sumber gambar: www.google.com

Oleh: Yuniar Indra*

Mimpi basah atau emisi nokturnal lazim terjadi pada laki-laki ketika memasuki usia pubertas sekitar 13 tahun. Pada masa tersebut hormon testosteron mulai diproduksi sebagai pembentuk sperma dalam testis.

Hal itu merupakan respons normal tubuh dan alami terhadap perubahan hormonal. Seperti layaknya wanita yang sedang haid. Namun, mimpi basah tidak memiliki siklus tertentu.

Emisi nokturnal bisa dialami pria beberapa kali dalam seminggu atau sebulan. Sebab terjadinya lebih sering ditengarai oleh mimpi berhubungan seksual. Yang mengakibatkan ereksi pada zakar. Hingga capaian klimaksnya adalah keluarnya air mani atau cairan semen.

Ternyata Emisi nokturnal juga bisa terjadi pada wanita. Tetapi, dengan frekuensi lebih rendah dibanding lelaki. Jika laki-laki mengeluarkan cairan semen, maka berbeda halnya dengan perempuan.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Para peneliti yang sudah mempelajari ejakulasi perempuan dan menemukan bahwa sebenarnya ada dua jenis yang dikeluarkan. Pertama ialah cairan kimiawi mirip urine dan lainnya lagi adalah cairan yang mengandung PSA atau antigen spesifik prostat yang diproduksi oleh kelenjar skene, prostatnya perempuan.

Wanita mengalami orgasme dalam mimpi hanya beberapa kali dalam setahun. Berdasarkan penelitian wanita hanya beberapa kali mengalami mimpi basah dalam setahun.

Nah, permasalahannya apakah mimpi basah dapat mempengaruhi keabsahan puasa jika terjadi pada pertengahan puasa? Karena peristiwa ini tidak memiliki siklus dan tidak dapat dikontrol.

Sebenarnya, keluar mani itu salah satu penyebab batal puasa. Seperti penjelasan Imam Nawawi al-Jawi dalam kitabnya:

(واستمناء) أَي طلب خُرُوج الْمَنِيّ وَهُوَ مُبْطل للصَّوْم مُطلقًا سَوَاء كَانَ بِيَدِهِ أَو بيد حليلته أَو غَيرهمَا بِحَائِل أَو لَا بِشَهْوَة أَو لَا أما إِذا كَانَ الْإِنْزَال من غير طلب خُرُوج الْمَنِيّ فَتَارَة يكون بِمُبَاشَرَة مَا تشتهيه الطباع السليمة أَو لَا فَإِن كَانَ لَا تشتهيه الطباع السليمة كالأمرد الْجَمِيل والعضو المبان فَلَا فطر بالإنزال مُطلقًا سَوَاء كَانَ بِشَهْوَة أَو لَا بِحَائِل أَو لَا وَإِن كَانَ تشتهيه الطباع السليمة فَتَارَة يكون من مَحَارمه وَتارَة لَا فَإِن كَانَ من الْمَحَارِم وَكَانَ بِشَهْوَة وَبِدُون حَائِل أفطر وَإِلَّا فَلَا وَإِن لم يكن من الْمَحَارِم فَإِن كَانَ بِدُونِ حَائِل أفطر سَوَاء كَانَ بِشَهْوَة أَو لَا أما وَإِن كَانَ بِحَائِل وَلَو رَقِيقا جدا فَلَا إفطار وَلَو بِشَهْوَة

Istimna’, yakni berusaha mengeluarkan air mani itu membatalkan puasa. Baik menggunakan tangan sendiri atau pasangannya. Disertai penghalang atau tidak, syahwat atau tidak, hal itu tetap membatalkan puasa.

Adapun, ketika keluar mani itu tidak diusahakan, dengan sebab sentuhan perkara yang secara watak merangsang nafsu atau tidak. Jika sentuhan itu berasal dari yang secara akal tidak merangsang, seperti lelaki yang tampan (amrod) atau anggota tubuh buatan.

Maka tidak batal secara mutlak. Baik syahwat atau tidak, baik ada penghalang atau tidak. Jika sentuhan berasal dari sesuatu yang secara akal merangsang keluarnya mani. Misal, sesama mahram atau lain mahram.

Maka hukumnya diperinci: Jika sentuhan sesama mahram disertai syahwat dan tanpa penghalang, maka membatalkan puasa. Jika tidak ada syahwat dan penghalang, maka tidak batal. Jika sentuhan lain mahram tanpa penghalang, baik disertai syahwat atau tidak, maka membatalkan puasa.

Jika sentuhan lain jenis disertai penghalang yang sangat tipis sekalipun, maka tidak membatalkan puasa, meskipun disertai syahwat. Lalu bagaimanakah hukum keluar mani ketika tidur?

وَلَا يضر نُزُوله فِي النّوم وَيحرم

“Dan keluarnya mani tidak membahayakan ketika tidur, seperti mimpi basah.”

*Mahasantri Mahad Aly Hasyim Asy’ari Tebuireng Jombang.