Oleh: Izzatul Mufidati*

Sesungguhnya sebelum kita lahir ke dunia, tauhid sudah tertanam dalam diri kita. Allah Swt. telah membuat perjanjian dengan kita, ketika kita masih berada dalam kandungan dan ruh belum dihembuskan ke dalam jasad. Perjanjian tersebut tidak lain  berisi penyaksian kita bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah Swt.

وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِنْ بَنِي آدَمَ مِنْ ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَىٰ أَنْفُسِهِمْ أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ ۖ قَالُوا بَلَىٰ ۛ شَهِدْنَا ۛ أَنْ تَقُولُوا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هَٰذَا غَافِلِينَ

Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan).” (Q.S Al-A’raf 172)

Allah menjelaskan bahwa setiap keturunan manusia lahir dalam keadaan fitrah (suci), dan mereka telah bersaksi bahwa Allah Swt. adalah penciptanya, Rasulullah saw bersabda, “Setiap anak yang dilahirkan dalam keadaan suci. Maka, kedua orang tuanya yang menjadikan Yahudi, Nasrani, atau Majusi. Sebagaimana binatang itu dilahirkan dengan lengkap, apakah kamu melihat binatang lahir dengan terputus (hidung, telinga, dan sebagainya)? “

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Diriwayatkan dalam Shahih Muslim, dari sahabat Iyadh bin Khimar ia berkata: Rasulullah bersabda bahwa Allah berfirman, “Sesungguhnya Aku menciptakan hamba-hambaku dalam keadaan lurus (dalam beragama), kemudian mereka didatangi setan yang mengalihkan mereka dari agamanya dan mengharamkan apa yang halal bagi mereka.” (Tafsir Ibnu Katsir 500/3)

Selama hidupnya, manusia diuji ketauhidannya dengan berbagai macam ujian, ada yang berupa ujian kemewahan harta benda, tahta atau jabatan, wanita dan sebagainya. Ujian tersebut bertujuan untuk memastikan apakah ia masih ingat akan kesaksiannya, apakah masih berpegang teguh pada keyakinannya dan apakah masih tunduk kepada aturan-aturannya.

Ketauhidan itu tidak hanya berkaitan dengan masalah batiniah, tetapi juga meliputi sikap, perkataan, perbuatan dan tingkah laku. Jika seseorang telah mampu memahami dan menghayati tauhid dengan benar, maka tauhid akan membawanya kepada kebahagiaan lahir maupun batin.

Sebaliknya, jika tauhid dijadikan sebagai landasan teori atau sebagai wacana pemikiran semata, maka yang dihasilkan hanya pemikiran dalam seluk-beluk ketauhidan, sehingga tidak ada pengaruh spiritual apapun dalam dirinya.

Ciri Pribadi Bertauhid

Ciri-ciri manusia dikatakan bertauhid, yaitu pertama, memiliki komitmen utuh kepada Tuhannya. Komitmen tersebut dibangun atas dasar bahwa manusia hidup di dunia ini hanya untuk beribadah dan menghambakan diri kepada Allah Swt.. Sehingga seluruh hidupnya dipersembahkan untuk Allah Swt. semata, dan tidak melakukan perbuatan apapun kecuali yang sesuai dengan aturan-Nya.

Kedua, menolak pedoman hidup yang datang bukan dari Allah Swt.. Ketika seseorang memahami tauhid dengan benar bisa dipastikan bahwa ia akan mengikuti segala aturan yang ditetapkan oleh Allah Swt. Ia yakin bahwa aturan tersebut bisa membimbing manusia ke arah yang lebih baik dan ia akan menolak setiap aturan yang bertentangan dengan ketetapan Allah Swt.

Ketiga, bersifat progresif. Orang yang bertauhid secara benar akan melakukan penilaian terhadap kualitas kehidupannya, adat istiadat dan fahamnya. Selalu intropeksi diri terhadap nilai ibadahnya dan berusaha mempersembahkan yang terbaik di hadapan Allah Swt. Sehingga tidak menyia-nyiakan waktu hidupnya yang sangat singkat ini, kecuali untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt.

Keempat, tujuan hidupnya jelas. Seluruh aktivitas hidupnya selalu berorientasi pada tujuan akhir yaitu mencari ridha Allah Swt. semata.

Kelima, memiliki visi yang jelas. Visi kehidupan yang terjalin harmonis antara manusia dengan Tuhannya, dengan lingkungan hidupnya, dengan sesama manusia dan dengan dirinya sendiri.

Tujuan Tauhid

Tujuan tauhid bukan hanya sekedar untuk diketahui maupun diakui saja, tetapi tauhid mengandung hal-hal yang bermanfaat bagi manusia. Diantaranya; pertama, membimbing manusia ke jalan yang benar, sekaligus mendorong manusia untuk mengerjakan ibadah dengan penuh keikhlasan. Kedua, mengeluarkan jiwa manusia dari kegelapan, kekacauan, dan kegoncangan hidup yang dapat menyesatkan. Ketiga, sebagai sumber dan  motivator perbuatan kebajikan. Keempat, mengantarkan umat manusia kepada kesempurnaan lahir dan batin.

Orientasi tauhid tidak hanya pada hubungan vertikal dengan Allah, tetapi mencakup hubungan horizontal dengan sesama manusia dan selur makhluk. Sehingga nilai-nilai tauhid dapat mewujudkan suatu kehidupan sosial yang etis, adil dan bermartabat. Manusia harus menjaga keseimbangan hubungan tersebut, yaitu hubungan baik kepada Allah dan sesama manusia dan seluruh makhluk.

Jika hanya fokus pada hubungan dengan Allah saja, sementara melupakan hubungan baik dengan makhluk, maka perlu dipertanyakan ketauhidannya. Karena ketauhidan kepada Allah semestinya melahirkan sosok manusia yang bijaksana, berakhlak dan menjadi rahmat bagi lingkungannya.

Wallahua’lam.

*Mahasiswi Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah al Urwatul Wutsqo (STIT-UW) Jombang