
Perempuan sering kali menjadi korban dalam berbagai bentuk kejahatan, termasuk kekerasan seksual, kekerasan dalam rumah tangga, dan perundungan. Fenomena ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di banyak negara di seluruh dunia. Keberadaan perempuan sebagai korban dalam banyak kejahatan mencerminkan berbagai faktor sosial, budaya, dan struktural yang membentuk dinamika kekerasan terhadap perempuan. Salah satu penyebab utama adalah ketidaksetaraan gender yang masih sangat dominan di banyak masyarakat. Ketika perempuan dipandang sebagai kelompok yang lebih lemah, lebih mudah menjadi sasaran kekerasan, baik fisik maupun psikologis.
Dalam konteks Indonesia, kekerasan seksual menjadi masalah yang sangat serius. Data menunjukkan bahwa kasus kekerasan terhadap perempuan, khususnya kekerasan seksual, terus meningkat dari tahun ke tahun. Terlepas dari berbagai upaya hukum dan kebijakan yang ada untuk melindungi perempuan, banyak perempuan yang masih merasa takut untuk melapor atau bahkan mengungkapkan kejadian yang menimpa mereka. Ini menunjukkan bahwa ada masalah mendalam yang perlu diatasi dalam hal kesadaran, penegakan hukum, dan perubahan paradigma sosial.
Salah satu faktor yang mempengaruhi mengapa perempuan lebih sering menjadi korban adalah struktur sosial yang ada. Di banyak budaya, perempuan ditempatkan dalam posisi yang lebih rendah daripada laki-laki. Hal ini tercermin dalam berbagai aspek kehidupan, mulai dari pekerjaan, akses terhadap pendidikan, hingga hak-hak mereka dalam keluarga. Ketika perempuan dianggap sebagai objek yang lebih lemah atau lebih mudah dikendalikan, mereka menjadi lebih rentan terhadap segala bentuk kekerasan, termasuk kekerasan seksual.
Di banyak masyarakat, peran perempuan seringkali dikaitkan dengan pekerjaan domestik, perawatan anak, dan memenuhi kebutuhan keluarga, yang sering kali membuat mereka tidak memiliki kontrol atas keputusan besar dalam hidup mereka. Ketika seorang perempuan dipandang hanya sebagai “pengurus rumah tangga” atau objek seks, maka kemungkinan dia menjadi korban kekerasan seksual pun semakin besar.
Satu lagi alasan yang tak bisa dipungkiri adalah budaya impunitas yang melingkupi banyak negara, termasuk Indonesia. Sering kali, meskipun banyak kasus kekerasan seksual yang terjadi, korban tidak mendapatkan keadilan yang seharusnya mereka dapatkan. Dalam banyak kasus, perempuan yang menjadi korban justru dipersalahkan atau dipandang sebagai pihak yang “mencari masalah.”
Keadaan ini semakin diperburuk dengan kurangnya pemahaman tentang hak-hak perempuan dan ketidaksiapan sistem peradilan dalam menangani kasus kekerasan seksual. Padahal, menurut hukum, perempuan seharusnya memiliki hak yang setara dengan laki-laki, dan kekerasan dalam bentuk apapun terhadap perempuan seharusnya dianggap sebagai pelanggaran hak asasi manusia.
Namun, yang lebih menyedihkan adalah kenyataan bahwa tidak semua orang memiliki empati atau kesiapan untuk membantu korban kekerasan. Seringkali, perempuan yang menjadi korban merasa terisolasi dan terabaikan, dan tidak banyak yang berani untuk mendukung mereka. Ini disebabkan oleh berbagai faktor, seperti stigma sosial, kurangnya pendidikan tentang kekerasan terhadap perempuan, serta ketidakmampuan sistem untuk memberikan dukungan yang memadai kepada korban.
Dalam banyak kasus, keluarga atau masyarakat sekitar justru tidak memberikan perlindungan, atau bahkan menutup-nutupi kejadian tersebut. Ketakutan akan malu atau stigma yang muncul setelah seseorang menjadi korban kekerasan seksual sering kali membuat banyak orang merasa enggan untuk membantu. Banyak yang menganggap bahwa kejadian tersebut adalah urusan pribadi dan lebih memilih untuk berpura-pura tidak tahu.
