Ilustrasi: tebuirengonline/Ifa

Oleh: Silmi Adawiya*

Melalui Keppres Nomor 294 Tahun 1964, Presiden Soekarno menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada KH. Hasyim Asy’ari, yang mengindikasikan besarnya dedikasi dan kontribusi beliau dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. KH. Hasyim Asy’ari adalah ulama terkemuka yang tidak hanya berperan dalam usaha kemerdekaan Indonesia, tetapi juga mendedikasikan hidupnya untuk kesejahteraan umat, terutama dalam pengembangan ilmu pengetahuan Islam di Indonesia.

Pada masa penjajahan, KH. Hasyim Asy’ari hidup di tengah situasi yang dipenuhi dengan masalah politik dan sosial. Masyarakat pada masa itu berada dalam kondisi kacau, sehingga sulit membedakan antara teman dan musuh. Selain itu, Belanda sering kali memprovokasi perpecahan untuk menghilangkan persatuan dan kesatuan masyarakat saat itu. Melihat situasi tersebut, KH. Hasyim Asy’ari berinisiatif menulis sebuah kitab yang menjelaskan beberapa nilai rekonsiliasi untuk memulihkan kondisi menjadi lebih stabil dan kondusif. Kitab ini diberi nama Kitab at-Tibyān Fī an-Nahyi Muqātaat al-Arhām Wa al-Aqārib Wa al-Ikhwān.

Dalam kitab at-Tibyān tersebut, KH. Hasyim Asy’ari menuliskan sebuah upaya dan usaha beliau dalam merumuskan hukum terkait dengan usaha untuk merekonsiliasi dan mempertahankan nilai-nilai persaudaraan di tengah perbedaan. Pemahaman dan penerapan nilai-nilai rekonsiliasi tersebut menjadi penting ntuk dikaji dan dikembangkan dengan pendekatan yang relevan dengan kondisi saat ini.

Implementasi nilai rekonsiliasi dari perspektif KH. Hasyim Asy’ari dalam Kitab al-Tibyān menjadi topik yang menarik untuk diteliti. Hal ini karena kitab tersebut mampu memberikan jawaban terhadap beberapa kejadian dan fenomena yang terjadi di tengah konflik dan persaingan hidup. Dalil yang diambil dari Al-Qur’an maupun Hadis dalam kitab ini tetap relevan dan dapat diterapkan sesuai dengan berbagai situasi yang terjadi saat ini.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Kitab al-Tibyān merupakan sebuah pedoman yang ditulis oleh KH. Hasyim Asy’ari untuk menjaga keberlangsungan persatuan dan kesatuan di Indonesia. Menurut beliau, melalui konsep silaturahmi, akan tercipta beberapa nilai kasih sayang dan keharmonisan yang menjadi fondasi dan panduan usaha rekonsiliasi. Nilai silaturahmi dapat dijadikan sebagai elemen yang berfungsi untuk menjaga tali persaudaraan dan menghindari perpecahan. 

Adapun konsep silaturahmi yang dimaksud adalah sebuah konsep yang mengandung dua nilai, yaitu nilai persaudaraan dan nilai persatuan-perdamaian. Pertama, nilai persaudaraan dalam silaturahmi ini adalah sebuah nilai yang berasal dari sifat Allah yaitu al-Rahīm.  Kata al- Rahīm dalam kitab al-Tibyān disebutkan berulang kali hingga ada bab yang menguraikan secara spesifik kata al-Rahīm. Menilik salah satu ayat Al-Quran yang digunakan KH. Hasyim Asy’ari sebagai dasar penguat, yakni QS. an-Nisa ayat pertama, yang mana terdapat sebuah penggunaan diksi Arhām yang berasal dari kata Rahima.

Dalam QS. Muhammad ayat dua puluh dua Allah SWT juga secara implisit berfirman menggunakan kata Arhām. Kedua ayat tersebut memuat perintah bagi umat Muslim untuk menjaga hubungan persaudaraan. Lebih lanjut, KH. Hasyim Asy’ari dalam kitab al-Tibyān ini menjelaskan beberapa cara yang dapat digunakan untuk menjaga nilai persaudaraan, yaitu melalui kegiatan silaturahim. Kegiatan ini dianggap sebagai media yang dapat digunakan seorang Muslim sebagai perekat dan jalinan komunikasi antara dua orang yang berlandaskan nilai keagamaan dan kemasyarakatan.

Silaturahim ditinjau dari segi etimologi berasal dari dua kata dalam bahasa Arab, yaitu Ṣilat dan al-Rahīm. Kata Ṣilat secara linguistik bermakna hubungan dan pemberian, sedangkan kata al-Rahīm secara etimologi berarti persaudaraan dan kerabat. Adapaun silaturahim menurut perspektif al-Tibyān adalah usaha menjaga persaudaraan dengan berbagai cara. Silaturahim di sini merupakan manifestasi kasih sayang yang diberikan kepada mahram, yaitu keluarga yang haram dinikahi seperti ayah, ibu, saudara, keponakan, dan kakek nenek.

