dok. Mahasiswa Unhasy saat mengikuti pembukaan KKN di halaman kampus.

Oleh: Firda Dwi Lestari*

Perjalanan dan perjuangan mahasiswa harus terus berkobar; hari ini, besok, hingga nanti. Hal ini bisa diupayakan dengan masih eksisnya organisasi-organisasi kemahasiswaan yang terus berkembang dan ikut serta mendukung, membela, dan memperjuangkan kesejahteraan masyarakat. Tentunya, selain berperan menjadi pemuda terpelajar di bidang akademik, mahasiswa adalah  salah satu unsur masyarakat yang memiliki peran menciptakan perubahan di negeri ini. Bergaining position yang dimiliki mahasiswa sebagai agent of change, social control, dan iron stock harus menjadi tombak kesadaran bagi mahasiswa bahwa dirinya memiliki peran penting sebagai penerus bangsa.

Dalam catatan sejarah, mahasiswa memiliki kontribusi besar memperjuangkan rakyat, sampai saat ini mahasiswa menjadi harapan besar dalam perubahan bangsa dan negara menjadi lebih baik. Mahasiswa tak cukup berdiam di ruang kelas, menjadi penjaga kampus, atau menunggu instruksi. Tapi tugasnya adalah mencari dan menemukan ruang-ruang yang bisa mengasah skill dan membuat dirinya lebih aktif dan peka terhadap kehidupan, salah satunya dengan aktif terjun dalam sebuah organisasi. Inilah yang perlu kita sadari bersama.

Lalu bagaimana peran mahasiswa hari ini? Inilah pertanyaan yang harus dijawab pada diri kita sendiri. Sejauh mana kita peka terhadap persoalan bangsa dan negara. Paling tidak hari ini kita sadar bahwa kita punya PR menyelamatkan bangsa dan negara ini dari kebodohan dan ketidakberdayaan. Salah satu hal yang bisa kita lakukan adalah menjadi pemuda yang melek literasi termasuk mampu memfilter informasi dan tidak menjadi pelaku atau korban dari hoaks.

Jika mahasiswa mengalami illiterasi atau cacat literasi maka hal ini tentu menimbulkan kerugian yang menyebabkan tidak baiknya kualitas sumber daya manusia. Hal ini memiliki keterkaitan tentang baik buruk tingkat pendidikan, perekonomian, hingga kesejahteraan masyarakat. Data World Literacy Foundation (September, 2015) menunjukkan Indonesia secara ekonomi diperkirakan merugi sekitar 10,7 milyar dolar disebabkan tingginya tingkat illiterasi. Atas dasar inilah urgensi melek literasi harus terus digaungkan, tidak hanya berakhir pada pemuda, namun seluruh masyarakat di kota hingga pelosok desa.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Seiring berjalannya waktu, saat ini kita sampai pada fase tahap kehidupan manusia yang lebih berkembang, yaitu dengan munculnya society 5.0.  Pertanyaannya adalah apakah kita sudah siap menghadapi era society 5.0 sedangkan sampai hari ini kita masih berkutat dalam ruang maya (media sosial) soal ujaran kebencian, bullying, dan kasus-kasus negatif lainnya? Marilah bertanya pada diri sendiri, apakah kontribusi kita hari ini? apa yang sudah kita berikan untuk bangsa dan negara? paling tidak apakah kita telah bertanggung jawab atas tugas, hak, dan kewajiban diri kita sebagai mahasiswa? tentunya sebagai manusia.

Oleh karena society 5.0 ini lebih dominan pada manusia daripada teknologi, maka penting bagi kita untuk sadar, bangun, dan melangkah mengejar ketertinggalan kita baik dalam pendidikan, ekonomi, dan keterbelakangan pemikiran. Mahasiswa harus (sudah) siap bergerak lebih cepat menghadapi kecepatan zaman (teknologi digital). Mari perkuat membaca, menulis, berdiskusi, dan membangun kekuatan-energi positif dalam menciptakan hal-hal baik dalam kehidupan.

Sejauh ini kita sepakat telah merdeka dari penjajahan negara lain, tapi tidak semua menyadari bahwa saat ini kita masih terjajah secara ideologi. Oleh karena itu penting bagi kita tumbuh menjadi cerdas intelektual, cerdas spiritual, dan cerdas emosional. Saya berani menyebut bahwa hari ini kita sedang bertarung dengan kemajuan dan kecepatan teknologi, sehingga akan sangat merugi bila generasi ini tak acuh pada literasi, tidak melek media, dan menutup diri dari keterbukaan pikiran untuk menerima pengalaman dan pemikiran yang baru.

Ketika jiwa muda sudah tidak lagi peka pada isu kemasyarakat, tak peduli sistem pemerintahan, dan tak sungguh dalam belajar dan berjuang, maka tidak ada lagi harapan yang membuat bangsa optimis mampu mempertahankan kemerdekaan. Namun sebaliknya, jika mahasiswa masih semangat dan terus berjuang, saya pun optimis kemerdekaan secara penuh akan kita genggam dan nikmati selamanya. Mari tentukan, diri kita akan menjadi bagian yang mana; membiarkan atau memperjuangkan?

*Mahasiswa PGSD Unhasy Tebuireng Jombang.