ilustrasi belajar

Maqashid asy-syari’ah terdiri dari dua kata, yakni maqashid dan asy-syariah.  Kata pertama atau maqashid adalah bentuk jamak dari bentuk tunggal (mufrad) dari kata maqshid dan maqshad. Secara bahasa berarti tujuan. Setiap aktivitas mukallaf pasti di dalamnya mengandung tujuan. Begitu juga syariah. Syariah menentukan dan menetapkan hukum tidak lain hanyalah supaya mewujudkan kemanfaatan dan kemaslahatan manusia baik urusan dunia maupun akhirat.

Sedangkan makna kata kedua atau asy-syariah secara bahasa adalah agama atau thariqah. Sedangkan makna istilahnya para ulama mendefinisikan sebagai:

وَالشَرِيْعَةُ هِيَ ‌مَا ‌شَرَعَهُ ‌اللهُ تَعَالَى عَلَى لِسَانِ نَبِيْهِ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الدِيَانَةِ وَعَلَى أَلْسِنَةِ الأَنْبِيَاءِ عَلَيْهِمْ السَلَامُ قَبْلَهُ

“Segala sesuatu yang telah ditetapkan oleh Allah kepada hamba-hamba-Nya dari hukum yang telah dibawa Nabi dari para nabi sebelumnya”

Berangkat dari arti di atas, para ulama mempunyai arti maqashid asy-syariah secara istilah yang berbeda. Ibnu Asyur misalnya, beliau mengartikan maqashid asy-syariah sebagai:

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

المَعَانِي وَالحُكْمُ المَلْحُوْظَةُ لِلشَارِعِ فِي جَمِيْعِ أَحْوَالِ التَشْرِيْعِ أَوْ مَعظَمِهَا

Beberapa makna dan hukum penting yang telah ditetapkan oleh Allah dalam mengatur segala aktivitas umat manusia atau sebagian besar kasus undang-undang”

Sedangkan menurut ‘Alal al-Fasi, makna istilah maqashid as-syari’ah adalah:

الغَايَةُ وَالأَسْرَارُ التِي وَضَعَهَا الشَارِعُ عِنْدَ كُلِّ حَكْمِ مِنَ الأَحْكَامِ

“Tujuan atau rahasia Allah yang telah ditetapkan dalam setiap hukum syariat”

Sementara Ar-Raisuni berpendapat, arti maqashid asy-syariah adalah:

الغَايَةُ التِي وَضَعَتْ الشَارِعَةُ لِأَجْلِ تَحْقِيْقِهَا لِمَصَالِحِ العِبَادِ

“Tujuan yang ingin dicapai oleh syariat agar terwujudnya kemaslahatan umat manusia”

Pengertian Mashlahah

Secara bahasa makna maslahat adalah perbaikan. Sedangkan makna secara istilahnya para ulama berbeda pendapat. Misalnya Imam asy-Syathibi yang mengartikan sebagai:

وَأَعْنِي بِالْمَصَالِحِ ‌مَا ‌يَرْجِعُ إِلَى قِيَامِ حَيَاةِ الإِنْسَانِ فِي نَفسِهِ

“Perkara yang menjadi penopang kehidupan manusia”

Sementara, menurut Ibn ‘Asyur mengartikan sebagai:

عَرَّفَ اِبْنُ عَاشُوْرِ ‌المَصْلَحَةُ إِنَّهَا ‌وَصْفٌ ‌لِلْفِعْلِ يَحْصُلُ بِهِ الصَلَاحُ أَيْ النَفْعُ مِنْهُ دَائِماً أَوْ غَالِباً لِلْجُمْهُوْرِ أَوْ الآحَادِ

“Maslahat merupakan sebuah pekerjaan yang bisa mendatangkan kemaslahatan atau kemanfaatan baik selamanya atau hanya pada umumnya, perindivudal atau menyeluruh”

Pembagian Mashlahah

Para ulama menyebutkan bahwa macam-macam maslahah terbagi menjadi tiga bagian penting, yaitu, dharuriyah, hajjiyah, dan tahsiniyyah. Penjelasannya sebagai berikut:

Maslahah ad-Daruriyyat

Maslahah ad-daruriyyat merupakan maslahah yang berkaitan dengan hal-hal pokok dalam kebutuhan hidup manusia, baik kebutuhan secara agama (diniyah) maupun secara dunia (dun-yawiyah). Dengan kata lain, ketika maslahah ini hilang dalam diri manusia, maka kehidupannya akan tersia-sia dan menjadi tidak teratur, serta akan lalai pada beberapa kewajibannya.

Maslahah ini memiliki 5 pokok penting, yang juga diistilahkan dengan maqashid as-syari’ah, yaitu menjaga agama (ad-din), menjaga jiwa (an-nafs), menjaga akal (al-aql), menjaga keturunan (an-nasb), dan menjaga harta (al-mal).

