Oleh: Mochammad Zarkoni*
Pembahasan tentang Pondok Pesantren Tebuireng tak pernah kekurangan topik, termasuk tentang para alumninya yang telah tersebar di penjuru negeri. Pondok pesantren yang memadukan kurikulum modern dan tradisional ini telah melahirkan banyak tokoh besar tidak hanya dalam penyebaran ilmu agama seperti tokoh kiai, ustadz, guru ataupun dosen, tapi juga para profesional dalam berbagai bidang seperti pejabat publik, pejabat di TNI dan kepolisian, pengusaha sukses ataupun dokter. Bahkan mayoritas kiai pendiri pondok besar di tanah Jawa merupakan santri Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari.
Sudah terlampau banyak tulisan yang membahas tentang para alumni Tebuireng yang namanya masyhur paling tidak di tanah Jawa seperti Kiai As’ad Syamsul Arifin Pendiri Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo Asembagus Situbondo yang merupakan salah satu pahlawan Nasional, Kiai Wahab Hasbullah dan Kiai Bisri Syansuri beliau semua adalah tokoh Kiai yang berperan dalam sejarah awal pendirian Jam’iyyah Nahdlatul Ulama.
Selain para Kiai yang tercatat sebagai pahlawan Nasional, Tebuireng juga melahirkan tokoh ulama di daerah dan kampung yang memiliki pondok, madrasah atau lembaga pendidikan lain dengan puluhan, ratusan atau bahkan ribuan santri serta terlibat secara langsung dalam menciptakan lingkungan yang baik, teratur dan berkemajuan.
Kiprah Pondok Pesantren Tebuireng dengan Kiai Hasyim sebagai pionir sudah terkenal mbarokahi, selalu mencetak santri menjadi pribadi yang selalu berusaha menegakkan syariat agama dan berkiprah di lingkungannya sebagai amirun bi al-ma’ruf dan Naahiyun an al-munkar menjadikan Tebuireng sebagai salah satu lembaga pendidikan rujukan orang tua untuk melanjutkan pendidikan putra-putrinya dengan harapan dapat diraih cita-cita yang membahagiakan di dunia dan menyelamatkan di akhirat.
Kota Pasuruan dan Alumni Tebuireng
Salah satu daerah yang hampir setiap tahun selalu ada santri baru yang berangkat belajar ke Tebuireng adalah kota Pasuruan. Di kota Pasuruan juga telah terdapat banyak alumni yang sukses sebagai Kiai, pedagang, dokter dan lainnya.
Salah satu keluarga alumni Tebuireng di kota Pasuruan adalah keluarga Bani Mustofa. Dalam keluarga besar ini terdapat 8 bersaudara laki-laki dan perempuan. Seorang ayah bernama H. Mustofa dan ibu bernama H. Jamilah. Kaji Topa, begitu orang mengenalnya. Sang tuan tanah kaya raya pada masanya. Pemilik ratusan hektar sawah, ratusan hewan ternak dan usaha selep padi yang sukses.
Dengan modal kekayaan yang dimiliki Kaji Topa berusaha memberikan manfaat kepada lingkungan dengan memberikan kesempatan bekerja untuk sanak saudara ataupun orang lain sebagai buruh tani, buruh nelayan ataupun operator mesin selep. Banyak orang yang mendapatkan manfaat dari “lahan kerja” yang disediakan oleh Kaji Topa khususnya warga Dusun Gading Patian desa Gadingrejo Kota Pasuruan.
Selain berusaha bermanfaat untuk masyarakat sekitar, Kaji Topa selalu berusaha untuk berkhidmat kepada Kiai Romli.
Kiai Romli adalah Kiai masyarakat Gadingrejo yang mewakafkan diri dalam kegiatan mengajar ilmu agama. Kiai Romli berkeliling ke beberapa musholla di desa Gadingrejo. Setiap kali jadwal mengaji di suatu musholla, Kaji Topa selalu mendampingi Kiai Romli dan memenuhi kebutuhan beliau. Kecintaan Kaji Topa kepada ulama tidak hanya ditunjukkan kepada Kiai Romli, kepada Kiai Hamid dan beberapa Kiai kenamaan kota Pasuruan Kaji Topa juga tidak pernah ragu memberikan bantuan baik itu dana ataupun tenaga.
