sumber gambar: republika

oleh: Dimas Setyawan*

Kitab Ihya Ulumuddin adalah kitab karya Syaikh Imam Abu Hamid al-Ghazali, atau biasa yang dipanggil Imam al-Ghazali. Kitab tersebut menimbulkan pro-kontra sejak dulu, bahkan disaat Imam al-Ghazali masih hidup.

Sebagian ulama Islam meragukan isi dari kitab Ihya Ulumuddin. Keraguan tersebut berangkat dari banyaknya Hadits-Hadis lemah (dhaif), atau palsu bahkan masuk pada kategori tidak ada sama sekali di kitab-kitab Hadis lainnya. Namun terlepas itu, beberapa ulama lain juga menjelaskan hadist dhaif dalam Ihya bukanlah suatu hal yang harus dipermasalahkan.

Salah satunya hal tersebut diungkapkan oleh ulama terkemuka Damaskus, Syaikh Said Ramadhan al-Buthi. Seperti dilansir dari situs nu.or.id menurut Syaikh Said al-Buthi, bahwasanya Imam al-Ghazali mencantumkan hadis-hadis tersebut untuk menjelaskan hal berkaitan dengan keutamaan pengalaman (fadhail al-a’mal), bukan sebagai dalil penetapan hukum syara’.

Abu Bakar al-Thurthusyi menjelas dalam kitab al-Syirbashi, menjelaskan:

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

شَخَنَ أَبُوْ حَامِدٍ (ألاِحْيَاءَ) بِالكِذْبِ عَلى رَسُول الله, فَلَا أَعْلم كِتَابًا عَلى الأَرْضِ أَكْثَرَ

“Bahwasanya, Abu Hamid (al-Ghazali) telah memenuhi kitab Ihya’ dengan hadis-hadis dusta atas Rasulullah Saw. tidak saya temukan kitab di belahan bumi mana pun yang penuh kedustaan melebihi kitab Ihya”.

Bahkan Ibnu Najjar membuat pernyataan bahwa Imam al-Ghazali tidak memiliki guru hadis:

لَم يَكُن لَهُ أُسْتَاذٌ وَلَا طَلَبَ شَيئًا مِنَ الحَدِيْثِ

Imam al-Ghazali tidak punya guru (hadis), dan tidak pernah mencari hadis sedikitpun. Keterangan tersebut bisa dijumpai pada kitab karya Dr. Badawi, di kitab Thabanah halaman 23.

Al-Hafidz Ibnu Jauzi, juga ikut serta mengomentari kita karya Imam Al-Ghazali;

وَذَكَرَ فِي كِتَابِ الِا حْيَاءِ مِنَ الَا حَادِيث الْمَوْ ضُوعَةِ وَمَا لاَ يَصِحُ فِيهِ غَيرُ قَلِيلِ, وَ سَبْبُ ذَلِكَ قِلَّةُ مَعْرِفَتِهَ بِالنَّقْلِ, فَلَيْتَهُ عَرَضَ تِلْكَ اْلَاحَادِيثَ عَلَى مَنْ يَعْرِفٌ, وَإِنَمَا نَقْلُ حَاطِبِ لَيلٍ

Bahwasanya Imam Al-Ghazali menyebutkan pada karyanya hadis-hadis palsu dan tidak benar dalam jumlah yang tidak sedikit. Penyebabnya karena minimnya pengetahuan al-Ghazali tentang ilmu riwayat hadis. Seandainya saja dulu dia menunjukkan hadis-hadis tersebut kepada ulam yang ahli hadis. Ia mengutip hadis seperti orang yang mencari kayu bakar di malam hari.

Atas komentar para ulama tersebut, Imam Al-Ghazali memberanikan diri untuk angkat suara guna mengklarifikasi atas tuduhan para ulama tersebut. Imam Al-Ghazali berkata:

بِضَاعَتِي فِي عِلْمِ الحَدِيثِ مِزْجاَةٌ اَيْ قَلِيلَةٌ

“Pengetahuan saya tentang Hadis memanglah sangat sedikit.” Ungkapan Imam Al-Ghazali tersebut dapat kita temui pada kitab al-Syirbshi halaman 65.

Tetapi dari banyaknya komentar atas karangan Imam Al-Ghazali tersebut, masih terdapat ulama yang membela atas kesalahan kitab Ihya’ Ulumuddin yakni Imam As-Subki. Ia mengakatan bahwa kebanyakan dalam kitab Ihya’ Ulumuddin terdapat riwayat hadis dan atsar yang terdapat dalam kitab-kitab sebelum Ihya’, baik kitab Shufi atau fikih dan tanpa menyembutkan sanad hadis.

Dan sebagian ulama kami telah menekuni takhrij hadis kitab Ihya’ dan tidak ada yang menyelisihi kecuali sedikit saja. Keterangan tersebut dapat kita lihat pada kitab Thabaqt Asy-Syafiiyah Al-Kubra juz 6 halaman 118.

*Mahasantri Mahad Aly Hasyim Asy’ari.