ilustrasi sedekah

Dialektika perkara ikhlas memang selalu menarik untuk dibahas. Tak ada satu pun indikator konkret terkait ikhlas atau tidaknya seseorang dalam melakukan suatu amalan selain Allah dan sang pelaku sendiri yang mengetahuinya dengan jelas. Ya, ikhlas memang ibadah qalbu yang sulit untuk dideteksi oleh orang lain, bahkan saudara kandung yang selalu bersama kita sendiri sekalipun tak akan mampu menyadarinya.

Pengertian ikhlas sendiri sudah banyak dikemukakan oleh para ulama dan hampir semuanya memiliki esensi yang sama yaitu melaksanakan amal ibadah hanya mengharap ridha Allah semata. Tak ada hal apa pun selain dari untuk menghamba kepada-Nya.

Persepsi yang lazim kita dengar ‘biar sedikit yang penting ikhlas’ seringkali menjadi kamuflase bagi mereka untuk tidak bersedekah secara layak alias kikir bin pelit. Padahal, dari segi materi ia sungguh orang yang memiliki kelebihan harta. Orang miskin yang bersedekah 10 ribu dengan milyuner yang bersedekah 10 ribu tentu tidak apple to apple. Orang miskin harus menyisihkan penghasilannya terlebih dahulu untuk bisa bersedekah, sedangkan bagi orang kaya lembaran 10 ribu hanya bagaikan recehan yang tak seberapa nilainya.

Bukan bermaksud untuk menyerang, hanya saja menurut kenormalan kurang elok rasanya seorang hartawan yang terpandang hanya mau bersedekah 5 atau 10 ribu padahal normalnya ia mampu bersedekah 50 ribu. Lain halnya jika orang tersebut orang yang serba kekurangan. Padahal, salah satu jihad terbesarnya orang-orang kaya memang dengan hartanya. Jihad yang bermanfaat untuk membantu mengangkat derajat fakir miskin dalam bentuk zakat, infaq, sedekah dan wakaf. Jihad harta inilah yang akan membantu orang-orang kaya nantinya untuk memasuki surga Allah Ta’ala di mana banyak orang yang miskin yang sulit untuk melakukannya. Andai seluruh orang kaya di negeri ini menunaikan zakat dan sedekah insyaallah kemiskinan di negeri ini perlahan-lahan bisa diselesaikan.

Sedekah yang Belum Ikhlas Tetap Bermanfaat

Lazim kita ketahui bahwa syarat utama diterimanya suatu amal itu ikhlas dan ittiba’. Namun, dalam implementasinya kedua hal ini tak serta merta langsung muncul dari dalam diri manusia. Amal saleh yang kita kerjakan tak luput dari godaan setan sehingga bisa bercampur dengan tujuan yang tercela. Contohnya, bersedekah namun menjadi ujub dan riya dengan sedekahnya. Bisa juga dengan beramal namun ujung-ujungnya mengunggah di media sosial, dan lain sebagainya. Hal ini menyebabkan hilangnya pahala dan keikhlasan dalam beramal. Namun bukan berarti gara-gara belum mampu ikhlas malah pensiun dalam beramal. Tetapi seyogyanya tetap terus-menerus beramal sambil berusaha memperdalam ilmu dan memperbaiki niat. Layaknya shalat, ketika kita belum mampu shalat 100% khusyuk, apakah lantas kita berhenti shalat? Logika seperti ini tentu salah besar. Nah, begitu pula dalam perkara sedekah yang belum ikhlas.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Syekh Nawawi Al-Bantani dalam kitabnya Nurul Azh-Zhalam syarah kitab ‘Aqidah Al-’Awwam menyebut ikhlas itu memiliki 3 tingkatan:

Pertama, ikhlas karena dunia bermakna bahwa seseorang beramal hanya untuk tujuan duniawi seperti shalat dhuha demi kelancaran rezeki, sedekah untuk sehat dan terhindar dari bala bencana serta amal lainnya. Kedua, ikhlas karena akhirat berarti beramal sebab takut akan siksa neraka dan menginginkan kenikmatan surga. Terakhir, ikhlas karena Allah merupakan tingkatan ikhlas yang tertinggi karena tak lagi peduli dengan surga atau pun neraka, melainkan beramal hanya semata-mata Allah sebagai Sang Pencipta sedangkan orang tersebut hanya berstatus sebagai seorang hamba yang memang sudah seharusnya ber-ubudiyah kepada-Nya.

