Ilustrasi Gen Z. (sumber: media mahasiswa indonesia)

Oleh: Alfiya Hanafiyah*

Tahun silih berganti, maka generasi baru pun lahir ke dunia dengan membawa perubahan dan tantangan baru. Generasi yang lahir pada rentang tahun 1980-2010 dinamakan Generasi Z atau Gen Z  dan dalam bahasa sehari-hari dikenal sebagai zoomer. Generasi ini lahir menggantikan Generasi Y atau Millenial dan sebelum generasi Alfa. Generasi Z mempunyai ciri-ciri yang berbeda dengan generasi sebelumnya. Menurut penelitian yang dilakukan oleh McKinsey, kita-kita ini lebih melek teknologi, kreatif, menerima perbedaan sekitar, peduli terhadap masalah sosial, dan senang berekspresi baik di dunia realita maupun dunia maya.

“There is no ivory that is not cracked, so nothing is perfect in this world. Seperti pribahasa, tidak ada yang sempurna di dunia ini. Termasuk Generasi Z. Generasi ini bukanlah yang terbaik dari generasi yang ada. Setidaknya ada 3 penyebab Gen Z menjadi generasi yang tidak produktif yang memicu kegagalan dalam menghadapi tantangan kontemporer, diantaranya:

Pertama, FOMO atau Fear of Missing Out. Ini adalah keadaan dimana seseorang merasa cemas jika kehilangan momen atau informasi. FOMO menyebabkan seseorang merasa tertinggal dan berpikir bahwa kehidupan orang lain di media sosial lebih menyenangkan dibanding hidupnya sendiri. Itu sebabnya, mereka berusaha mengikuti tren demi terlihat bahagia dan keren.

Kedua, kecemasan dan tingkat stres yang tinggi. Menurut penelitian yang dilakukan oleh American Psychological Association, stres yang dialami Gen Z disebabkan pandemi, ketidakpastian mengenai masa depan, berita buruk di internet, dan media sosial. Gen Z memiliki ekspektasi yang tinggi terhadap kehidupan pribadi mereka, sehingga jika tidak berjalan sesuai harapan akan memicu timbulnya stres. Tak dipungkiri, media sosial telah menciptakan standar dalam berbagai aspek. Kapan waktu yang tepat untuk lulus, bekerja, menikah, dan mempunyai anak. Bagi yang belum atau gagal mencapainya, hal ini menjadi faktor kecemasan atau anxiety.

Ketiga, mudah mengeluh dan self proclaimed. Meskipun mempunyai kemampuan mencari informasi dari berbagai sumber, kenyataannya Gen Z terlalu cepat menyerap dan mencocokkan informasi dengan yang mereka rasakan. Seperti melabeli diri sebagai pengidap bipolar, membatasi pergaulan karena introvert, dan sebagainya. Gen Z menjadikan ini sebagai hambatan untuk maju. Gen Z juga disebut sebagai generasi strawberry karena terkesan manja dan mudah tertekan.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Lantas bagaimana nasib Gen Z di masa yang akan datang jika tidak memiliki perisai dalam menghadapi tantangan kontemporer?

Sebelum bahas lebih lanjut, perlu kita ketahui bahwa dalam menghadapi tantangan kontemporer dan menyiapkan masa depan yang baik, Gen Z harus memiliki perisai. Perisai yang dimaksud adalah kesiapan diri, kesehatan mental, dan ilmu.

Kesiapan diri dalam konteks ini adalah sikap mampu mengelola rasa kepekaan terhadap lingkungan, kehidupan sosial, mampu menerima perbedaan, dan mampu mengaitkan perkembangan teknologi dengan real life di masyarakat. Artinya, dengan kesiapan diri yang matang, Gen Z mampu menciptakan atmosfer positif di tengah-tengah masyarakat. Sehingga keberadaannya dapat memberikan dampak dan manfaat yang luas.

Selain itu, kesehatan mental juga menjadi point penting sebagai perisai Gen Z dalam menghadapi tantangan kontemporer. Stigma terhadap masalah kesehatan mental juga masih menjadi problem di kalangan Gen Z. Untuk mengatasi tantangan ini, Gen Z perlu melibatkan diri dalam perawatan kesehatan mental secara aktif. Diantaranya dengan menjaga keseimbangan antara waktu online dan offline, menghargai waktu untuk relaksasi, menjaga pola tidur yang sehat, berpartisipasi dalam kegiatan fisik, dan mengembangkan minat dan hobi di luar dunia digital. Hal ini dapat menjadi upaya mengisi waktu agar lebih produktif.

Perisai selanjutnya adalah ilmu. Hanya dengan jalan pendidikan ilmu dapat diraih. Karena semua kebaikan itu lahir dari pendidikan. Selain itu, pendidikan juga dapat memutus rantai kemiskinan. Kemiskinan bukan hanya soal uang, tapi juga moral, intelektual, emosioanl, dan bahkan spiritual.  Hal ini menjadi relate untuk menyongsong kehidupan Gen Z di masa sekarang dan di masa yang akan datang. So, kamu masih mau jadi generasi yang rebahan terus? Yang bener aja, rugi dong!


*Mahasantri Mahad Aly Hasyim Asy’ari Jombang.