Silaturahim tidak diwajibkan untuk saudara di luar mahram, artinya kewajiban untuk mengatur dan menjaga perdamaian, keharmonisan, dan kesejahteraan dimulai dari internal keluarga yang termasuk dalam lingkup mahram. Pendapat ini bukan berarti bahwa hubungan yang wajib dijaga hanya hubungan keluarga yang mahram, kemudian tidak mempedulikan lingkungan dan sosial sekitar. Dalam menguatkan keterangan tersebut, KH Hasyim Asy’ari melengkapi dengan kutipan QS ar-Ra’du:21 dan QS al-Balad:17 yang berbunyi sebagai berikut:

وَالَّذِيْنَ يَصِلُوْنَ مَآ اَمَرَ اللّٰهُ بِهٖٓ اَنْ يُّوْصَلَ وَيَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ وَيَخَافُوْنَ سُوْۤءَ الْحِسَابِۗ

“Orang-orang yang menghubungkan apa yang Allah perintahkan untuk disambungkan (seperti silaturahmi), takut kepada Tuhannya, dan takut (pula) pada hisab yang buruk”. (Q.S ar-Ra’du:21)

ثُمَّ كَانَ مِنَ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ وَتَوَاصَوْا بِالْمَرْحَمَةِۗ

“Kemudian, dia juga termasuk orang-orang yang beriman dan saling berpesan untuk bersabar serta saling berpesan untuk berkasih sayang”. (Q.S al-Balad:17)

Dua ayat di atas merupakan dalil yang menegaskan pentingnya silaturahim untuk menjaga kerukunan. Ada banyak manfaat yang bisa didapatkan ketika seseorang melaksanakan silaturahim. Dalam berbagai hadis, disebutkan beberapa faedah yang akan diperoleh seseorang apabila melakukan silaturahim. Sejalan dengan itu, Allah SWT dalam Al-Qur’an dan Nabi Muhammad SAW melalui hadisnya memberikan peringatan kepada orang-orang yang dengan sengaja memutuskan tali silaturahim.

Kedua, nilai persatuan dan perdamaian. Gagasan tentang nilai persatuan dan perdamaian ini sebenarnya tidak terlepas dari nilai persaudaraan, karena dalam proses penerapannya terdapat kesinambungan dan interkoneksi di berbagai aspek. Persatuan dapat dicapai jika seseorang mengambil langkah-langkah menuju perdamaian. Demikian pula, perdamaian akan terwujud jika seseorang melakukan tindakan yang didasarkan pada nilai-nilai persaudaraan. Ketiganya saling terkait dan berhubungan erat, sehingga dalam membentuk usaha rekonsiliasi yang berbasis pada keislaman, diperlukan kolaborasi antara tiga elemen ini.

Baca juga artikel Harlah 125 Tahun Pesantren Tebuireng: 

Tasawuf Syaikh Siti Jenar, dari Hadratussyaikh untuk Tebuireng

Eksistensi Pesantren Tebuireng dalam Lintasan Sejarah Pendidikan Islam

Kaji Topa Gading Rejo Pasuruan, Tuan Tanah Pencinta Hadratussyaikh

Pernyataan KH. Hasyim Asy’ari ini dilatarbelakangi oleh perpecahan yang menjadi akar perselisihan di masa penjajahan. Persatuan dan kesatuan adalah elemen yang harus dijaga secara masif dan dinamis. Artinya, persatuan memerlukan konsistensi dan penyesuaian dengan zaman dan tempat. Beliau sangat menekankan kepada umat Islam agar tidak terjadi perpecahan, karena hal itu adalah sumber kefasikan, dosa besar, dan kerusakan peradaban bangsa.

KH. Hasyim Asy’ari memberikan nasihat untuk tetap bersatu di tengah perbedaan guna menjaga stabilitas perdamaian umat. Kesatuan dan persatuan merupakan fondasi utama dari perdamaian, begitu pula sebaliknya, perdamaian menjadi fondasi utama dari kesatuan dan persatuan. Kesatuan dan persatuan juga merupakan elemen penting yang menjadi kekuatan peradaban masyarakat dalam menghadapi situasi apa pun.

Melalui kitab at-Tibyān yang banyak mengutip ayat-ayat dan hadis, KH. Hasyim Asy’ari menekankan bahwa nilai persatuan harus menjadi orientasi dalam menyelesaikan berbagai permasalahan yang timbul akibat perpecahan. Oleh karena itu, aktualisasi nilai ini sangat mendesak dan diperlukan di era saat ini. Implementasi nilai persatuan dan kesatuan ini dapat dilakukan melalui berbagai pendekatan, termasuk pendekatan sosial, ekonomi, hukum, dan aspek-aspek lainnya.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa konsep silaturahmi KH. Hasyim Asy’ari dalam kitab at-Tibyān adalah gagasan indah yang memasukkan dua nilai, yaitu nilai persaudaraan dan nilai persatuan-perdamaian. Konsep yang digagas oleh beliau menyampaikan pesan moral yang relevansinya dapat dirasakan dalam jangka panjang. Aktualisasi aspek-aspek ini menjadi sangat penting untuk dilakukan guna mewujudkan persatuan dan kesatuan di setiap aspek kehidupan.



*Alumnus Pondok Pesantren Putri Walisongo Cukir Jombang.