• Judul: Hidup Apa Adanya
  • Penulis: Kim Suhyun
  • Penerbit: TransMedia Pustaka
  • Cetakan: II, 2020
  • Tebal: 296 halaman
  • Peresensi: Umdatul Fadhilah*

“Tidak merasa dengki terhadap diriku yang biasa-biasa saja. Agar dapat hidup apa adanya, tanpa memikirkan pandangan orang lain.(Buku: Hidup Apa Adanya)

Seperti buku pengembangan diri pada umumnya, Kim Suhyun berhasil menelurkan kata per kata menjadi rangkaian kalimat penuh inspirasi yang melahirkan buku berjudul Hidup Apa Adanya. Buku yang diterjemahkan dari negeri Gingseng tersebut menjadi bestseller di Negara asalnya, Korea Selatan. Dikabarkan pula telah terjual lebih dari 800.000 eksemplar di Korea Selatan dan 700.000 eksemplar di Jepang. Betapa sebuah buku dengan judul sederhana mampu memberi suntikan semangat bagi para pembaca.

“Ilmu kesehatan, hukum, ekonomi, serta teknologi adalah unsur dari kehidupan. Tapi puisi, keindahan, keromantisan, dan cinta adalah tujuan dari kehidupan (sebuah kutipan dari Dead Poets Society)” (halaman 2).

Kadangkala manusia sibuk memikirkan penilaian orang, sampai standar tinggi jadi pilihan. Bersekolah di tempat favorit, selalu juara di bidang akademik, tembus perguruan tinggi favorit, tembus perusahaan bonafide, menikah diusia ideal, menjadi salah satu jalan dapat diakui di masyarakat. Hingga tak jarang membuat stres dan penuh beban terhadap diri sendiri. Padahal setiap insan punya porsinya.

“Sebuah kepercayaan yang tidak akan menertawakan kekurangan kita. Menjadi seseorang yang bisa dipercaya dan memercayai seseorang. Itu adalah obat penenang paling ampuh dan kebahagiaan sesungguhnya yang tidak terlihat oleh kasat mata.” (halaman 179-180)

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Tidak semua orang mau memahami, apa yang dilakukan orang baik, belum tentu demikian di mata yang lain. Setiap orang punya kacamata sudut pandang. Bukankah tidak berhak menilai seseorang hanya dari sampulnya?

“Cara terbaik untuk menyembuhkan luka adalah selalu berusaha menjadi sembuh setiap harinya.” (halaman 201)

Tidak bisa mencegah orang untuk tidak menyakiti kita, namun kita bisa mengendalikan hati dalam menyikapi hal tersebut. Menjadi baik bukan berarti lemah, bukan berarti naif. Tidak mengapa, meski tidak ada yang menyadari, tetaplah menjadi baik.

“Sekarang yang dibutuhkan oleh kita ada dua hal. Pertama, tidak memasang antena atau bahkan ikut campur dalam urusan hidup orang lain. Sebenarnya masalah ini lebih ditujukan pada bagaimana mengontrol perasaan kita sendiri. Satunya lagi adalah tidak bersikap terlalu sensitive terhadap reaksi masyarakat. Hargai saja cara hidup dan cara berpikir masing-masing orang, lalu belajarlah untuk hidup bersama dengan baik. Aku juga belum sempurna, tapi aku masih terus berlatih.” (halaman 153).

Pada intinya Kim Suhyun memberi nasihat sederhana dan realistis untuk menjalani hidup yang lebih bahagia. Hiduplah dengan baik, tidak perlu terlalu sulit dalam berpikir. Bekerjalah yang sungguh-sungguh, jalin komunikasi dengan orang-orang yang dicintai, makanlah dengan nyaman. Bacalah buku yang disukai. Buatlah hari-hari indah dengan kehangatan sinar mentari yang dengan setia menyambut setiap pagi.

*Mahasiswa Unhasy Jombang.