KH. Junaidi Hidayat, Pengasuh Pondok Pesantren Al-Aqobah saat menyampaikan ceramah dalam acara peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW dan tasyakuran wisudawan Ma’had Aly, Kamis (30/11/17), di Masjid Pesantren Tebuireng. (Foto: Sutan AB)

Tebuireng.online- Kamis (30/11/17) merupakan waktu yang telah ditentukan oleh BEM (Badan Eksekutif Mahasantri) Ma’had Aly Hasyim Asy’ari periode 2017/2018 untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW sekaligus melaksanakan agenda tasyakuran para wisudawan-wisudawati Ma’had Aly.

Acara tersebut diadakan di Masjid Pesantren Tebuireng yang dimulai pada pukul 08.00 WIB. Kegiatan itu dibuka dengan penampilan grup Habibul Mushtofa (HM) Ma’had Aly Hasyim Asy’ari. Kemudian dilanjut dengan pembukaan acara oleh Ahmad Tantowi sebagai pembawa acara dan Basofi sebagai qori’.

Dari pihak BEM, M. Syarif Hidayatulloh menyampaikan sambutannya di hadapan hadirin. Menurutnya, acara tersebut merupakan acara kali pertama yang diadakan oleh BEM dan dibarengi dengan tasyakuran wisudawan.

“Acara ini merupakan pertama kalinya yang dibarengi langsung dengan tasyakuran para alumni yang baru ini telah lulus dari Ma’had Aly,” tutur ketua BEM periode 2017/2018 Ma’had Aly.

M. Syarif juga menceritakan kembali secara singkat sejarah adanya tradisi Maulid Nabi Muhammad SAW yang dihubungkan dengan Khalifah Salahuddin Al-Ayyubi yang saat itu merasa bala tentaranya gelisah.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

“Maulid Nabi mulai diadakan oleh Khalifah Salahuddin Al-Ayyubi yang melihat bala tentaranya gelisah, kemudian beliau mendatangkan para ulama untuk mengadakan acara ini yang bertujuan untuk mengembalikan semangat perang jihad fi sabilillah seperti yang telah dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW,” ungkapnya di hadapan para hadirin.

Dilanjutkan dengan sambutan dari pihak alumni putra yang diwakili oleh M. Irham. Dia mengucapkan rasa terima kasih kepada BEM yang telah memberi kesempatan kepada para alumni untuk memberikan waktu yang tepat untuk melaksanakan tasyakuran bersama dengan dilaksanakannya peringatan maulid Nabi Muhammad.

“Semoga apa yang belum tercapai pada diri kita sendiri, bisa tercapai dengan baik,” harapnya dalam sebuah sambutan.

Selain itu, Ida Farida juga menyampaikan bahwa mereka sebagai alumni Ma’had Aly sangat berterima kasih telah mendedikasikan dirinya untuk berjuang di Ma’had Aly hingga usai.

We love you Ma’had Aly,” ungkapnya yang begitu singkat.

Setelah itu, kemudian sambutan dari pihak Ma’had Aly Hasyim Asy’ari yang diwakili langsung oleh Wakil Mudir Bidang Akademik, KH. Ahmad Syakir Ridlwan, L.c., M.HI. Beliau menyampaikan bahwa sebagai umat Nabi Muhammad harus introspeksi terlebih dahulu. “حَاسِبُوْا قَبْلَ أَنْ تُحَاسَبُوْا (introspeksilah kalian terlebih dahulu, sebelum diinstropeksi,” tutur beliau.

Selanjutnya beliau juga mengisyaratkan kepada seluruh mahasantri bahwa yang paling penting adalah salat berjamaah di masjid. Beliau juga memberi pesan yang masih berhubungan dengan salat berjamaah.

“Siapa yang ingin bertambah ilmunya maka semakin dekat dia kepada Allah, dan siapa yang berkurang ilmunya berarti dia masih jauh dari Allah,” ucap beliau. Kemudian acara itu dilanjut dengan pembacaan salawat nabi oleh grup Habibul Mushtofa.

Setelah itu pengajian langsung dibuka oleh KH. Junaidi Hidayat, Pengasuh Pondok Pesantren Al-Aqobah. Beliau menuturkan kepada seluruh mahasantri bahwa jika berada pada kampus, sebenarnya ilmu yang telah didapat tidak sesuai dengan kondisi atau keadaan masyarakat Indonesia saat ini.

“Sebenarnya ilmu yang telah didapat selama kuliah itu banyak yang nganggur. Banyak yang jurusan ekonomi tapi kondisi ekonomi negeri kita masih merosot, banyak yang jurusan pendidikan tapi dalam hal mencari pekerjaan masih susah, banyak yang jurusan pertanian tapi masih banyak ahli pertanian yang nganggur,” tutur beliau.

Sebenarnya Ma’had Aly, lanjut beliau, merupakan rancangan pendidikan yang serupa dengan pendidikan KH. Idris Kamali dulunya dan gambaran MAKK (Madrasah Aliyah Khusus Keagamaan) Salafiyah Syafi’iyah Tebuireng.

“Ma’had Aly, sistemnya sama dengan apa yang telah dididik oleh KH. Idris Kamali yang setiap santri yang diajarnya harus khatam dan hafal 10 kitab, dan sama juga seperti MAKK yang merupakan jurusan baru pada dulunya,” ungkap beliau yang pernah menjabat Kepala Madrasah Aliyah Salafiyah Syafi’iyah Tebuireng itu.

“Seharusnya ilmu yang cocok dan tepat untuk mahasantri adalah ilmu yang langsung handling problem, jadi kita bisa mengerti langsung dengan adanya praktik dan teori dari kitab kuning. Saya umpamakan seperti pondok saya, mereka membahas bab thoharoh, mereka langusng mencari tahu bagaimana air yang bisa digunakan thoharoh dengan baik di lingkungan sekitar pondok.” Pungkas beliau yang kemudian acara tersebut ditutup dengan pembacaan doa oleh KH. Ahmad Syakir Ridlwan.


Pewarta: Mochammad Tajuddin

Editor/Publisher: Rara Zarary