Bedah buku “Indonesia Berkhilafah Rekontruksi dan Representasi Hakikat Negara dalam Islam” pada Senin (04/07/2022) di aula lantai 1 gedung Ma’had Aly Hasyim Asy’ari.

Tebuireng-online- Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Dewan Mahasantri (DEMA) Ma’had Aly Hasyim Asy’ari mengundang mahasantri Ma’had Aly Lirboyo, Masruhan Rizki, dalam kegiatan diskusi dan bedah buku “Indonesia Berkhilafah Rekontruksi dan Representasi Hakikat Negara dalam Islam” pada Senin (04/07/2022) di aula lantai 1 gedung Ma’had Aly Hasyim Asy’ari. Tampak hadir jajaran pimpinan dan dosen Ma’had Aly serta segenap mahasantri putra maupun putri.

“Kegiatan ini untuk menguatkan keilmuan mahasantri dan mengembangkan kinerja dari DEMA dalam kualitas keilmuan mahasantri dalam perpaduan hadits dan masalah di era zaman sekarang ini. Dan juga dalam kajian ini membahas tentang fikroh, yang diusung oleh HTI kenapa mereka mencetuskan bahwa khilafah itu sistem tunggal atau sistem baku yang diterapkan dalam politik Islam,” ucap pengantar dari salah satu panitia.

“Kajian ini meliputi Al-Quran, hadits, fikih, dan sedikit sejarah tentang sejarah khilafahnya bukan HTI-nya, karena diskusi ini fokus ke siapa yang mengusung ideologi khilafah sebagai sistem politik,” imbuhnya.

“Seperti yang kita ketahui, rentan waktu gerakan khilafah ini sangat lama sekali dari tahun 2012 sampai 2017 di Indonesia, dan gerakan ini bisa disebut Dauliyah Islamiyah ini muncul yang diprakarsai oleh Taqiyyuddin An Nabhani yang mana beliau yang pertama kali mengkonsepkan sistem kenegaraan yaitu Dauliyah Islamiyah. Konsep ini muncul pertama kali di negara Palestina pada tahun 1953 dan itu justru mendapat pertentangan oleh masyarakatnya sendiri tentang sistemnya, karena bertentangan sistemnya dengan negaranya,” ucap Masruhan Rizki.

Menurutnya, khilafah itu sering didasari dengan ayat al-Quran, seperti surat al-Baqarah ayat 30. “Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, ‘Aku hendak menjadikan khalifah di bumi’.”

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Akan tetapi, lanjutnya, sebelum menggunakan dalil al-Quran yang bersifat qat’iyyah (sudah pasti dan tidak diragukan), di dalam al-Quran itu ada ayat yang muhkamat dan ayat yang mutasyabihat, atau dalam ilmu ushul itu disebut qath’i ad-dhilalah dan dhanni ad-dhilalah. Kalau qath’i dhilalah berarti apa yang tergantung dalam al-Quran itu sudah ter-takhsis dalam pemaknaannya tidak bisa diganggu gugat. Baru yang multitafsir yang bersifat dhanni ad-dhilalah itu bisa menimbulkan banyak persepsi dan banyak tafsiran ulama. Kajian kita itu tidak ada yang bersifat qath’i dhilalah akan tetapi banyak yang dhanni ad-dhilalah.


Pewarta: Ibnu Ubai