Oleh : Umdatul Fadhila*

Manusia itu tempat salah dan lupa. Manusia penuh dengan ketidakberdayaan di hadapan Allah Swt., manusia tidak bisa apa-apa, pantaskah kita sombong? Manusia memang memiliki akal dan pikiran, ia bisa saja merencanakan apapun sesuai isi hatinya. Tetapi, tetap Allah yang mewujudkan, akan seperti apa nasib seseorang.

Manusia juga makhluk sosial, yang tidak bisa hidup sendiri dalam satu kawasan. Tentulah mereka saling bahu-membahu. Contoh kecilnya ialah keluarga. Keluarga terdiri dari kumpulan anak manusia yang lahir dari satu keturunan, mereka memiliki aliran darah yang sama. Dalam ikatan batin mereka cenderung terhubung. Seperti ayah, ibu, adek dan kakak. Mereka satu kesatuan yang melekat atas nama cinta. Belum lagi dari pihak kakaknya ayah, kakaknya ibu, dan yang lainnya. Mereka semua satu kesatuan dalam ikatan persaudaraan sedarah.

Ketika takdir memanggil sang kepala keluarga. Tangis pecah dalam keheningan yang nyata. Sang ibu menangis sesenggukan, meratapi sang suami yang terbaring kaku seraya tersenyum dengan mata tertutup, berbalutkan kain putih bernama kafan. Sang anak pun diam membisu dalam tangis yang berkali-kali diusap, dalam hening rangkulannya tertunjuk pada sang ibunda. Wanita yang melahirkannya.

Kemudian para kakak dan adek dari sang ayah, berbelasungkawa, mereka yang jarang bertemu, mereka yang dari beda kota, duduk bersama dalam tangis yang mengguyur rumah itu. Lambat laun, mereka saling akrab kembali, saling mengurai cerita-cerita masa lalu, dimana lelucon itu ibarat pengobat lara dalam duka. Sembari menghadiri acara tahlil hingga tujuh hari, semua keluarga berkumpul. Tak peduli sejauh apapun jarak yang memisahkan kesatuan keluarga itu.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Antar satu saudara yang lain dengan yang satunya, satu persatu akrab kembali. Yang tadinya tidak saling mengenal karena jauhnya jarak, menyambung kembali. Semua terasa indah meski luka itu masih membekas. Ibaratnya gugur satu tumbuh seribu. Ketika yang satu hilang maka yang lainnya berdatangan. Mungkin hikmah dari hal tersebut ialah menyatukan kembali tali silaturahim yang renggang dimakan kesibukan. Mudah-mudahan doa terus mengalir, tali persaudaraan terus bergulir menyambung dari satu yang lain ke satu yang lainnya.

*Penulis adalah mahasiswa Unhasy, Santri Pesantren Walisongo Cukir Jombang.