Lalu, apa yang harus dilakukan oleh perempuan untuk menghindari kekerasan seksual dan melindungi diri mereka? Pertama-tama, perempuan harus mendapatkan edukasi tentang hak-hak mereka dan bagaimana melindungi diri mereka sendiri. Pengetahuan ini bisa diperoleh dari berbagai sumber, baik itu melalui lembaga pendidikan, organisasi perempuan, maupun media. Pendidikan tentang seksualitas yang sehat dan hak asasi manusia sangat penting untuk memberikan perempuan alat untuk melawan kekerasan. Mereka perlu tahu bahwa mereka berhak untuk menentukan apa yang terjadi pada tubuh mereka, dan tidak ada orang lain yang berhak untuk melanggar batasan tersebut.
Baca juga: Citra Perempuan dalam Media, Menembus Batas Stereotip Menuju Keadilan
Di sisi lain, masyarakat juga harus berperan aktif dalam mengedukasi perempuan dan lingkungan mereka tentang pentingnya perlindungan terhadap perempuan dan bagaimana cara mencegah kekerasan seksual. Dalam hal ini, pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat memiliki tanggung jawab untuk menyediakan layanan yang aman dan mendukung bagi korban, seperti tempat penampungan, bantuan hukum, dan layanan konseling. Masyarakat juga perlu mengubah pandangan mereka tentang peran perempuan dalam kehidupan sosial. Pandangan yang lebih adil dan setara akan memberikan perempuan rasa aman dan percaya diri untuk mengungkapkan kekerasan yang mereka alami tanpa merasa takut akan penolakan atau stigma.
Selain itu, perempuan juga harus belajar untuk mengenali tanda-tanda kekerasan atau situasi berbahaya. Misalnya, mengenali perilaku manipulatif atau kontrol berlebihan dari pasangan atau orang terdekat. Mereka perlu tahu kapan harus berbicara dan mengungkapkan ketidaknyamanan mereka, dan kapan harus melarikan diri dari situasi yang bisa berbahaya. Dalam hal ini, perempuan harus dilatih untuk tidak merasa takut untuk berbicara atau melapor. Setiap perempuan berhak mendapatkan perlindungan dan keadilan, dan tidak ada yang berhak untuk mengintimidasi atau menyakiti mereka. Pendidikan tentang perilaku yang sehat dalam hubungan juga sangat penting untuk mengurangi risiko kekerasan.
Namun, meskipun langkah-langkah pencegahan ini dapat membantu, kenyataannya kekerasan terhadap perempuan masih sering terjadi. Dalam kasus ini, peran lembaga penegak hukum dan sistem peradilan sangat penting untuk memberikan keadilan kepada korban. Polisi dan jaksa harus dilatih untuk menangani kasus kekerasan seksual dengan empati dan keadilan, tanpa memandang siapa pelaku atau siapa korban. Proses hukum harus berjalan transparan dan cepat, agar korban merasa bahwa suara mereka didengar dan mereka mendapatkan perlindungan yang mereka butuhkan.
Lebih jauh lagi, perubahan sistemik yang mendalam diperlukan untuk menciptakan masyarakat yang lebih aman bagi perempuan. Ini termasuk perubahan dalam kebijakan pemerintah, penegakan hukum yang lebih tegas, dan perubahan budaya yang menanggapi kekerasan terhadap perempuan sebagai isu serius yang harus segera diselesaikan. Dalam hal ini, perempuan bukan hanya harus dilindungi, tetapi mereka juga harus diberdayakan agar mereka bisa berbicara dan melawan ketidakadilan yang terjadi.
Untuk menciptakan dunia yang lebih aman bagi perempuan, kita semua, baik laki-laki maupun perempuan, harus bekerja sama. Kita harus mengubah cara kita memandang perempuan, memberikan mereka hak dan kebebasan yang sama, dan memastikan bahwa mereka tidak akan lagi menjadi korban kejahatan, terutama kekerasan seksual. Sebagai masyarakat, kita harus memahami bahwa setiap perempuan berhak mendapatkan rasa aman, kebebasan, dan kesempatan untuk hidup tanpa ketakutan akan kekerasan.
Penulis: Albii