Salah satu contoh dalam konteks menjaga agama, dalam Islam ada istilah perang (jihad). Jika terdapat orang-orang non-muslim mengganggu pada keberlangsungan ibadah umat Islam, maka ini merupakan bagian dari maslahah ad-daruriyah. Karena jika diam tanpa memeranginya juga, maka kewajiban dalam Islam akan terbengkalai.

Salah satu contoh dalam menjaga jiwa (hifzu an-nafs) adalah adanya syariat qishash (hukuman mati) bagi orang-orang yang membunuh dengan sengaja. Contoh dalam konteks menjaga akal (hifzu al-aql) adalah adanya syariat had (hukuman) bagi orang-orang yang meminum khamr (minuman keras). Contoh dalam konteks menjaga keturunan (hifzu an-nasb) adalah adanya hukuman bagi orang-orang yang melakukan zina dan menuduh zina orang lain (qazhaf).

Sedangkan salah satu contoh menjaga harta (hifzu al-mal) adalah adanya hukum haram bagi pencuri harta orang lain dan hukumannya adalah dipotong tangan. Beberapa contoh dan hukuman atas perbuatan mudharat ini merupakan salah satu bukti penerapan maslahah ad-daruriyyah. Tujuannya tidak lain selain untuk menarik manfaat dan menghindari mudharat.

Maslahah al-Hajiyya

Maslahah al-hajiyat merupakan kebutuhan manusia untuk menghilangkan kesulitan saja, artinya jika kebutuhan ini tidak manusia miliki, maka mereka akan kesulitan dan kesusahan, namun tidak mengganggu keberlangsungan hidupnya.

Salah satu contoh dari maslahah yang satu ini adalah adanya akad-akad transaksi (mu’amalah) seperti jual beli, sewa, dan sebagainya, juga dispensasi syariat seperti adanya kebolehan qashar shalat ketika bepergian dan kebolehan men-jamak-nya, kebolehan tidak puasa bagi wanita haid, menyusui, dan sakit di bulan Ramadhan, hilangnya kewajiban shalat bagi wanita haid dan nifas, dan lain-lain.

Semua kebolehan dalam beberapa contoh ini masuk dalam kategori maslahah al-hajiyyat, yaitu kebutuhan manusia untuk menghilangkan kesulitannya, hanya saja tidak berpengaruh pada keberlangsungan hidupnya. Maslahah yang satu ini juga menjadi dalil dan ketetapan dalam syariat untuk memberi kemudahan bagi manusia.

Maslahah at-Tahsina

Maslahah at-tahsinat merupakan pelengkap hidup manusia atau kebutuhan yang tidak sampai pada taraf dharuri (mendesak) ataupun kebutuhan pokok.

Contoh dalam konteks maslahah ini adalah seperti mandi sebelum shalat, menggunakan pakaian-pakaian bagus, berbuat baik, dan lainnya. Semua ini juga menjadi salah satu maslahah yang dijadikan dalil dalam Islam untuk mendukung kesempurnaan hidup manusia, baik dalam beragama maupun bersosial.

Selain tiga maslahah ini, masih ada lagi satu maslahah yang jarang dimasukkan dalam konsep maslahah secara umum oleh para ulama usul fikih, mereka (ulama usul fikih) menjadikannya bab secara khusus, hal ini dikarenakan adanya perbedaan pandangan ulama perihal boleh dan tidaknya menerapkan maslahah yang satu ini.

Maslahah tersebut adalah maslahah mursalah. Muhammad bin Husain al-Jaizani dalam salah satu karyanya mendefinisikan maslahah mursalah sebagai kemaslahatan yang keberadaannya tidak didukung dan tidak ditolak oleh syariat melalui dalil-dalil terperinci.

Mengenai boleh dan tidaknya menggunakan dalil maslahah mursalah para ulama berbeda pendapat. Pendapat pertama mengatakan tidak diperbolehkan, yaitu mayoritas ulama mazhab Syafi’iyah. Sedangkan pendapat kedua memperbolehkan, yaitu ulama kalangan mazhab Malikiyah, Hanafiyah, dan Hanabilah.

Dari beberapa ta’rif yang dipaparkan oleh para ulama di atas, dapat kita simpulkan bahwa yang diinginkan dengan maqashid asy-syariah adalah beberapa makna, hukum dan selainnya yang telah ditetapkan oleh Allah dengan memperhatikan kepentingan umat manusia, baik secara khusus ataupun menyeluruh (universal), dengan tujuan supaya kemaslahatan seluruh umat manusiamenjadi kuat dan kokoh.

Baca Juga: Sisi Maqashid Syariah dalam Kitab Adabul Alim wal Muta’allim


Ditulis oleh Achmad Ghofar Wijayanto