Sumber gambar: https://www.harakatuna.com

Oleh: Seto Galih P*

Di era milenial kita mendapatkan ancaman yang cukup besar, yaitu adanya pemikiran fanatisme antar ras, suku, agama, dan antar golongan atau disingkat dengan SARA. Sebab pemikiran seperti inilah yang dapat memecah belah bangsa. Satu golongan dengan golongan yang lain saling bermusuhan, mencaci maki, menghina, sampai memfitnah. Apalagi sekarang ini kita lagi menghadapi tahun politik, dimana hoaks bertebaran di mana-mana, mengalir bagai air hujan yang tak terbendungkan. Dalam hal ini, kita memahami bahwa fanatisme, dalam KBBI berarti keyakinan (kepercayaan) yang terlalu kuat terhadap ajaran (politik, agama, dan sebagainya).

Sikap fanatik sangat bahaya jika tidak didasari sikap toleransi karena bisa menganggap sesuatu yang salah dianggap benar dan hal yang terbukti benar dianggap salah. Fanatisme berlebihan dapat membutakan seseorang sehingga mereka mulai bertindak abnormal dan menjurus kepada hal-hal yang merugikan dirinya maupun orang lain. Sudah begitu banyak contoh buruk fanatisme berlebihan, yang baru saja terjadi adalah seorang fans di Jepang tega menikam idolanya, alasanya apa? Dia marah sang artis pujaan hati mengembalikan hadiah darinya. Lalu disaat para suporter tim sepak bola mengejar wasit yang dinilai tidak adil sehingga membuat tim kesayangan mereka kalah, bukankah itu juga karena fanatisme yang berlebihan, yang lebih parah, mereka sering terlibat tawuran dengan rival tim kesayanganya, padahal mereka satu hobi, tapi malah berpecah belah.

Apapun objeknya, fanatisme tersebut jika berlebihan, maka tetap akan memberikan dampak negatif kepada mereka yang fanatik maupun lingkungan sekitarnya, tidak terkecuali misalnya yang menjadi objek adalah tokoh ulama. Tidak dapat dipungkiri lagi jika oknum masyarakat kita banyak yang terlalu fanatik kepada tokoh agama yang mereka gemari. Ada seorang ulama yang konon katanya jika kita memasang fotonya di rumah atau di toko maka akan memberikan kemudahan rezeki untuk kita, hingga berbondong-bondonglah masyarakat untuk mencetak dan memajang foto mereka. Bukankah praktik tersebut sama saja dengan memberhalakan mereka? Apakah mereka senang melihat praktik yang demikian? Saya kira mereka justru akan kecewa melihat rakyatnya tersebut.

Bukan fanatisme berlebihan kepada manusia saja yang menyebabkan masalah, fanatik berlebihan kepada benda pun juga mendatangkan kemudharatan, seperti batu yang dianggap memiliki khasiat bermacam-macam, permainan/game yang membuat penggemarnya keranjingan. Untuk game tidak perlu kita mencari contoh yang jauh, dulunya saya menggemari salah satu game terkemuka di Indonesia, siang malam saya memainkanya tanpa kenal waktu dan lelah. Untungnya setelah itu saya jatuh sakit, hingga sakit tersebut saya jadikan peringatan agar tidak kecanduan game online lagi. Bukan kegemaranlah yang merusak kita namunsikap berlebihan yang mendatangkan kerugian, karena sesungguhnya sesuatu yang berlebihan itu memang tidaklah baik.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Jadikanlah kegemaran sebagai sesuatu yang memotivasi kita untuk berkarya dan menjadi lebih baik lagi kedepanya, bukan malah jadi bumerang yang akan balik menyerang kita. Kegemaran sebenarnya adalah potensi yang baik jika kita bisa mengontrolnya.[1]

*Santri Tebuireng, saat ini sedang menempuh pendidikan di MA Salafiyah Syafi’iyah Tebuireng Jombang.


[1] http://ikhsanweb.blogspot.com/2016/07/fanatisme-berlebihan-itu-bahaya.html