun 1875, dari wilayah yang saat itu dikenal sebagai Greater Syria (suriah Besar [kini mencakup Suriah sendiri, Libanon, Yordania dan palestina]). Mereka pada umumnya miskin keterampilan dan tidak cukup terdidik, serta sebagian besar petani yang berharap bisa sukses secara finansial di Amerika Serikat untuk pada suatu saat kembali ke tanah air. Tetapi, karena kesempatan kerja terbatas, mereka terpaksa bekerja sebagai buruh di pabrik, pelabuhan, dan lainnya. Sebagian menetap di wilayah Mid-west. Pengelaan mereka menarik minat rekan-rekan mereka yang lain. Arus migrasi ini terus berlangsung sampai pada akhir Perang Dunia I.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Gelombang kedua. Menyusul pada 1920-an untuk kemudian terhenti karena Perang Dunia II. Hukum-hukum imigrasi pada periode ini agak membatasi. Hanya orang yang berkulit hitam atau Kaukasia saja yang boleh masuk ke Amerika Serikat. Orang Arab dianggap tidak termasuk ke dalam dua kategori itu.

Gelombang ketiga. Antara pertengahan 1940-an dan pertengahan 1960-an berlangsung bersamaan dengan terjadinya berbagai perubahan penting di luar Amerika Serikat. Kaum muslim yang masuk AS dalam kategori ini lebih terdidik. Sebagian besar mereka hijrah karena penindasan politik. Kontingen terbesarnya adalah orang Palestina yang terusir dengan didirikannya Israel (1948), orang Mesir yang merasa dirugikan oleh kebijakan nasionalisasi Presiden Gamal Abdul Nasser dan orang Islam Eropa Timur yang mencoba melarikan diri dari akibat perang Dunia II dan pemerintahan Komunis.

Pada saat yang sama, terutama pada 1960-an berbagai perubahan berlangsung dalam kebijakan keimigrasian AS. Pasar kerja makin meluas dan negara ini membutuhkan kaum imigran yang potensial untuk mengisi pos-pos itu. Di sini batasan-batasan etnis atau ras diperlonggar.

Gelombang keempat. Berlangsung sekitar 1967 dan masih berlangsung sampai sekarang. Mereka umumnya sangat terdididk dan fasih berbahasa Inggris. Imigrasi mereka terjadi dengan berbagai alasan seperti untuk peningkatan kemampuan profresional dan menghindari penindasan Pemerintah. Mereka juga ada yang berniat untuk menetap atau mendakwahkan Islam di negara ini.

Menurut Lembaga Survey Pew pada 2007, dua pertiga Muslim di AS adalah keturunan asing. Di antara mereka telah bermigrasi ke AS sejak tahun 1990. Sedangkan sepertiga dari Muslim AS adalah penduduk asli yang beralih ke Islam, dan keturunan Afro-Amerika. Pada 2005, menurut New York Times, lebih banyak lagi orang dari negara-negara Muslim yang menjadi penduduk AS—hampir 96.000—setiap tahun dibanding dua dekade sebelumnya.

Sedangkan menurut Council on American-Islamic Relations (CAIR), jemaah masjid Sunni yang diperuntukkan bagi umum di AS berasal dari latar belakang bangsa yang berbeda: Asia Selatan (33%), Afro Amerika (30%), Arab (25%), Eropa (2,1%), Amerika kulit putih (1,6%), Asia Tenggara (1,3%), Karibia (1,2%), Turki Amerika (1,1%), Iran Amerika (0,7%), dan Hispanik/Latin (0,6%).

Kalau kita lihat menurut Central Intelligence Agency (CIA) Amerika dalam situsnya, jumlah Muslim di AS adalah 1% dari 301.139.947 (perkiraan Juli 2007) penduduk AS, jumlah ini sama dengan jumlah umat Yahudi di AS.


Penulis:            Ananda Prayogi

Editor:            Fara K.

Publisher:        Farha Kamalia

Sumber:           Smith, Janel I. 2005. Islam di Amerika. Yayasan Obor Indonesia: Jakarta.

https://id.wikipedia.org/, https://aceh.tribunnews.com/, https://khazanah.republika.co.id/