Tebuireng.online– Pesantren Tebuireng 2 telah menempati hari kelima Pengenalan Lingkungan Sekolah (PLS). PLS yang berlangsung pada (30/6/19 – 6/7/19) memberikan beberapa materi kepada para santri baru dari para narasumber yang dipilih oleh Pesantren Tebuireng 2, Jombok Ngoro Jombang. Seperti halnya pada Kamis (4/7/19), KH. Musta’in Syafi’i yang akrab disapa Kiai Ta’in mengisi PLS di masjid Pesantren Tebuireng 2.
Pada kesempatan itu, Kiai Ta’in memperkenalkan Resolusi Jihad dan Doa. Kiai Ta’in menanamkan semangat juang keagamaan kepada para santri baru. Hal tersebut bertujuan supaya para santri memahami arti perjuangan dalam beragama sekaligus menambah wawasan yang mumpuni mengenai resolusi jihad kepada mereka.
Seperti yang dipaparkan oleh Dosen Pascasarjana Unhasy itu, bahwa materi yang disampaikan bukanlah membahas sejarah, tapi semangat keagamaan santri Tebuireng. Dengan begitu, bukan sekadar pemahaman yang harus dimiliki santri Tebuireng, namun juga pengamalannya yaitu semangat juang tersebut. Pun ketika menengok sejarah yang lalu, ketika pemilihan presiden pertama di Indonesia. Kiai Ta’in menyampaikan bahwa sesungguhnya yang ditunjuk menjadi presiden adalah Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari. Namun, Kiai Hasyim menolak dan menunjuk Bung Karno sebagai presiden pertama Indonesia.
Sejarah tersebut menunjukkan bahwasannya, Kiai Hasyim memiliki andil besar dan sangat dipercaya oleh masyarakat Indonesia. Dipesankan pula pada para santri supaya memiliki semangat juang tidak hanya kepada agama, namun juga negara. Harus menanamkan jiwa nasionalisme sekaligus spiritual yang baik. Begitu juga dengan cerita yang dipaparkan Kiai yang menjadi Mudir Pendidikan Pondok Madrasatul Quran ini mengenai dunia sekolah yang semakin bebas. Menurutnya, sebebas apapun, sekolah tidak akan luput dari aturaan.
“Bebas ya bebas. Tapi tetap ada aturan,” tutur beliau. Baginya. kebebasan bertujuan supaya santri tidak merasa terkekang dan adanya aturan supaya tidak ada semena-mena yang berada di dunia persekolahan. Begitulah kesimpulan atas cerita Kiai Ta’in mengenai sekolah yang semakin bebas.
Resolusi Jihad sendiri, sebenarnya bernama Resolusi Jihad Fi Sabilillah. Berada pada tanggal 22 Oktober. Sehingga, tanggal tersebut diresmikan menjadi Hari Santri. Dengan adanya Resolusi Jihad, Kiai Ta’in kembali memaparkan, “Resolusi Jihad menjadi pemicu, semangat para santri, semangat para pejuang,” tidak hanya itu, kepada para santriwati sejarah RA Kartini juga sempat disinggung, “membaca perjuangan RA Kartini, sama dengan pembela pejuang wanita.” Jadi, baik santriwan maupun santriwati, sudah selayaknya mereka berjuang dan mengabdi kepada negara dan agama.
Di akhir materi, Kiai menawarkan bagi santri baru yang ingin bertanya. Terdapat dua pertanyaan yang keduannya dari santriwati. Satu di antaranya adalah “Kenapa di buku sejarah jarang menceritakan tentang KH. Hasyim Asyari?” kesimpulan jawaban dari Kiai Tain yaitu, karena penulis sejarah pada waktu itu didominasi oleh orang umum. Sebesar apapun peran kiai di pesantren, saat itu tidak ditulis. Bekal-bekal yang diberikan oleh Kiai Ta’in menjadi pemicu langkah kepada para santri, utamanya santri baru untuk melanjutkan perjuangan ulama Indonesia.
Pewarta: Hayah Nisrinaf
Publisher: RZ