Sumber foto: “Kajian Tasawwuf & Adab Menurut Imam Al Ghazali (1)”

Oleh: KH. Fawaid Abdullah*

Mukadimah

Sengaja saya mengangkat tema bahasan ini, setidaknya sebagai pengingat dan muhasabah untuk diri saya sendiri, syukur-syukur bagi kita sebagai hamba Allah yang mempunyai predikat Abdullah atau sebagai Hamba Allah dan sebagai Khalifah fi al Ardli atau Pemimpin di muka bumi ini.

Bagaimana menjadi Manusia yang Sesungguhnya? Tulisan ini lebih mengedepankan pada pendekatan Tasawwuf dan Adab. Sengaja saya merujuk pada dua kitab karya Imam Al Ghazali, yaitu Kitab Bidayah al Hidayah, dan selebih nya nantinya saya sedikit menyampaikan menurut Kitab monumental al Ghazali yang lain yaitu Ihya’ ‘Ulumiddin.

Kenapa harus melalui pendekatan Tasawwuf dan Adab?

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Menurut saya untuk menjadi manusia yang sesungguhnya itu, kita sangat butuh kedua Ilmu ini, tasawwuf dan adab menjadi sangat penting untuk dijadikan landasan dan dasar pijakan dalam hidup kita.

Tidak sedikit saat ini, di antara kita ini mengabaikan, bahkan menganggap tidak penting belajar ilmu tasawwuf dan adab itu. Tidak sedikit, saat ini seseorang begitu mudah dan gampang menyalahkan dan meremehkan orang lain, gara-gara hanya berbeda dalam hal furu’iyyah dan beda pemikiran, juga berbeda manhajiyah (metode).

Untuk menjadi manusia yang sesungguhnya, memang tidak cukup hanya mendasarkan kepada Imam Al Ghazali saja, apalagi hanya dengan dua kitab beliau itu, tetapi setidaknya pandangan dan pemikiran al Ghazali perlu kita pahami dan ketahui. Jadi, tulisan saya kali ini lebih spesifik (hanya) menurut pemikiran dan pandangan Hujjatul Islam ini. Selebihnya sebagai penulis, saya akan memberikan catatan-catatan pemikiran pribadi terkait judul yang saya angkat dalam bentuk tulisan pendek dan sederhana ini. Saya yakin, tulisan ini tidak cukup mewakili secara menyuluruh pemikiran Al Ghazali dalam hal tasawwuf dan adab. Setidaknya mudah-mudahan saya bisa tulis sebagian kecil nya saja disini. Semoga bermanfaat.

Pemikiran dan pandangan Al Ghazali yang mendapat gelar Hujjatul Islam dan (bahkan) selalu dijadikan rujukan, khususnya oleh kalangan santri dan pesantren yang berhaluan Ahlussunnah wal Jama’ah an Nahdliyyah.

Menurut Imam al Ghazali dalam Muqaddimah Ihya ‘Ulumiddin, bahwa prinsip dasar dalam Mabadi’ Islam ada dua hal penting, yaitu amal dunia dan amal akhirat.

Hal ini didasarkan pada ayat yang berbunyi:

وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ ۖ وَلَا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا ۖ وَأَحْسِن كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ ۖ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الْأَرْضِ ۖ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ

Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”. (QS al Qashash: 77).

Ada pula hadis dari Baginda Nabi SAW yang berbunyi (terlepas dari kontroversi tingkatan hadis ini):

اعمل لدنياك كأنك تعيش أبداً ، واعمل لآخرتك كأنك تموت غداً

Bekerjalah untuk duniamu, seakan kamu hidup selamanya, dan bekerjalah untuk akhiratmu seakan kamu mati besok.”

Dua dasar pijakan di atas ini, betapa al Ghazali itu memberikan penegasan bahwa hidup manusia itu harus imbang, balance. Di satu sisi manusia itu sebagai hamba Allah yang mempunyai kewajiban-kewajiban beribadah, ini masuk wilayah privat dan akhirat oriented. Sedang di sisi lain, manusia itu sebagai makhluk sosial punya kewajiban-kewajiban keduniaan. Tidak boleh menafikan urusan-urusan keduniaan seperti ekonomi, sosial, politik, dll.

Imam al Ghazali juga menyebut dalam Muqaddimah Ihya’ Ulumiddin ini, bahwa kesempurnaan Akhlak dan belajar adab itu sesuatu yang integral dan tidak boleh terpisahkan, harus menjadi satu kesatuan dalam kehidupan manusia di muka bumi ini.

Dalam Kitab karya yang lain, yaitu Bidayah al Hidayah dalam Muqaddimah-nya, Imam al Ghazali menyampaikan, “Belajar akhlak atau adab itu sangat fundamental dan mendasar sekali, karena agama itu, ya akhlak atau adab itu”.

Maka, kitab Bidayah al Hidayah yang ditulis oleh Imam al Ghazali itu isinya lebih banyak menjelaskan persoalan-persoalan adabiyah, tatakrama, atau akhlak, seperti adab seseorang ketika bangun tidur, adab masuk toilet, adab wudu, mandi, tayammum, keluar masjid, dan lain sebagainya.

Kitab Bidayah al Hidayah karya Imam al Ghazali juga membahas tentang adab tidur, shalat, al Imamah, adab shalat Jum’at, dan adab berpuasa. Selain itu, juga dibahas masalah ma’ashi al qalbi atau maksiat hati, tentang adab berteman, dan mu’asyarah (pergaulan/hubungan) dengan al Khalik (pencipta) dan makhluk.

Hampir semua isi kitab Bidayah al Hidayah itu terdiri dari masalah-masalah yang berkaitan dengan adabiyah. Tidak seperti kitab Ihya’ Ulumiddin yang lebih komprehenshif dan universal membahas masalah-masalah tasawwuf, dan ilmu hikmah di samping ilmu-ilmu lain.

Saya ingin mencoba menulis, setidaknya secara parsial dan umum, ingin masuk membahas bagaimana “menjadi manusia yang sesungguhnya” itu, menurut kedua kitab karya Imam al Ghazali ini dalam tulisan-tulisan selanjutnya secara berseri dan bersambung. Nantikan selanjutnya.


*Santri Tebuireng 1989-1999, Ketua Umum IKAPETE Jawa Timur 2006-2009, saat ini sebagai Pengasuh Pesantren Roudlotut Tholibin Kombangan Bangkalan Madura.


*Disarikan dari Kitab Ihya’ Ulumiddin dan Bidayah al Bidayah karya Imam Abu Hamid Muhammad al Ghazali