sebuah ilustrasi: tangisan

Oleh: Wannur Laila Putri*

Malam yang sunyi ditambah sejuknya hawa yang merasuk hingga ke tulang gadis berkerudung merah yang tengah berdiri di depan kamar dan sesekali sambil mengaji. Namanya adalah Khalisa Aiza Nadhira. Seorang santri putri yang sedang dimabuk asmara karena cintanya pada santri putra yang dia inginkan terbalas dengan cinta yang sama. Pertemuan tanpa di sengaja membuat mereka akhirnya resmi berpacaran.

Jam menunjukkan pukul 12:00 tapi Nadhira masih berdiri dan sesekali tersipu malu entah apa yang sedang dirasakan tapi tampaknya Nadhira sedang sangat bahagia. Saat sedang mengaji Zahra terus tersenyum dan sesekali terdengar suara tertawa hingga membuat wita keheranan dengan tingkah laku temannya yang tak seperti biasanya. Tiba tiba saat Nadhira melamun Wita dengan sengaja menyenggol bahunya.

“heh kenapa ketawa terus, aneh banget kamu, Ra,” tanya Wita.

“lagi kasmaran ya kamu,” lanjut Wita. Tanpa diduga Nadhira langsung memandang dan bercerita dengan histeris kepada Wita tentang apa yang dirasa.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

“sumpah Wit, aku habis ditembak sama mas pondok putra, kamu tau kan mas Ahmad Aqil, ketua pondok kita?” tanya Witaw

“nggak tau,” jawab wita dengan malas.

“jadi kamu sekrang pacaran ?” tanyanya.

“iya dong apalagi masnya ketua pondok, alim, pinter, ganteng, udah wisuda bilghoib lagi,” ucap Nadhira sambil senyum senyum karna bangga.

“halah, orang alim kok pacaran, kalau alim mah gak pacaran say, boro boro pacaran natap perempuan aja nggak berani, ini malah ngajak pacaran. Halah bulshit itu mah. Lagian dia juga udah khatam tapi kok pacaran, nggak di amalin apa yang dia hafal?” jawab Wita ketus.

“is apaan sih Wit, ya biarin lah, kita lo pacarannya biasa biasa aja, nggak yang kayak orang orang sampek bucin akut,” ucap Nadhira.

“halah sama aja, meskipun nggak sayang sayangan juga kan tetep mendekati zina, hati hati lo kamu, doanya ayah tiap ngaji itu mustajab biasanya,” jawab wita sambil memberi penegasan.

Kemudia Wita pun pergi meninggalkan Nadhira yang masih senyum senyum tidak jelas. Dan tak lama pun nadhira mengikuti langkah wita untuk masuk ke kamar dan beristirahat.

Kringgggg…… kriiiiiiiiiiiiiiiing…….(bel amalan pun berbuyi)

Setelah sholat subuh biasanya para santri mengikuti kegiatan alamiyah baca yasin dan ya latif di depan kamar. Ketika bel berbunyi Nadhira dan Wita pun terbangun dan langsung keluar kamar untuk mengikuti kegiatan amaliyah tersebut. Nadhira mengikuti amalan itu sambil mengantuk.

“makanya jangan leptopan terus tiap malem, ngantukkan jadinya,” ucap Wita menyenggol.

“lah iya mentang-mentang sekarang punya pacar, bucin terus tiap malem sampek gak pernah asing sama ngaji kayak gak pernah nangis aja pas hafalannya gak lancar,” Dina menimpali.

“Apasih guys, kalian kok udah rame aja pagi pagi…” sewot Nadhira

“ya gini memang benar, orang yang susah menerima nasehat salah satunya adalah orang yang sedang jartuh cinta,” ucap Wita

“lah iya, soal e hatinya buta oleh cinta, makanya susah nerima nasehat yang baik baik,” Dina masih bersikeras mengejek Nadhira.

“apa sih guys, terserah aku dong kan aku yang pacaran, kok komen sih,” ucap Nadhira tak senang. Seketika Nadhira pun pergi meninggalkan Wita dan Dina tanpa berbicara sedikitpun.

Wita dan Dina pun bingung dengan sikap sahabat mereka yang sangat berubah drastis setelah berpacaran.

“ih kenapa sih dia, gak jelas banget,” ketus Dina.

“heh, istighfar, gak boleh gitu, ayo sama sama didoakan biar cepet dapat hidayah dan cepet sadar,” ucap Wita menasihati. Mereka pun beranjak dari kegiatan amalan untuk lanjut setoran murojaah di lantai 4.

Bel pun berbunyi menandakan waktu setoran telah selesai. Wita dan Dina kembali kekamar untuk persiapan berangkat ke sekolah. Tapi ada yang mengganjal bagi mereka, setelah perbincangan tadi mereka berdua tak berjumpa dengan Nadhira sama sekali.

Jam menunjukkan pukul 07:00

Wita dan Dina berlari menuju ke kelas, sesampai nya di kelas mereka pun duduk di kurasi yang kebetulan bersampingan. Mereka pun sarapan dan berbincang sambil sesekali terdengar suara tawa dari mereka berdua. Tiba tiba Nadhira datang membawa tas Nayamart yang terisi penuh dengan jajan dan kosmetik.

“nih dari Aqil buat kalian, baikkan pacara aku…” ucap Nadhira sambil menyodorkan tas itu ke Wita dan Dina. Wita dan Dina yang masih terpaku terus memandangi Nadhira tanpa kedip.

“Waduh waduh, iya deh yang udah punya pacar, dibandani terus rek,” celetuk Wita.

