Ilustrasi introspeksi diri

Oleh: Dhonni Dwi Prasetyo*

Menjadi hamba yang berperangai baik adalah salah satu tujuan hidup di dunia. Bagi seorang muslim, tujuan tersebut bisa digapai dengan perantara takwa kepada Allah SWT. Sehingga dengan menjadi hamba yang berperangai baik dan bertakwa, inSyaAllah seseorang akan mendapatkan kehidupan yang baik lagi mulia di akhirat kelak.

Mungkin telah jamak diketahui oleh umat Islam tentang tanda seseorang dikehendaki menjadi baik oleh Allah SWT. Tandanya ialah seseorang tersebut diberikan nikmat paham (futuh) oleh Allah SWT dalam ilmu agama. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah SAW berikut:

مَنْ يُرِدْ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ 

Artinya: “Barangsiapa dikehendaki kebaikan (menjadi orang yang berperangai baik) oleh Allah SWT, maka Dia (Allah) akan memahamkannya dalam ilmu agama.” (HR. Muttafaq ‘alaih).

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Hadits di atas dijabarkan maknanya oleh Syaikh Abdul Qadir Syaibatul Hamd dalam kitab Fiqh Al-Islam Syarah Bulugh Al-Maram (10/290) sebagai berikut:

من يرد اللَّه به خيرا يفقهه فى الدين: أى من يرد اللَّه هدايته وتوفيقه يشرح صدره للإسلام ويفهمه أحكام الشريعة ويعرفه أسرارها وحِكَمَهَا

Artinya: “Hadits tersebut maknanya, ‘barangsiapa dikehendaki Nya oleh Allah SWT untuk mendapatkan petunjuk dan pertolongan-Nya, maka Allah SWT akan melapangkan hatinya untuk (menerima) Islam dan memahamkannya pada hukum-hukum syariat, dan menjadikannya tahu tentang berbagai rahasia dan hikmah di dalamnya.’”

Terlepas dari tanda seseorang dikehendaki kebaikan oleh Allah SWT. Sebaliknya, tampaknya belum begitu banyak dari kalangan umat Islam yang mengetahui tanda seseorang dikehendaki keburukan oleh Allah SWT. Karena ketidaktahuan ini, bisa jadi seorang muslim atau muslimah merasa enjoy-enjoy saja dalam kehidupannya. Padahal, sebenarnya ia sedang tidak baik-baik saja dalam kehidupannya. 

Mungkin saja dalam kondisi demikian ini, dirinya sedang tidak mendapatkan ridha dan rahmat Allah SWT. Sebab, sejatinya ia sedang ditimpakan keburukan atasnya oleh Allah SWT. 

Hal ini pada dasarnya bisa saja terjadi sebab perbuatan tercela hamba-Nya. Perbuatan tercela seorang hamba, baik maksiat kecil ataupun besar, mengakibatkan kekecewaan Allah SWT kepada dirinya. Kemudian, Allah SWT menghendaki dan menimpakan keburukan kepadanya.

Agar tidak terlena dengan hal ini, penulis merasa umat Islam harus mengetahui tanda seseorang dikehendaki keburukan oleh Allah SWT. Menuqil perkataan seorang saleh yang hidup pada masa Bani Umayyah, Hamid Al-Laffaf, Imam Abu Al-Laits As-Samarqandiy dalam kitab Tanbih Al-Ghafilin, halaman 13, menjelaskan tentang tanda seseorang dikehendaki keburukan oleh Allah SWT sebagai berikut:

وَقَالَ حَامِدٌ اللّفافُ: إِذَا أَرَادَ اللَّهُ هَلَاكَ امْرِئٍ عَاقَبَهُ بِثَلَاثَةِ أَشْيَاءَ، أَوَّلُهَا يَرْزُقُهُ اللَّهُ الْعِلْمَ وَيَمْنَعُهُ عَنْ عَمَلِ الْعُلَمَاءِ، وَالثَّانِي يَرْزُقُهُ صُحْبَةَ الصَّالِحِينَ وَيَمْنَعُهُ عَنْ مَعْرِفَةِ حُقُوقِهِمْ، وَالثَّالِثُ يَفْتَحُ عَلَيْهِ بَابَ الطَّاعَاتِ وَيَمْنَعُهُ مِنْ إِخْلَاصِ الْعَمَلِ. إِنَّمَا يَكُونُ ذَلِكَ لِخُبْثِ نِيَّتِهِ وَسُوءِ سَرِيرَتِهِ لِأَنَّ النِّيَّةَ لَوْ كَانَتْ صَحِيحَةً لَرَزَقَهُ اللَّهُ تَعَالَى مَنْفَعَةَ الْعِلْمِ وَالْإِخْلَاصَ لِلْعَمَلِ وَمَعْرِفَةَ حُرْمَةِ الصَّالِحِينَ.

Artinya: “Hamid Al-Laffaf berkata, ‘ketika Allah SWT menghendaki keburukan bagi seseorang, 3 (tiga) perkara akan menimpanya, yakni: Pertama, Allah SWT memberikan rezeki ilmu kepadanya, akan tetapi orang itu justru enggan beramal; Kedua, Allah SWT memberikan rezeki berteman dengan orang shalih, akan tetapi ia tidak tahu hak orang shalih (kurang ajar) pada mereka; dan Ketiga, Allah SWT memberikan rezeki berupa kemudahan dalam beramal atau beribadah, akan tetapi dia tidak ikhlas dalam menunaikan amal ibadah. Sungguh, semua itu dapat terjadi akibat buruknya niat dan parahnya penyakit hati yang ada dalam dirinya. Karena, andaikan niat (seseorang) itu benar, pastilah Allah SWT menganugerahinya dengan kemanfaatan ilmu, mampu ikhlas dalam beramal, dan mengetahui bagaimana menghormati orang-orang saleh. 

Berdasarkan penjelasan di atas, bila saat ini kita merasa bahwa salah satu, atau bahkan semua, dari ketiga tanda seseorang dikehendaki keburukan (dalam arti menjadi pribadi yang berperangai buruk) oleh Allah SWT ada pada diri kita, kita harus berhati-hati. 

Jangan-jangan apa yang seolah Allah SWT rezekikan kepada kita, entah ilmu, pertemanan dengan orang shalih, maupun kemudahan dalam beribadah yang kita menjadi semakin buruk karenanya, sejatinya adalah ekspresi kekecewaan Allah SWT kepada hamba-Nya. 

Sebagai seorang hamba, kita harus senantiasa berintrospeksi diri setiap harinya. Apakah perbuatan yang kita lakukan dalam keseharian kita diridhai oleh Allah SWT ataukah justru mendatangkan murka-Nya? Dengan gemar berintrospeksi diri, InSyaAllah kita akan menjadi pribadi yang baik dan semakin baik, serta dikehendaki baik oleh Allah SWT dalam kehidupan kita kedepannya. Aamiin. Wallahu a’lam.

Baca Juga: Tiga Pilihan Hidup dan Introspeksi Diri


Referensi: 

As-Samarqandiy, Abu Al-Laits. Tanbih al-Ghafilin. (Link akses: https://app.turath.io/book/10488).

Syaibatul Hamd, Abdul Qadir. Fiqh Al-Islam Syarah Bulugh Al-Maram. (Link akses: https://app.turath.io/book/143640?page=4000).