Kebiasaan para santri saat usai mengaji kitab, di Pesantren Tebuireng. (Foto: Kopiireng)

Oleh: KH. Fahmi Amrullah Hadzik

اَلْحَمْدُ لِلهِ . نَحْمَدُهُ وَ نَسْتَعِيْنُهُ وَ نَسْتَغْفِرُهُ . وَ نَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا . مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَ اَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لَا نَبِيَّ بَعْدَهُ

اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا أَمَّابَعْدُهُ.  فَيَا عِبَادَ اللهِ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَي اللهِ . اِتَّقُوْ اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ

Jamaah Jumah Rahimakumullah

Marilah kita senantiasa meningkatkan keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah. Haqqa tuqatihi, dengan sebenar-benar takwa; menjalankan perintah dan meninggalkan larangan. Janganlah kita sekali-kali meninggalkan dunia ini kecuali dalam keadaan beragama Islam dan khusnul khotimah.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Kaum Muslimin Rahimakumullah

Thalhah bin Abdurrahman bin Auf, adalah orang kaya dan paling dermawan pada masanya. Hampir setiap hari para sahabat datang bersilaturrahmi ke rumah Thalhah. Thalhah pun menjamu mereka, memberikan bantuan sekedarnya. Tetapi ketika Thalhah hartanya habis, tak seorang pun sahabat yang datang. Bahkan seolah-olah, mengenal pun tidak.

Melihat kenyataan ini, suatu hari istrinya berkata kepada Thalhah. “Aku tidak melihat kaum yang lebih buruk daripada sahabat-sahabatmu.” Mendengar ucapan sang istri, Thalhah pun terkejut. Dia berkata, “mengapa engkau berkata demikian?”. Istrinya memberikan alasan, “betapa tidak, ketika engkau masih kaya, setiap hari temanmu datang bersilaturrahmi ke tempat ini. Dan ketika engkau miskin, tak seorang pun sahabatmu datang kesini. Bahkan mengenalmu pun, seolah-olah tidak”.

Mendengar alasan sang istri, Thalhah pun paham. Dan dia menjawab, “wahai istriku, aku punya pendapat lain. Justru mereka adalah sahabat-sahabatku yang baik. Mereka datang bersilaturrahmi ke rumah kita ketika kita mampu menjamu dan membantu mereka. Dan ketika kita miskin, mereka tidak datang ke rumah kita karena mereka paham, kita belum bisa menjamu mereka dan mereka tidak ingin membebani mereka.

Kaum Muslimin Rahimakumullah

Sungguh suatu karakter yang luar biasa. Kisah ini ditulis dalam kitab adabu ad-Dunya wa ad-Din dan dikomentari oleh Imam Mawardi, “lihatlah, betapa kemuliaan seorang Thalhah yang mentakwilkan, menganggap sikap kurang baik para sahabatnya sebagai suatu kebaikan”. Sikap yang mungkin bagi orang lain dianggap sebagai suatu penghianatan, tapi bagi Thalhah dianggap sebagai suatu kesetiaan. Dan ini adalah karakter orang-orang mulia, karakter orang-orang baik. Karena orang baik itu tidak melihat sesuatu kecuali yang dilihat itu adalah kebaikan.

اَلْخَيْرُ لَايَرَى شَيْئًا إِلَّاخَيْرًا

“Orang yang baik itu tidak melihat terhadap sesuatu kecuali yang dilihat adalah sisi-sisi baiknya, atau sisi-sisi yang positif.”

Kaum Muslimin Rahimakumullah

Maka iniliah pentingnya kita berpikir positif, berprasangka yang baik, atau husnu dzon. Baginda nabi bersabda:

أَفْضَلُ الْأَعْمَالِ حُسْنُ ظَنِّ بِاللهِ وَحُسْنُ ظَنِّ بِعِبَادِ اللهِ

“Seutama-utama amal adalah berprasangka baik kepada Allah dan berprasangka baik kepada hamba-hamba Allah.”

Yang pertama, husnu dzon billah. Berprasangka baik kepada Allah. Di dalam hadis qudsi, Allah berfirman:

أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِيْ بِيْ

“Aku (Allah) sesuai dengan prasangka hamba-Ku terhadap Aku.”