Dalam hal pendidikan putra/putrinya Kaji Topa juga memilih untuk mempercayakannya kepada Kiai dan pondok pesantren. Kaji Topa mengirim putra-putrinya ke Pondok Pesantren Tebuireng mulai dari putri pertamanya hingga putra terakhirnya. Bahkan putri pertama Kaji Topa diangkat sebagai menantu oleh salah satu santri Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari dan termasuk jajaran Masyayikh pengajar di Pondok Tebuireng yaitu Kiai Shobari ini.
Putra-putra beliau belajar di Madrasah Tsanawiyah ataupun Aliyah Pondok Pesantren Tebuireng. Setelah putra putri beliau belajar di pondok pengeluaran Kaji Topa mulai membengkak hingga harus menjual beberapa asetnya baik itu sawah, tanah ataupun hewan ternak. Hal itu karena biaya sekolah dan hidup sehari-hari dari putra-putri ketika di pondok sangat banyak dan bahkan sering berbarengan.
Semangat Kaji Topa memondokkan putra-putrinya tidak pernah terpengaruh dengan keadaan ekonominya. Bahkan ketika harus kehilangan semua aset hartanya. Sawah, hewan ternak semua terjual. Bahkan saat usaha selep (penggilingan padi) yang awalnya jadi sumber utama penghasilannya harus disita oleh bank karena sebagai jaminan hutangnya.
Hingga akhirnya ketika Kaji Topa dinyatakan bangkrut dan pailit, putra terakhir yang masih menempuh pendidikan kelas 2 tingkat Aliyah terpaksa harus boyong (pulang awal) karena tidak ada lagi biaya.
Kehidupan putra-putri Kaji Topa setelah menyelesaikan pendidikan di pondok tidak langsung berjalan lancar. Tagihan utang dari para debitur seperti bank dan koperasi simpan pinjam hampir setiap hari ada. Hingga akhirnya berangsur terselesaikan dengan kegigihan dan ketabahan putra-putri Kaji Topa menyelesaikan masalah demi masalah yang ditemui.
Putra pertama dan kedua Kaji Topa yaitu Bapak alm. KH. Kholil Mustofa dan Bapak Ustadz H. Yusuf Mustofa mendirikan lembaga pendidikan madrasah Diniyah dan memiliki ratusan hingga ribuan santri di desa yang berbeda. Almarhum KH. Kholil Mustofa alumni Pondok Pesantren Tebuireng era kepengasuhan KH. Yusuf Hasyim dan KH. Syansuri Badawi mendirikan Yayasan Pondok Pesantren Bustanul Huda di dusun Kradenan, kelurahan Karangketug, kota Pasuruan. Dusun dan desa yang tidak langsung menerima keberadaan Kiai Kholil. Dusun yang awalnya “sarang” penjudi, pemabok dan pezina.
Seringkali Kiai Kholil menerima teror dari tetangga yang belum bisa menerima adanya syiar ilmu dan hukum Islam di lingkungan dusun Kradenan. Tetapi dengan penuh kesabaran disertai ilmu dan hikmah yang tinggi, Kiai Kholil lambat Laun mulai diterima dan diteladani oleh masyarakat. Satu hal yang menjadi ciri khas dakwah Kiai Kholil adalah sholat tepat waktu dan berjamaah. Kiai Kholil mengajak para santri, wali murid dan masyarakat sekitar untuk mendirikan sholat tepat pada waktunya dan berjamaah.
Kiai Kholil mampu menunjukkan “dakwah bil hal” setiap ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari. Kesabaran, kesantunan dan kepedulian Kiai Kholil terhadap masyarakat Kradenan mampu mengubah citra dusun Kradenan menjadi dusun santri, dusun terpelajar nan religius.
