sumber ilustrasi: wahanarepublika

Pada momentum lebaran, baik Idul Fitri atau Idul Adha aktivitas yang umum dilakukan adalah saling memaafkan, saling mendoakan, dan berkunjung ke rumah kerabat dan tetangga. Namun, dalam beberapa daerah, terdapat tradisi seperti menjadikan momentum lebaran ini sebagai hari yang dianggap lumrah bahkan menjadi hal yang harus bagi pasangan yang sudah bertunangan untuk bonceng tuangannya ke rumah calon mertua bahkan sebaliknya, baik untuk main atau kalau di Madura disebut ter ater (mengantar) makanan ke pihak perempuan / laki-laki.

Kebiasaan tersebut dalam beberapa tempat dianggap sudah lumrah, bahkan jika tidak melakukan hal demikian dianggap aneh, bisa jadi disangka tidak harmonis atau hubungannya tidak baik-baik saja. Pada fenomena ini, sebenarnya penulis ingin mengomentari respons “keliru” dalam memahami  pertunangan dengan berboncengan di hari lebaran. Hematnya, ini merupakan contoh salah kaprah yang tidak memiliki dasar dalam agama atau dalil yang membenarkan, entah jika itu keukeuh dianggap sebuah budaya suatu tempat tertentu.

Pertunangan dengan berboncengan di hari lebaran sebenarnya tidak ada dalam tradisi Islam atau budaya Indonesia. Islam mengajarkan untuk menjaga batasan-batasan pergaulan antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram (hubungan keluarga yang diharamkan menikah). Prinsip ini ditegaskan dalam konsep aurat yang mengajarkan untuk menjaga kesucian dan kehormatan diri.

Dalam konteks sosial, pertunangan dengan berboncengan di hari lebaran bisa dianggap kurang sopan atau menciptakan kesempatan terjadinya fitnah atau prasangka buruk. Oleh karena itu, sebaiknya kita menghormati norma-norma sosial dan agama yang berlaku dalam masyarakat kita.

Penting untuk memahami bahwa tradisi yang salah atau menyimpang dari ajaran agama dan budaya seharusnya tidak dipertahankan. Sebagai gantinya, kita dapat menghormati tradisi dan budaya yang positif serta sesuai dengan nilai-nilai yang baik dan saling menghormati.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Tak jarang seseorang yang pada hari lebaran tidak bergoncengan dengan tunangannya dianggap tidak berkenan atau hubungannya sedang tidak baik-baik saja. Padahal sebenarnya hal tersebut tidaklah benar, karena hal itu tidak sesuai dengan pilihan individu yang menjalankannya, dan ia sangat menjaga diri dari tindakan yang tidak pantas dilakukan meskipun hal itu menjadi tradisi.

Oleh karena itu, para remaja yang sudah memiliki tunangan di hari Lebaran sebaiknya memperhatikan kembali batasan-batasan dalam Islam,. Karena tujuan dari merayakan Hari Raya Idul Fitri adalah untuk merayakan kemenangan spiritual setelah melalui bulan Ramadan.

Selama bulan tersebut, umat Muslim berusaha meningkatkan ibadah, menahan diri dari makan, minum, dan hal-hal yang diharamkan, serta berfokus pada introspeksi diri, ibadah, dan kebaikan. Hari Raya Idul Fitri adalah saat untuk merayakan pencapaian ini, bukan untuk melakukan hal-hal yang dilarang dalam Islam.

Semoga salah kaprah tradisi ini tidak menjadi peluang bagi pasangan (belum halal) untuk melegalkan hubungan yang sebenarnya adalah harus saling menjaga, bukan malah (seakan-akan) diharuskan oleh adat tertentu untuk melakukannya, jika tidak akan dianggap orang yang menyimpang, padahal syariat tidak pernah mengajarkan hal demikian. Semoga senantiasa kita menjadi golongan hamba yang menang di sisi Allah.

*Ditulis oleh Qurratul Adawiyah, Mahasantri Mahad Aly Hasyim Asy’ari Jombang.