Artinya, ketika seorang hamba itu berprasangka baik kepada Allah maka Allah pun membenarkan dan merealisasikan kebaikan-kebaikan yang ada di dalam prasangka seorang hamba. Tetapi sebaliknya, ketika seorang hamba itu suudzon, berprasangka buruk kepada Allah maka Allah pun membenarkan dan merealisasikan keburukan-keburukan yang ada dalam prasangka hamba tersebut.

Maka, sudah selayaknya seorang hamba itu selalu husnu dzon. Selalu berprasangka baik, agar kebaikan-kebaikan yang ada dalam prasangka hamba itu diwujudkan dan direalisasikan oleh Allah Swt. karena kita tidak tahu, terkadang apa yang kita benci justru itu adalah kebaikan. Sebaliknya, apa yang kita cintai justru adalah suatu keburukan.

كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَّكُمْ ۖ وَعَسَىٰ أَن تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ ۖ وَعَسَىٰ أَن تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَّكُمْ ۗ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنتُمْ لَا تَعْلَمُونَ

“Diwajibkan atas kamu berperang. Padahal perang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi, kamu membenci sesuatu, padahal sesuatu itu baik bagi kamu. Dan boleh jadi pula, kamu mencintai sesuatu, padahal sesuatu itu buruk bagi kamu. Dan Allah Mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui.”

Artinya, ketika kita tidak mengetahui kehendak Allah, maka sudah sepantasnya kita selalu berprasangka baik husnu dzon kepada Allah Swt.

Yang kedua, husnu dzon bi ‘ibadillah. Berprasangka baik terhadap hamba-hamba Allah. Seperti yang dilakukan oleh Thalhah tadi. Mungkin dalam kehidupan kita ini sering, diperlakukan dengan perlakuan yang tidak menyenangkan. Yang membuat kita benci, jengkel, dan sakit hati. Hingga akhirnya, prasangka kita terhadap orang lain pun sesuai dengan perbuatannya. Kalau orang berbuat baik, maka kita husnu dzon. Sebaliknya, ketika orang berbuat tidak baik, lalu kita pun suudzon berprasangka yang tidak baik pula.

Tetapi kita harus hati-hati, karena kita diperintahkan untuk menjauhi prasangka.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِّنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ

“Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah olehmu kebanyakan prasangka. Sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa.”

Apalagi ketika berprasangka tidak baik? Terkadang kita tidak mengetahui sesuatu, tetapi prasangka yang tidak baik sudah kita keluarkan. Orang yang senantiasa berpikir positif atau husnu dzon, maka setiap langkahnya akan diiringi kebaikan-kebaikan pula. Hidupnya akan menjadi tenang.

Sebaliknya, orang yang dipenuhi oleh suudzon atau negatif thinking, maka hidupnya akan dipenuhi ketidaktenangan pula. Ia selalu memikirkan keburukan-keburukan sahabatnya, keburukan sahabatnya, dan keburukan tetangganya.

Tetapi ketika kita itu mempunyai pikiran yang positif, menyerahkan semua urusan kepada Allah. Maka ketenangan pun akan kita dapatkan. Oleh karena itu, menjelang bulan suci Ramadan, kita bersihkan hati dan pikiran kita dari pikiran-pikiran yang tidak baik dan kita isi dengan positive thinking atau husnu dzon sehingga kita bisa menyambut bulan Ramadan dengan hati yang tenang, penuh syukur, dan bersih dari pikiran-pikiran yang tidak baik.

Semoga bermanfaat, khususnya bagi diri saya dan umumnya bagi para jamaah.

إِنَّ أَحْسَنَ الْكَلَامِ  كَلَامُ اللهِ الْمَلِكُ الْمَنَّانُ وَبِالْقَوْلِ يَهْتَدُ الْمُرْتَضُوْنَ . مَنْ عَمِلَ صَالِحًا فَلِنَفْسِهِ وَمَنْ أَسآءَ فَعَلَيْهَا وَمَارَبُّكَ بِظَلَّامٍ لِلْعَبِيْدِ . بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي اْلقُرْآنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ مِنَ اْلأٓيَةِ    وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ وَاسْتَغْفِرُوْا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