Hingga Kiai Kholil meninggal dunia di tahun 2021, Yayasan Pondok Pesantren Bustanul Huda sudah menaungi lembaga formal terdiri dari Madrasah Ibtidaiyah dan Madrasah Tsanawiyah, informal Raudhatul Athfal dan PAUD serta non formal TPQ dan Madin. Santri yang belajar di Yayasan Pondok Pesantren Bustanul Huda berjumlah lebih dari 2000 santri dengan jumlah alumni yang juga banyak.
Kiai Kholil bukan hanya menjadi panutan santri dan masyarakat Kradenan ataupun karangketug, hampir mayoritas masyarakat Pasuruan mengenal dan menjadikannya sebagai panutan. Sepanjang hidup dan menjalankan dakwahnya, Kiai Kholil selalu menunjukkan penerapan ayat dakwah dengan cara yang santun dan penuh hikmah. Seperti yang disebutkan dalam QS. An-Nahl ayat 125
اُدْعُ اِلٰى سَبِيْلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِيْ هِيَ اَحْسَنُۗ اِنَّ رَبَّكَ هُوَ اَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيْلِهٖ وَهُوَ اَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِيْنَ (١٢٥)
Ajaklah kepada jalan (ajaran) tuhanmu dengan hikmah dan nasihat yang baik, dan berdebatlah (jawablah keraguan) mereka dengan sesuatu (argumen) yang lebih baik. Sesungguhnya tuhanmu lebih mengetahui terhadap orang yang sesat dari jalan (ajaran) Nya dan Dia lebih mengetahui terhadap orang-orang yang dapat hidayah.
Dengan berdasar ayat di atas Kiai Kholil menyampaikan ajaran agama dengan penuh kesabaran dan penuh hikmah.
Putra kedua Kaji Topa Ustadz H. Yusuf, setelah membina keluarga dan tinggal di dusun Patian kelurahan Gadingrejo, ustadz Yusuf dipercaya sebagai ketua RW. Kegiatan dakwah dijalankan dengan bergabung dalam kegiatan TPQ milik alumni Madrasatul Quran Tebuireng Jombang. Posisi RW yang diembannya dimanfaatkan untuk mensyiarkan ajaran agama dengan Amar Ma’ruf Nahi Munkar.
Ustadz Yusuf tidak pernah ragu atau takut menegur dan melarang adanya perjudian, pemabuk atau pezinah di lingkungannya. Sempat ada perlawanan dan tantangan dari beberapa orang yang tidak suka dengan sikap ustadz Yusuf. Tapi ustadz Yusuf mampu menunjukkan bahwa penegakan syariat dan Amar ma’ruf yang dilakukan sebagai upaya untuk membentuk lingkungan yang mutamaddin (berkeadilan, teratur dan aman).
Ustadz Yusuf mendirikan yayasan pendidikan Thoriqul Huda al-mustofa di dusun Patian kelurahan Gadingrejo kota Pasuruan. Bersama dengan istrinya, adik dan para santri senior ustad Yusuf menjalankan kegiatan belajar mengajar di TPQ dan Madin Thoriqul Huda. Kurikulum yang digunakan di Madin Bustanul Huda milik Kiai Kholil dan Madin Thoriqul Huda milik ustadz Yusuf adalah kurikulum Pondok Pesantren Tebuireng dengan pengajian kitab klasik karya ulama salaf, pembelajaran ilmu alat nahwu shorof baik itu dengan sorogan ataupun bandongan. Penekanan nilai-nilai terhadap santri dalam kehidupan sehari-hari yaitu menjaga sholat tepat waktu dan berjamaah, menjaga aurat dan ketaqwaan dimanapun berada.
Metode dakwah yang dilakukan oleh ustadz Yusuf sedikit berbeda dengan yang dilakukan oleh Kiai Kholil walaupun esensinya sama yaitu penyampaian ajaran agama dengan hikmah dan mau’izhoh al-hasanah. Ustadz Yusuf dengan bekal ilmu beladiri yang didapat ketika di pesantren Tebuireng, lebih memilih langsung menegur para pemain judi ataupun pemabok dan menjawab tantangan para penantang yang tidak suka dengan adanya kegiatan Amar ma’ruf Nahi Munkar yang dilakukan.