“ya ya dong, apalagi Aqil anak tunggal kaya raya huhu…” ucap Nadhira dengan bangga.

“inget cinta tak selamanya indah bolo, iya sekarang ditreat like queen jangan-jangan besok diselingkuhin,” ucap Dina sinis.

“halah, kalian mesti gitu, nggak dukung aku banget, mbok yo kalau temennya seneng gitu lo kalau temennya bahagia,” ucap Nadhira.

“iya udah lah aku mau jalan dulu sama aqil,” ucap Nadhira. Tak lama nadhira pun hilang dari pandangan wita dan Dina. Mereka yang masih keheranan dengan sikap sahabat mereka yang sudah tidak bisa kasih tau. Malma pun tiba dilanjut dengan setoran hafalan di gedung aliyah.

“heeh kalian sumpah tak kasih tauuuu…” teriak Nadhira sambil histeris.

“aku habis dibeliin cincin sama Aqil, sumpah so sweet gak sih Aqil, aa baper banget,” ucapnya sambil memamerkan cincin yang diberikan oleh Aqil.

“udah lah terserahmu Ra, pokoknya nanti kalau putus, jangan nangis ke kita jangan curhat kekita,” ucao Wita.

“lah iyo, pokoknya nangis sendiri, selesaikan sendiri, kita gak ikut ikut,” tambah Dina.

“husss, nggak putus, kita insyaAllah mau sampek sehidup se surga,” ucap Nadhira dengan kepercayaan yang sangat tinggi Saat sedang asik berbincang ustadz Hafiz pun rawuh kemudian perbincangan 3 gadis ini pun tehenti. Setelah selesai setoran mereka kembali kepondok dan melakukan kesibukan masing masing.

Pagi pun tiba seperti biasa bel amalan pun telah berbunyi kemudian seluruh santri hufadz keluar kamar untuk mengikuti alaman yasin didepan kamar seperti biasanya. Seperti biasa Dina dan Wita yang sudah tak heran melihat si Nadhira mengantuk mengikuti amalan.

Setelah amalan selesai mereka semua pun beranjak ke mushola untuk mengikuti pengajian kitab at tadzhib yang di isi oleh kh anwar mashur. Dan seperti biasa Nadhira, wita dan dina duduk bersama disebelah tangga lantai 3. Selama pengajian berlangsung Nadhira pun tertidur pulas tanpa memaknai kitab sebaris pun. Hingga pengajian selesai dan di tutup dengan kalimat, “wallahua’lam bishowab…” pun Nadhira tidak bangun. Dan dina pun membangunkan Nadhira

“bangun heh, doa,” ucap Dina membangunkan Nadhira. Nadhira pun terbangun dan langsung menengadahkan tangan. Setelah doa selesai KH. Anwar Mansur pun berkata,

“semoga yang belum krasan, cepet krasan, semoga yang sudah waktunya mendapatkan jodoh, segera menikah, dan semoga yang pacaran putus…”

Para santri pun dengan serentak  mengucapkan, “aamiin….”

Wita dan dina pun saling pandang dan melemparkan senyum pada nadhira yang tidak senang karene mendengar doa dari ayah tersebut.

“hati-hati lo kamu, yang aaminin lo se pondok,” ucap Dina.

“santai, aku yakin aku langgeng sama Aqil,” ucapnya dengan nada sombong. Wita dan Dina sudah bingung dengan Nadhira yang tak sadar sadar dari butanya cinta.

Bagi Wita dan Dina hari-hari berjalan seperti biasa, mereka sering main berdua tanpa Nadhira karna Nadhira lebih banyak meluangkan waktu untuk main hp dan bertemu dengan pacaranya. Tiba tiba wita dan dina melihat Nadhira yang berjalan menuju gazebo dengan menangis

“heh kenapa? Kok nangis, bukannya habis ketemu Aqil?” tanya Wita khawatir.

“jangan-jangan diputusin ya kok nangis,” tanya Dina. Kemudian Nadhira berjalan lebih cepat dan terduduk di gazebo menangis sejadi jadinya.

“kan udah di bilangin, pacaran itu gak bakal langgeng, apalagi doanya ayah itu mustajab banget,” ucap Dina.

“kan ayah udah bilang pacaran itu cuman gombal isinya, gak mungkin bakal langgeng wong main main tok hubungan e,” tambah Wita. Nadhira pun semakin sesegukan

“aku sedih pol, aku habis di selingkuhin Aqil,” ucapnya sambil mengusap air mata.

“udah jangan sedih, masih banyak laki-laki selain Aqil, ayok kembali ke setelan awal, ojok pacaran ben dapet yang terbaik,” ucap Wita.

“lah iya, inget dawuh ayah, perempuan yang baik untuk laki-laki yang baik begitupun sebaliknya,” ucap Dina.

“wes ayo tak teraktir bakso ne pak toyo biar gak sedih lagi,” lanjut Dina. Kemudian mereka bertiga pun beranjak meninggalkan gazebo untuk membeli bakso pak Toyo.

Dalam diam Nadhira kemudian sadar bahwa ternyata pacaran bukan lah jalan terakhir untuk mengenal dan mencintai seseorang. Karena ternyta pacaran hanyalah menjaga jodoh orang yang bersama kita. Kini Nadhira pun sadar ternyata Allah sayang dengan dirinya dengan bukti membuat Nadhira sakit hati untuk kembali ke Allah dan memperbaiki diri. Dan Nadhira pun percaya pada omongan ayah anwar tentang perempuan yang baik untuk laki laki yang baik. Dan Nadhira pun bertekad untuk tidak pacaran lagi dan lebih menjaga diri.

*Mahasiswa Unhasy.