Ilustrasi: tribunnews,com

Oleh: Ustadz Muhammad Idris*

Assalamu’alaikum Wr Wb.

Saya mau tanya, kalau sampai tidak memperpanjang uang (sewa) kuburan, yang kemudian sampai jenazah lama ditindih dengan (jenazah) yang lainnya oleh pihak TPU setempat. Bagaimana hukum tersebut?

Purwanto, Duren Sawit, Jakarta Timur

Wa’alaikumsalam Wr Wb.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Terima kasih kepada penanya, bapak Purwanto. Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua. Amiin yaa robbal ‘alamiin. Adapun uraian jawabannya sebagai berikut:

Setiap diri yang bernyawa akan merasakan kematian. Dan jasad kematian tersebut pasti akan dikebumikan di pemakaman. Pemakaman menjadi suatu kebutuhan yang sangat penting bagi mayat karena salah satu kewajiban bagi orang Islam dalam mengurusi mayat adalah mengebumikannya di pemakaman. Oleh karena itu, melihat akan adanya kebutuhan pemakaman maka menjadi suatu kewajiban bagi suatu pihak agar menyediakan dan memelihara ketertiban tempat pemakaman.

Dari sisi inilah muncul gagasan baru mengenai perlunya biaya pemakaman, yaitu mewajibkan semacam ‘uang sewa makam’ yang dikenakan kepada keluarga mayat atau ahli waris. Fenomena ini terjadi di kota-kota besar semisal Jakarta. Di kota tersebut semakin menipis ketersediaan pengadaan lahan pemakaman, yang nantinya akan berdampak pada penumpukan/tumpang tindih jenazah saat terdapat jenazah baru dan salah satu dari beberapa orang yang menyewa/ahli waris tidak dapat membayar biaya sewa.

Menyikapi hal tersebut, dalam literatur kitab fikih, menggali makam guna mengebumikan mayat yang lain tidak diperbolehkan, kecuali mayat yang pertama tersebut masanya sudah rusak dan menjadi usang. Apabila sudah menjadi usang maka boleh untuk menggalinya sebagaimana kesepakatan para ulama’.

وَإِذَا  دُفِنَ مَيِّتٌ لَمْ يَجُزْ حَفْرُ قَبْرِهِ لِدَفْنِ آخَرٍ إِلاَّ أَنْ  يَمْضَى عَلَى اْلمَيِّتِ زَمَانٌ يَبْلَى فِى مِثْلِهِ وَيَصِيْرُ  رَمِيْمًا فَيَجُوْزُ حَفْرُهُ لِإتِّفَاقٍ . وَعَنْ عُمَرِ اِبْنِ عَبْدِ  اْلعَزِيْزِ أَنَّهُ قَالَ إِذَا مَضَى عَلَى الْمَيِّتِ حَوْلٌ  فَازْرَعُوْا الْمَوْضِعَ

“Apabila terdapat mayit yang dikuburkan maka tidak diperbolehkan menggali kuburannya guna mengkuburkan mayit yang lain, kecuali apabila telah berlalu masa atas mayit tersebut, yang diperkirakan mayit itu telah rusak atau menjadi hancur. Dengan demikian, maka boleh menggalinya karena kesepakatan ulama. Dan diriwayatkan dari Umar bin Abdil ‘Aziz bahwasanya dia berkata:  Apabila telah berlalu atas mayit masa satu tahun, maka olahlah tempat-tempat pemakaman. (Kitab Rahmat al Ummah Hamisy Mizan al Kubra juz 1 halaman 89).

Hukum tidak diperbolehkan menggali kuburan sebelum mayatnya rusak merujuk pada keharaman menyewa tanah untuk dijadikan kuburan yang berdasarkan kepada pendapat ulama’ sebagaimana keterangan dalam kitab Fathul Muin Juz 1 halaman 377

قال في العباب: لا يجوز إجارة الأرض لدفن الميت لحرمة نبشه قبل بلائه وجهالة وقت البلى

“Berkata di kitab ‘Ubab, tidak boleh menyewa tanah untuk memendam mayat karena haramnya dalam menggali kuburan sebelum mayitnya rusak dan waktu rusaknya mayat tidak dapat diketahui secara pasti.’

Jika akad sewa tersebut sudah terjadi dan mayat terlanjur dikubur, maka akad tersebut tidak sah dengan konsekuensi harus membayar ujrah musamma (biaya sewa yang disepakati dalam akad) wajib dikembalikan kepada penyewa dan penyewa wajib memberikan ujrah mitsli (biaya sewa pada umumnya) sampai kira-kira jasad tersebut rusak. Lebih dari itu ujrah mitsil bisa lebih besar dan juga bisa lebih kecil dibanding ujrah musamma sesuai kesepakatan. Kemudian, jika pada umumnya sewa tanah dengan luas tersebut senilai sekian pertahun maka penyewa tiap tahun wajib membayar senilai tersebut.

Selain itu, guna mengetahui mayatnya rusak maka perlu melalui seorang ahli khibrah (pendapat para pakar tentang tanah). Keterangan ini terdapat dalam redaksi kitab Fath al Wahab juz 2 halaman 211 yang artinya, “Haram membongkar kuburan sebelum mayat hancur sesuai dengan pendapat para pakar tentang tanah setelah penguburan, untuk dipindahkan atau lainnya, seperti mengkafani atau menyalati. Sebab dalam hal itu terdapat perusakan terhadap kehormatan mayat kecuali dalam keadaan darurat seperti dikuburkan tanpa disucikan dengan dimandikan atau tayamum, sedangkan mayat itu harus disucikan.

Maka, hukumnya boleh apabila mayat tersebut diyakini sudah rusak. Maka boleh ditindihi dengan mayat yang baru. Sekian jawaban singkat dari kami. semoga dengan jawaban ini dapat menambah keilmuan dan bermanfaat baik bagi diri sendiri maupun orang lain. Wallahu ‘alam bisshowab.


*Mahasantri Mahad Aly Hasyim Asy’ari semester II dan anggota Tim Tanya Jawab Tebuireng Online