Walaupun tidak sampai terjadi pertikaian dan perkelahian apa yang dilakukan ustadz Yusuf berhasil menekan dan menyiutkan nyali para penantang dan mulai menerima keberadaan Pondok Pesantren Thoriqul Huda dan kegiatan di dalamnya. Ustadz Yusuf menerapkan hadits Rasulullah Saw tentang metode amar ma’ruf nahi munkar, yaitu;
رسول الله ﷺ يقول: من رأى منكم منكرًا فليغيره بيده، فإن لم يستطع فبلسانه، فإن لم يستطع فبقلبه، وذلك أضعف الإيمان. رواه بخاري ومسلم
Rasulullah Saw., bersabda: barang siapa dari kalian yang melihat kemungkaran maka hendaklah dia merubahnya dengan dengan kekuasaannya, jika dia tidak mampu maka dengan lisannya (ajakan dan larangannya) jika tidak mampu maka dengan hatinya (pengingkaran dan doa) dan hal tersebut adalah paling lemah keimanannya. (HR Bukhori dan Muslim).
Wujud Kecintaan Kaji Topa pada Keilmuan dan Pesantren
Kaji Topa dengan segala upaya menunjukkan kecintaannya kepada ilmu dan ulama. Salah satu upaya yang dilakukan adalah membiayai kegiatan belajar putra-putrinya di Pondok Pesantren Tebuireng dan Wali Songo Cukir Jombang asuhan KH. Adlan Aly, Kiai alumni pondok pesantren Tebuireng yang diasuh langsung oleh Hadhratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari. Dengan penuh keyakinan dan kesungguhan, Kaji Topa tidak pernah ragu menggunakan bahkan menghabiskan semua harta yang dimiliki untuk pembiayaan pondok.
Beliau merubah pola pikir masyarakat pada saat itu yang lebih memilih mencarikan kerja atau memaksa kerja putra-putrinya, dengan adanya pondok pesantren yang didirikan oleh Kiai Kholil dan ustadz Yusuf juga yang telah dicontohkan oleh putra-putrinya yang lain untuk lebih memilih melanjutkan pendidikan atau memondokkan cucu dari Kaji Topa, masyarakat saat ini lebih sadar pendidikan dan melanjutkan pendidikan putra-putrinya ke jenjang selanjutnya baik itu ke dalam pondok pesantren ataupun di sekolah umum.
Bagi orang tua yang memilih melanjutkan pendidikan putra-putrinya ke sekolah umum dengan tetap mengawasi pendidikan agama yang diikuti di madrasah Diniyah Thoriqul Huda ataupun Bustanul Huda. Apa yang dilakukan oleh Kaji Topa berdampak pada keteraturan dan kemajuan masyarakat sekitar lembaga yang didirikan oleh kedua putranya ataupun contoh perilaku yang dicontohkan oleh semua putra-putrinya.
Kaji Topa menerapkan ayat Alquran surat At-Taubah ayat 122,
وما كَانَ الْمُؤْمِنُوْنَ لِيَنْفِرُوْا كَاۤفَّةًۗ فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِّنْهُمْ طَاۤىِٕفَةٌ لِّيَتَفَقَّهُوْا فِى الدِّيْنِ وَلِيُنْذِرُوْا قَوْمَهُمْ اِذَا رَجَعُوْٓا اِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُوْنَࣖ ١٢٢
Yang artinya;
Tidak sepatutnya orang-orang mukmin pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa sebagian dari setiap golongan di antara mereka tidak pergi (tinggal bersama Rasulullah) untuk memperdalam pengetahuan agama mereka dan memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali, agar mereka dapat menjaga dirinya. Qs. At-Taubah: 122.
Kaji Topa menerapkan ayat tersebut dengan mengirim putra-putrinya untuk belajar di pondok pesantren dengan harapan mampu menyampaikan dan mencontohkan ajaran agama di lingkungan masyarakat kelak ketika selesai belajar di pondok. Keinginan Kaji Topa terwujud, semua putra-putrinya dengan bekal agama yang dimiliki mampu bermasyarakat dengan baik dan dijadikan panutan oleh masyarakat.