sebuah ilustrasi: kolaborasi

Oleh: KH. Djunaidi Hidayat

اِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُه

اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى سيّدنا مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن

يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ

Ma’asyira al-Muslimin Rahimakumullah

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Melalui khutbah ini mari kita memantapkan kualitas ketakwaan kita, serta terus memperbaiki dan menyempurnakan ibadah kita kepada Allah SWT. Kita laksanakan segala hal yang diperintahkan oleh Allah dengan penuh kepatuhan di mana pun, kapan pun, dan dalam situasi apa pun. Baik perintah-Nya berupa (الوَاجِبَاتُ) , yakni hal-hal yang memang harus kita lakukan. Maupun perintah yang bersifat ((المَنْدُوْبَاتُ, yakni yang perkara-perkara dianjurkan untuk mengerjakannya.

Serta kita tinggalkan segala hal yang dilarang oleh Allah (المَنْهْيَاتَ). Baik larangan yang memang harus ditinggalkan, maupun hal-hal yang sebaiknya ditinggalkan, yakni al-makruhat (dimakruhkan). Hal tersebut menjadi modal bagi kita untuk mendapatkan kehidupan yang hakiki di dunia dan akhirat.

Ma’asyira al-Muslimin Rahimakumullah

Segala hal yang disyariatkan oleh Allah itu pasti ada wasail/perantara di dalamnya. Ada kaidah fikih mengenai hal itu, yakni li al-wasa’il hukm al-maqashid (setiap hukum diliputi oleh perantara-perantara) dan ma layatimmu al-wajib illa bihi fahuwa wajib (sesuatu yang tanpanya menyebabkan tidak tercapainya kewajiban adalah wajib dilakukan). Artinya sebagai seorang muslim harus terbiasa untuk berpikir secara holistik/komprehensif dalam memahami agama Islam. Bahwa setiap perintah yang diajarkan dalam syariat itu ada sekian wasail, sarana, sistem, dan perangkat yang menyertainya.

Ketika Allah memerintah mencari ilmu, maka mencari ilmu itu membutuhkan wasa’il, berupa kelembagaan, manageman, dan sarana prasana. Intinya dibutuhkan segala hal yang terkait agar sebuah perintah dapat dilakukan dengan sebaik-baiknya.

Ketika kita diperintahkan oleh Allah untuk shalat. Shalat ini adalah perintah yang bersifat nash/qath’i al-dilalah. Sehingga kesimpulan hukum yang diambil dari situ merupakan nash bukan fikih. Perintah shalat itu hanya bisa dilakukan saat kita bisa memenuhi terhadap segala hal yang terkait dengan perangkat dan sarana prasana. Di sana ada syarat wudhu. Wudhu memerlukan al-nadlafah (kebersihan), yakni perlunya kemampuan untuk mengelola agar air menjadi bersih. Sebab air di situ bukan sekedar thahir muthahhir (suci menyucikan), tapi juga tidak ada unsur yang mengganggu kesehatan kita.

Di sana ada teknologi, bahwa dalam satu perintah saja terdapat perintah-perintah yang begitu banyak. Yang membutuhkan kemampuan, potensi, untuk mewujudkan sebuah perintah itu. Maka umat Islam tidak boleh berpikir hanya sepotong-potong. Karena kehidupan ini punya ketersambungan dan keterkaitan dengan hal lain. Kehidupan ini bagaikan mata rantai yang tidak terputus.

Sehingga umat Islam tidak boleh memahami hanya dalam satu titik keilmuan saja. Tetapi paling tidak dia tahu fardu ‘ain terkait pemahaman hal-hal yang bersifat menyeluruh dalam kehidupan ini. Kemudian fardu kifayah yang merupakan profesi itu pilihan, monggo. Anda menjadi seroang kiai itu tidak mungkin tanpa memahami manajemen. Karena saat santri berkumpul dalam sebuah pesantren, maka dibtuhkan segala hal yang berkaitan dengannnya diatur dengan baik. Sehingga kemampuan dan keahlian bagaimana institusi itu berjalan dengan baik sangat dibutuhkan.

Begitu pula perintah yang lain, haji misalnya. Haji membutuhkan sekian wasail; mulai dari transportasi, keamanan, kemampuan untuk mengatur supaya berjalanan dengan baik, konsumsi. Sehingga hal itu melibatkan banyak orang yang mampu melakukan wasail-wasail dengan baik.

Itulah yang dikatakan bahwa hidup ini bersifat ittishaliyah/talazumiyah. Hidup ini adalah ketersambungan yang tidak terputus dengan lain. Maka orang sekuat apa pun, tidak mungkin tanpa ada hubungan, kerja sama, kolaborasi, serta tim. Oleh karena itu, li al-wasa’il hukm al-maqashid (setiap hukum diliputi oleh perantara-perantara). Semua menajemen, sistem, sarana prasana punya porsi yang sama dengan apa yang diperintahkan.

Ma latimmu al-wajib illa bihi fawuha wajib. Ketika anda diperintahkan masuk kelas, di sana ada perintah; membawa buku, bolpoi, mendengarkan dengan baik. Dalam kehidupan bernegara juga demikian. Kita tidak bisa terlepas dengan berbagai macam persoalan kehidupan. Semua pasti akan punya keterkaitan.

Semoga allah senantiasa memberikan rahmat dan taufiknya sehingga kita terus berada dalam petunjuknya.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ

وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ

وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَاسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Pentrasnkip: Yuniar Indra