sumber ilustrasi: jatimnetwork

 

Oleh: Ma’muri Santoso*

Tidak lama lagi umat muslim akan merayakan Idul Fitri 1443 H. Momentum istimewa yang dapat dimaknai sebagai hari kemenangan bagi setiap muslim setelah sebulan penuh menjalankan ibadah puasa maupun amaliyah lainnya.

Idul Fitri dapat dimaknai sebagai kembali kepada fitrah. Fitrahnya manusia adalah bersih dan suci, sebagaimana bayi yang baru dilahirkan. Ia tidak memiliki dosa. Demikian pula dengan orang yang melaksanakan ibadah puasa atas dasar iman dan mengharapkan pahala serta rahmat Allah SWT.

Sebagaimana Hadits Nabi: Man shama ramadhana imanan wahtisaban ghufira lahu ma taqaddama min dzanbihi. Barang siapa berpuasa penuh di bulan Ramadan dengan penuh keimanan dan mengharapkan pahala dari Allah SWT, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu (HR. Bukhari-Muslim).

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Ramadan merupakan karunia istimewa yang diberikan Allah SWT kepada umat Nabi Muhammad SAW. Tuhan memberikan kemurahan berupa rahmat (kasih sayang), maghfirah (ampunan), serta ‘itqun minannaar (pembebasan dari siksa neraka). Dengan anugerah ini hendaknya seseorang dapat memacu amal ibadahnya, setidaknya dapat lebih meningkat dibandingkan dengan bulan-bulan selain ramadhan.

Namun demikian, seandainya kita belum mampu memacu ibadah secara maksimal, minimal dapat menahan diri dari perbuatan buruk. Sebagaimana makna asal puasa, yakni al imsaak (menahan). Menahan diri dari melakukan segala sesuatu yang membatalkan puasa. Menghindarkan diri dari perkataan dan perbuatan negatif maupun tindakan yang dapat merugikan pihak lain.

Tujuan dari ibadah puasa sendiri adalah untuk membentuk pribadi yang bertakwa. Selama sebulan penuh setiap muslim ditempa jiwanya untuk dapat mengendalikan hawa nafsu. Tidak saja menahan diri dari perilaku yang dilarang agama, melainkan juga terhadap sesuatu yang sebenarnya boleh dilakukan pada hari-hari biasa di luar ramadhan, seperti makan dan minum.

Dengan selesainya Ramadan nanti, diharapkan setiap muslim dapat meneruskan spirit nilai-nilai luhur tersebut dalam kehidupan sehari-hari pasca Ramadan. Energi positif Ramadan yang dapat menjalar dalam diri kita untuk dilanjutkan setelah bulan suci ini usai.

Puasa melatih diri kita untuk dapat mengendalikan hawa nafsu. Dengan merasakan lapar dan dahaga, setidaknya hal tersebut dapat mengetuk kesadaran setiap muslim untuk lebih peduli terhadap nasib sesama. Sebuah kesalehan individu yang mesti berdampak langsung pada kesalehan sosial. Tidak lama lagi bulan suci akan segera berakhir.

Penting kiranya kita menghayati maqalah Habib Abdullah bin Alawy Al Haddad: Kau tak perlu menangis atas kepergian Ramadan, sebab Ramadan pasti akan kembali. Tapi menangislah karena khawatir saat Ramadan kembali, Engkau telah pergi (ke alam baqa).

Semoga kita dapat memanfaatkan waktu di penghujung bulan suci ini dengan sebaik-baiknya dan Allah SWT menerima ibadah kita semua. Kita dapat meneruskan spirit nilai-nilai luhur ramadhan pada bulan-bulan berikutnya. Amin.

*Instruktur Nasional Jatman, santri PP. Al Aqobah dan PP. Tebuireng Jombang.