Pustaka Tebuireng

Goresan Pena Santri

Judul               : Lingkar Sajadah

Penulis             : Faiz Faiqoh, Riska Bela A. R, Mumtaz Nabila Ulfah

Penerbit           : Pustaka Tebuireng

Halaman          : 131 Halaman

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Tahun Terbit    : 2017

Peresensi         : M. Iqbal Ahsanul Umam*

Buku ini merupakan buku kedua yang telah ditulis oleh siswi SMA A. Wahid Hasyim Tebuireng. Buku yang berbentuk Antologi Novelet ini ditulis oleh 3 siswi SMA A. Wahid Hasyim yang saat ini masih menggeluti kesibukannya menjadi Santriwati di Pondok Putri Tebuireng Jombang. Buku ini menyajikan kisah kehidupan santri di era masa kini.

Dalam berbagai kisah para santri, pasti tak lepas dari kisah pertama kali mereka mondok dan usaha keras mereka untuk dapat beradaptasi di lingkungan barunya. Di buku ini penulis menuangkan suka duka pertama kali seorang santri menginjakkan kakinya di Pesantren.

Bermula pada bagian awal buku yang ditulis oleh Faiz Faiqoh. Di mana tokoh Faiq diantar oleh kedua orang tuanya untuk dimondokkan. Perbedaan adat dan kebiasaan yang dirasakan olehnya membuatnya sejenak ragu untuk kuat menimba ilmu di Pesantren Tebuireng. Sang tokoh yang dulunya tomboi harus berpakaian dan bersikap feminin layaknya seorang santriwati yang memang harus dididik untuk menjadi muslimah sejati.

Tapi teman-teman baru yang ia dapat seakan menguatkannya melewati hari-hari di sana. Walau rasa rindu akan orang tua, kebiasaan di rumah, bahkan mantan kekasih berkali-kali ingin menjebol niatnya. Dengan sabar Faiq tetap teguh mengokohkannya kembali.

Malam Selasa, di mana kegiatan pondok diliburkan, terlahirlah sebuah kegiatan unik bernama Lingkar Sajadah. Ketika Faiq dan para sahabatnya duduk melingkar di atas sajadahnya masing-masing dan berdiskusi. Banyak sekali yang mereka diskusikan di sini, mulai dari celetukan remeh hingga masalah serius. Membahas mimpi dan cita-cita. Dan pada akhirnya, kegiatan inilah yang menjadi kunci kesuksesan mereka kelak.

Di akhir kisah, digambarkan bahwa Faiq dan teman-temannya berhasil meraih apa yang dulu mereka cita-citakan, yang mereka utarakan di Lingkar Sajadah. Sebuah kisah perjalanan panjang From Zero to Hero.

Pada bagian kedua yang ditulis oleh Riska Bela juga menceritakan seorang santriwati baru bernama Zulfa melewati fase adaptasi di Pondok Pesantren. Alur cerita yang disajikan hampir mirip dengan bagian pertama yang berakhir dengan diraihnya gelar Wisudawati terbaik oleh Zulfa. Yang membedakan hanyalah latar dan tokoh di dalam cerita.

Setelah dua bagian awal buku ini yang menyuguhkan manis pahitnya kehidupan di Pesantren, pada bagian terakhir yang ditulis oleh Mumtaz Nabila Ulfah justru mengangkat tema lain. Berkisah tentang Alice dan Aylen, dua sahabat bertatap muka kembali setelah sekian tahun berpisah.

Berlatarkan Negeri Bunga Sakura. Pada awal musim semi yang indah. Kunjungan tak terduga Aylen mengagetkan Alice yang sedang asik merangkai Ikebana. Sahabatnya itu telah berpindah pindah negara karena urusan bisnis orang tuanya yang menyebabkan mereka hanya bisa bertemu singkat saat liburan musim panas tiba. Rasa rindu yang mulai menguap karena pertemuan itu membuat Arisu (Alice dalam ejaan Jepang) mengingat janji yang mereka buat dulu. Aylen berjanji  untuk pulang dan bertemu kembali. Kebahagiaan dirasakan Alice karena sahabatnya dapat menepati janjinya. Membuat musim semi kali ini jauh lebih indah saat mereka jalani berdua.

Kisah ala pesantren yang ditulis sendiri oleh Santri yang saat ini masih aktif membuatnya terlihat alami. Karena sang penulis sendirilah yang merasakan setiap kegiatan di novelet tersebut. Bahasanya sederhana dan mudah dipahami membuat buku ini dapat dijadikan bacaan ringan yang tak banyak menguras daya otak.

Gaya kepenulisan Faiz yang terkesan seperti buku Diary membuat kisahnya mengalir secara alami tanpa terlalu banyak dibumbui diksi. Banyak sekali nilai positif yang dapat kita ambil dari setiap babnya. Tapi dilain sisi, alur ceritanya menjadi cenderung flat. Hampir tidak ada konflik dalam cerita yang dapat membuat emosi pembaca hanyut. Akhir cerita yang klise membuatnya mudah ditebak.

Tak seperti Faiz, cara Riska menyampaikan alur kisahnya terbilang “asik”. Cocok sekali untuk muda-mudi saat ini. Alur kehidupan klasik di pesantren berpadu dengan selingan kisah asmara khas pesantren dikemas apik olehnya, menjadikan cerita di dalamnya patut untuk disimak.

Dan seperti yang telah dipaparkan di atas sebelumnya. Bahwa pada bagian akhir buku ini merupakan bagian terunik. Di sini terlihat bahwa penulis bermain-main dengan kekayaan bahasa yang membuat tulisannya terlihat lebih berwarna. Penggambaran latar negeri sakura yang cukup detail membuat pembaca mudah mendapatkan gambaran ceritanya. Mumtaz mampu membuat pembaca hanyut terbawa alur kisahnya. Walaupun tema yang diangkat berbeda dengan dua bagian diawal, tapi pesan positif yang terdapat di dalamnya masih mengandung keterkaitan. Rasa semangat meraih impian, keteguhan menjalani kehidupan, dan hangatnya persahabatan tak lepas dari keseluruhan cerita yang ada.


*Peresensi adalah siswa SMA A. Wahid Hasyim Tebuireng Jombang