Joko Pinurbo atau yang akrab disapa Jokpin, merupakan penyair kelahiran Sukabumi. Kepenyairannya mulai dikenal saat Ia menerbitkan buku puisi berjudul Celana (1999). Tentu setelah itu banyak sekali karya-karyanya yang popoler dan semakin akrab dengan para pembaca.

Itulah yang kemudian menjadi salah satu sebab Jokpin terpilih menjadi penyair yang diminta berkomentar atau membuat esai kritik atas karya-karya penyair angkatan 45, seperti Chairil Anwar dkk, dalam buku “Berguru Kepada Puisi”.

Bagi Jokpin, Chairil Anwar adalah kekasih dunia perpuisian Indonesia. Menurutnya, Chairil penyair yang namanya paling dikenal, tulisannya paling populer dan lariknya paling sering dikutip. Seperti, “sekali berarti, sudah itu mati”, “mampus kau dikoyak-koyak sepi”, “nasib adalah kesunyian masing-masing”, dan “hidup hanya menunda kekalahan”, dan bahkan banyak lagi yang tidak tertulis dalam buku ini.

Sebenarnya dalam buku kali ini, Jokpin merasa keberatan untuk menulisnya, karena buku ini merupakan permintaan berbagai pihak agar Jokpin mengkritisi atau mengomentari puisi-puisi penyair angkatan 45. Sedangkan baginya salah satu ketidaknyamanan itu adalah memberikan kritik pada karya penulis lain, terutama karya sastra.

“Salah satu ketidaknyamanan yang sampai saat ini belum bisa sepenuhnya saya hindari adalah membuat komentar atau tinjauan mengenai karya penulis lain. Kesibukan semacam itu, sungguh menyita waktu melamun dan menulis saya.” (hal.5)

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Jokpin lebih suka mengapresiasi penulis lain dan karya sastra yang mereka buat, daripada mengkritik atau bahkan disuruh menilai jelek atau bagus sebuah karya. Dengan demikian, esai-esai yang ada dalam buku ini lebih merupakan testimoni subjektif Jokpin dalam rangka belajar, memetik inspirasi, dan “mencuri ide” dari karya penulis lain.

Ada sekitar puluhan puisi dari beberapa penyair populer yang Jokpin bahas. Salah satu esainya –dalam testimoni ini- diberi judul “Chairil yang Baper tapi Keren”. Barangkali benar, penyair-penyair itu sedikit banyak telah menjadikan hati sebagai tinta dalam menulis, sehingga pembaca juga menggunakan hati untuk memahami.

“Aku juga seperti kau, semua berlalu
Aku dan Tuti, + Greet + Amoi… hati terlantar
Cinta adalah bahaya yang lekas jadi pudar.”

Itulah potongan puisi Chairil yang dikupas oleh Jokpin. Sajak itu memberikan pelajaran sederhana bahwa untuk menghasilkan karya yang unggul seorang pengarang tidak harus berbekal gagasan besar dengan tendensi yang besar pula.

“Sampai hari ini, Chairil adalah sebuah inspirasi. Inspirasi tentang bagaimana para pengarang menciptakan karakter bahasa yang menembus dominasi bahasa pejabat, politisi, pengacara, bahkan bahasa preman.” (hal.15)

Itulah mengapa, Jokpin bahkan penulis-penulis lain selalu memberi klu bagi pemula, bahwa bila ingin menulis, menulislah saja. Tanpa perlu disibukkan dengan pikiran baik-buruk, bagus-tidaknya apa yang telah kita tulis. Biarlah penilaian menjadi tugas pembaca. Dan kita, menulis saja.

Untuk menulis, termasuk karya puisi kita perlu kebebasan, tak ada tendensi, dan tanpa perlu menunggu patah hati…

Selamat menunaikan ibadah puisi!


Judul: Berguru Kepada Puisi
Penulis: Joko Pinurbo
Penerbit: Diva Press
Cetakan: I, Desember 2019
Tebal: 191 halaman
Peresensi: Rara Zarary (siswa “Sekolah Membaca” Majalah Tebuireng)