Oleh: Fathur Rohman*
Bahasa Arab merupakan bahasa yang dipilih sebagai bahasa Al-Quran. Ia dianggap memiliki banyak keistimewaan bila dibandingkan dengan bahasa yang lainnya, sehingga banyak pakar bahasa Arab tak henti-hentinya meneliti keistimewaan bahasa Arab, baik dari segi lafadhnya maupun maknanya.
Dalam bahasa Arab dikenal istilah fi’il madhi dan fi’il mudhori’. Fi’il madhi biasa diartikan sebagai kata kerja yang menunjukkan makna lampau, sedangkan fi’il mudhori’ biasa didefinisikan sebagai kata kerja yang menunjukkan makna sekarang atau yang akan datang. Fi’il madhi atau fi’il mudhori’ sama-sama menerima kemasukan dhomir yang menunjukkan pelaku pekerjaannya sebagai contoh dalam fi’il madhi lafadh كَتَبْتُ yang artinya “saya telah menulis”, sedangkan dalam fi’il mudhori’ berupa lafadh أَكْتُبُ yang artinya “saya sedang atau akan menulis.”
Ketika kita perhatikan letak dhomir fa’il yang terdapat pada fi’il madhi yaitu lafadh كتبْتُ, maka letaknya berada di belakang kata كَتَب yang ditandai dengan huruf ta’ dhomah (تُ) sedangkan bila kita perhatikan letak dhomir fa’il pada lafadh fi’il mudhori’nya yaitu kata أَكْتُبُ, maka kita temukan letaknya berada di depan kata كتب yang ditandai oleh huruf hamzah (أ).
Bila lebih jauh kita perhatikan semua fi’il madhi, maka kita tidak temukan fi’il madhi yang disambung langsung dengan dhomir fa’il yang diletakkan di depan kata fi’il madhi tersebut. Demikian juga, kita selalu menemukan fi’il mudhori’ yang disambung dengan huruf mudhoro’ah yang menunjukkan atau menyimpan dhomir fa’il itu selalu berada di depannya. Huruf-huruf yang berada di depan itu juga disebut sebgai huruf mudhoro’ah, sehingga semua fi’il mudhori’ selalu diawali huruf-huruf tersebut yang juga bermakna/menyimpan dhomir fa’il atau pelaku pekerjaan.
Ketika kita analisa lebih jauh bahwa fi’il madhi itu menunjukkan makna lampau, maka lafadh pekerjaan tersebut diletakkan lebih dahulu baru diiringi fa’ilnya/dhomir yang menyambungnya. Itulah faidah penempatan kata kerja lebih didulukan dari pada dhomir fa’ilnya, karena menyimpan makna lampau atau dengan kata lain bahwa fa’il itu telah melaksanakan pekerjaan, jadi penekanannya pada makna “telah” atau “lampau”.
Sedangkan dalam fi’il mudhori’ penekanan maknanya kepada fa’ilnya atau dengan kata lain bahwa fa’il atau pelaku (subyek) itu akan melakukan perkejaan, sehingga urutannya adalah huruf mudhoro’ah (dhomir fa’il) + fi’il atau huruf mudhoro’ah dulu kemudian fi’il, tidak seperti fiil madhi yang urutannya adalah fi’il + dhomir fa’il. Inilah faidah fi’il mudhori’ yang menunjukkan makna sedang atau akan melakukan pekerjaan bagi si fa’il (subyek), sehingga dengan begitu penempatan urutan pada kata kerja pada fi’il madhi dan fi’il mudhori’ bukanlah sesuatu yang tidak memiliki fungsi apa apa, tetapi semua itu menunjukkan makna tersirat tersendiri yang bisa melahirkan banyak makna, karena setiap lafadh dalam bahasa Arab, baik berupa huruf, isim, atau fi’il tidak ada yang lepas dari keterikatan makna yang menyertainya.
Itulah makna urutan penempatan fa’il dalam fi’il madhi dan fi’il mudhori’ yang berupa fa’il isim dhomir, baik yang muttasil ataupun yang mustatir, bukan yang munfasil ataupun yang isim dhohir.
Allahu a’lam bissowab
*Dosen PBA Universitas Hasyim Asy’ari Tebuireng Jombang.