Media massa punya pengaruh yang besar dalam membentuk cara pandang masyarakat, termasuk soal citra dan peran perempuan. Tapi sering kali, alih-alih memperkaya perspektif, media justru malah menebalkan stereotip yang membatasi peran perempuan.
Citra yang dibentuk kadang terlalu jauh dari kenyataan, menambah beban ekspektasi dan membuat banyak perempuan merasa terjebak dalam bayangan yang tak nyata. Padahal, jika saja media lebih bijak, gambaran perempuan yang ditampilkan bisa lebih beragam dan lebih dekat dengan apa yang kita temui dalam kehidupan sehari-hari.
Stereotip Perempuan dalam Media: Terlalu Sederhana dan Membatasi
Stereotip gender cenderung menyederhanakan perempuan hingga hanya soal penampilan atau peran-peran yang serba domestik. Di media, perempuan sering ditampilkan sebagai sosok yang pasif atau hanya memperhatikan fisik, sementara laki-laki digambarkan lebih aktif, berkarier, dan berani mengambil risiko. Dalam iklan televisi, contohnya, perempuan lebih sering tampil sebagai ibu rumah tangga yang mengurus anak dan kebutuhan rumah tangga, sedangkan pria muncul sebagai sosok dominan yang bekerja dan memiliki peran utama.
Jika kita tilik dari ajaran Islam, khususnya di kalangan pesantren, citra perempuan memiliki makna yang lebih mendalam. Seorang perempuan dipandang sebagai sosok yang tak hanya kuat secara lahiriah, tapi juga memiliki kekayaan batin dan kemampuan intelektual yang mampu menopang keluarga, bahkan masyarakat. Di pesantren, para santri perempuan diajarkan untuk berkembang secara holistik: ada ruang untuk pengetahuan, akhlak, dan kepemimpinan, bukan sekadar terbatas pada gambaran-gambaran yang terlalu sederhana.
Pengaruh Stereotip terhadap Kesejahteraan Perempuan
Citra yang berlebihan dan stereotip ini berdampak langsung pada perasaan dan kesejahteraan banyak perempuan. Perempuan yang sering terpapar gambaran-gambaran sempit ini bisa merasa terbebani untuk memenuhi standar yang tak nyata, kadang hingga melupakan keunikan diri mereka. Dampaknya bisa terasa berat: gangguan kepercayaan diri, tekanan batin, hingga masalah kesehatan mental. Banyak remaja perempuan misalnya, yang merasa nilainya hanya diukur dari kecantikan fisik mereka, padahal kelebihan mereka jauh lebih luas dari sekadar penampilan.
Dalam konteks Islam, perempuan dimuliakan bukan karena penampilannya, melainkan karena kualitas batin dan kepeduliannya yang besar. Namun, jika citra yang dibangun media terus mengedepankan fisik, maka banyak perempuan bisa jadi merasa bahwa potensi diri mereka tak cukup atau terabaikan. Di pesantren, para santri didorong untuk melihat diri mereka bukan sebagai ‘pengikut’ belaka, tetapi sebagai penopang kehidupan yang mulia dan independen.
Mengubah Narasi: Tanggung Jawab Media dalam Mencerminkan Keragaman
Media punya peran penting dalam menghadirkan keragaman dan keadilan. Dengan menampilkan perempuan dalam peran-peran yang lebih kaya dan realistis, media bisa memberi inspirasi untuk menghargai perempuan apa adanya – bukan sekadar bentuk luar, tapi kekuatan batin yang mereka miliki. Tidak hanya di ranah domestik, media perlu memberi ruang bagi perempuan untuk muncul sebagai individu mandiri dengan kompleksitas yang nyata.
Di pesantren, suara perempuan sering kali terdengar sebagai suara yang penuh kasih, tetapi juga berwawasan luas. Suara-suara seperti inilah yang penting diberi ruang, baik dari mereka yang berada di perkotaan maupun di pedesaan, dari beragam latar belakang. Dengan begitu, citra perempuan yang lebih inklusif dan adil akan semakin bisa diterima, tak hanya di kalangan pesantren, tapi juga masyarakat luas.
Langkah Kecil Menuju Citra yang Lebih Adil
Mengubah cara pandang masyarakat tak bisa dilakukan dalam waktu singkat. Namun, dengan langkah-langkah kecil yang berkelanjutan, media dapat perlahan meruntuhkan stereotip yang sudah kadung tertanam. Jika media bisa menampilkan perempuan yang mandiri, cerdas, dan berdaya, bukan tak mungkin gambaran ini akan menginspirasi banyak pihak untuk lebih menghargai perempuan sebagai pribadi utuh.
Di sinilah nilai-nilai Islam dan peran media bisa bersinergi. Dengan mendukung gambaran yang realistis dan adil, media dapat menjadi jembatan bagi masyarakat untuk mengenali esensi dan kekayaan batin perempuan, serta mendorong terciptanya masyarakat yang lebih adil dan harmonis.
Oktober, 2024
Penulis: Rukmaniyah, M. Ag.
Pascasarjana Aqidah dan Filsafat Islam UIN Sunan Kalijaga. Kini aktif begiat di Srikandi Lintas Islam (SRILI) Yogyakarta.