Sumber: radarbanjarmasin

Salah satu faktor masuknya nilai-nilai keislaman dalam budaya yang ada di Indonesia ialah disebabkan oleh asimilasi kebudayaan masyarakat nusantara kala itu dengan nilai-nilai Islam yang disebarkan oleh para mubaligh Islam yang lebih dikenal oleh sebutan wali somgo.

Selama ratusan tahun, tradisi yang berkembang di masyarakat dan semula tidak memiliki relasi nilai sedikit pun terhadap ajaran-ajaran agama. Kehadiran wali songo mencoba untuk mengisi peranan agama pada tradisi penduduk setempat. Maka dalam memandang sebuah kegiatan tradisi yang bernilai agama atau kegiatan agama yang diisi tradisi penduduk setempat, terdapat kriteria yang harus dipatuhi bersama antara lain:

Pertama, bila sebuah tradisi yang secara keseluruhannya sudah cocok dengan kehendakan nilai agama yang tertera di Al-Quran dan Hadis, maka budaya itu harus dilestarikan. Kedua, bila budaya yang berlaku di masyarakat tidak sesuai dengan nilai agama maka harus ada upaya untuk dikoreksi, diganti atau bahkan dihapuskan. Ketiga, bila budaya yang berada di tengah masyarakat masih kosong dengan nilai agama, maka sebisa mungkin diisi dan diwarnai oleh nilai-nilai agama tersebut.

Terdapat sebuah tradisi unik yang sebelumnya tidak memiliki nilai agama tetapi telah berhasil disatupadukan dengan nilai Islam. Nama tradisi itu adalah Baayun Maulid Masyrakat Banjar. Mengutip dari buku, Muhammad Iqbal yang berujudul “Bermula dari Cerita Abah, Pemikiran Islam, Politik Islam dan Islam Tradisi”, disebutkan bahwa tradisi baayun maulid sudah ada sejak masuknya Islam di daerah setempat pada awal abad ke-17. Baayun sendiri bukanlah berangkat dari tradisi Islam. Tradisi tersebut diperkirakan berkaitan erat dengan kebiasaan dan kepercayaan masyarakat yang sudah ada sejak lama dan terus dipertahankan.

Tradisi Baayun Maulid akan dilaksanakan saat berpetepatan dengan bulan Rabi’ al-Awwal yang telah diagedakan oleh pemerintah Kabupaten Tapin sebagai kalender wisata religius sejak 1997. Dalam perjalanannya, setiap tahun, jumlah peserta selalu bertambah banyak. Pada 2008 sendiri tradisi tersebut berhasil menorehkan rekor MURI dengan peserta sebanyak 1.557 oramg. Kemudian pada 2011 jumlah peserta yang mengikuti tradisi tersebut mencapai 3.741 orang, 2 kali lipat lebih dari peaksanaan 2008 dan rekor MURI kembali dipecahkan.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Pada praktiknya masyarakat yang mengikuti tradisi Baayun Maulid beraneka macam tujuannya. Seperti wujud syukur kepada Allah karena sembuh dari sakit, atau sekadar meramaikan saja. Tetapi tujuan sebenarnya masyarakat mengikuti tradisi Baayun Maulid, agar senantiasa diberikan kecukupan secara ekonomi, kuat ingatan dalam mempelajari ilmu agama, dilimpahkan kebahagiaan, dan memiliki keteguhan iman.

Praktik Tradisi Baayun Maulid

Dalam pelaksanaan ritual tradisi baayun maulid masyarakat suku Banjar dan Dayak di Pengunungan Meratus, Kalimantan Selatan, melaksanakan kegiatan Baayun (menganyun anak) bukan sekeda menidurkan anak saja. Tetapi tradisi Baayun telah menjadi bagian beberapa ritual dalam proses peralihan dari bayi sampai menjadi anak yanhg sudah mampu untuk tidur sendiri.

Sebelum memasuki pada tahapan pelaksaanan Baayun, bagi seorang bayi terdapat tahapan upacara yang harus dilalui, yakni pada memotong tali pusar, membersihkan dan mengubur tembuni, membisikan adzan serta iqamat, dan mengadakan kesenian seperti bakisah, balamut, atau basyair. Namun, ketiga acara tersebut sudah jarang dilakukan dan saat ini digantintak dengan tadarus al-Quran.

Setelah bagian pusar bayi mengering atau disebut dengan lepasnya tali tangkai pusat, maka diadakan prosesi adat memangku. Untuk diayun, yang biasanya bayi sudah berumur 40 hari, serta diadakan balasan bidan, yakni upacara mengayun anak untuk melepaskan pengaruh magis dari bidan dan memastikan anak itu menjadi anak kedua orang tuannya. Upcara ini juga disebut ritual baayun bidan.

Adapun dalam proses mengayun pada tradisi baayun, terdapa dua bentuk. Yakni, dipukung, yaitu bayi diayun dalam posisi duduk, dan barabah, bayi dalam posisi tidur terlentang di ayunan. Masyaralat setempat meyakini, ritual baayun bagi bagi pada saat maulid, dapat mencegah bayi rewel dan sakit-sakitan, dan juga sebagai bentuk toal bala dari pengaruh-pengaruh jahat.


Ditulis oleh Dimas Setyawan, alumni Ma’had Aly Hasyim Asy’ari