Allah berfirman dalam al-Quran:

وَاِذَا مَسَّهُ الۡخَيۡرُ مَنُوۡعًا

“Dan apabila manusia mendapat kebaikan (harta) ia berlaku kikir” (QS. Al-Ma’arij: 21)

Kikir atau pelit sudah menjadi bagian dari diri manusia yang tak terpisahkan. Semakin kaya seseorang maka potensi kikirnya pun semakin tinggi. Orang miskin saja banyak yang pelit apalagi dengan yang kaya. Kenapa demikian? Karena ia merasa yakin bahwa harta yang ia dapatkan berasal dari usaha dan kerja kerasnya sendiri sehingga lupa bahwa ada campur tangan Allah sebagai Sang Pengatur Rezeki.

Kembali ke sedekah tadi, sedekah 10 ribu si tajir tadi pada dasarnya merupakan tipe sedekah yang egois. Ya, sedekah yang ia keluarkan tanpa berpikir panjang dan hanya melihat perspektif pribadinya. Padahal tak akan sia-sia amal seseorang yang bersedekah banyak walaupun belum ikhlas sepenuhnya, karena akan tetap tercatat sebagai sedekah yang bermanfaat. Sebagai contoh ia bersedekah 50 ribu namun kadar keikhlasannya hanya 5 ribu, maka selisih sedekah 45 ribu akan dihitung sebagai pahala sedekah yang bermanfaat dan 5 ribu bernilai pahala sedekah ikhlas. Balasan langsung dari sedekah ini umumnya berupa doa baik dari para malaikat, pihak penerima sedekah sekaligus ucapan terima kasih yang disertai dengan senyum.

Hal ini semua merupakan bentuk kebaikan yang bermanfaat dan tetap bernilai pahala awalaupun belum sepenuhnya ikhlas. Intinya sedekah dalam jumlah banyak yang belum ikhlas tetap baik untuk dilakukan dan tak akan sia-sia nilainya di sisi Allah, sebab pahala yang ia dapatkan dari doa penerima sedekah dan usahanya untuk mencapai ikhlas akan tetap Allah perhitungkan.

Ikhlas Step by Step & Ikhlas by Doing

Mencapai tingkatan bersedekah banyak dan ikhlas karena Allah memang sulit, namun bukanlah perkara yang mustahil. Butuh proses, butuh usaha dan niat yang terus-menerus ditempa. Pada dasarnya ketika mengawali amalan yang sebelumnya belum pernah kita lakukan muncul dari sebuah keterpaksaan seperti saat pertama kali shalat tahajjud, puasa sunnah dan lain-lain.

Keterpaksaan ini terdiri dua hal antara lain keterpaksaan yang disebabkan oleh ancaman atau perintah seseorang (orang tua, guru) dan keterpaksaan yang berasal dari dalam sendiri yang memaksa diri kita untuk beramal. Nah, memaksakan diri untuk beramal seperti bersedekah dengan jumlah lebih maka hal ini merupakan perbuatan yang baik walaupun belum ikhlas. Berawal dari keterpaksaan, lama-kelamaan berubah menjadi kebiasaan, lalu berbuah menjadi kebutuhan hingga berakhir menjadi sebuah kecintaan. Hal inilah yang penulis sebut dengan ikhlas step by step, ikhlas by doing.

Sedekah banyak tapi belum ikhlas itu lebih baik, karena lama-kelamaan keikhlasan tersebut pasti akan muncul dengan sendirinya. Hal ini lebih baik daripada sedekah ikhlas namun nominalnya sedikit. Jika hal ini terus dibiarkan maka sampai ajal menjemput pun sulit rasanya ia akan bersedekah dalam jumlah banyak. Terakhir, ciri utama seseorang yang ikhlas dalam bersedekah yaitu jumlahnya semakin hari semakin meningkat. Orang yang sudah naik level dalam bersedekah ia tak akan lagi memikirkan soal berupa nominal yang sudah ia keluarkan, melainkan seberapa rutin volumenya dalam bersedekah dan seberapa banyak jumlahnya. Mudah-mudahan tulisan ini bisa menjadi pengingat khususnya bagi penulis sendiri dan para pembaca pada umumnya, wallahu a’lam.

Baca Juga: Tiga Langkah Mudah Membuat Hati Ikhlas

Penulis: Muhammad Adib