Ilustrasi : www.google.com

Oleh: Muhammad Idris*

Islam adalah agama yang kaffah (sempurna). Yang di dalamnya tidak hanya mengatur ritual ibadah saja. namun, banyak hal yang disinggung dalam sumber hukum yakni Al Quran dan hadis. Ada yang dijelaskan secara terperinci dan ada yang diungkap secara umum baik dari masalah ekonomi, sosial, pernikahan, dan muamalah, hingga adab buang air juga diatur dalam Islam. Sebagaimana keterangan dalam hadis, bahwa Rasulullah memberikan teladan kepada umatnya agar ketika melakukan aktivitas buang air hendaknya dilakukan dengan jongkok.

Dalam hal ini al Baihaqi menjelaskan dalam riwayatnya, yang artinya “dari Suraqah bin Malik, ia berkata, “Rasulullah mengajarkan kita kepada kita tatkala berada dalam kamar mandi/toilet untuk melakukan jongkok dengan menekan kaki seraya menegakkan betis kaki kanan.” Dalam redaksi hadis yang lain, diterangkan bahwa Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam kencing seperti kencingnya perempuan.

عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ ابْنِ حَسَنَةَ قَالَ انْطَلَقْتُ أَنَا وَعَمْرُو بْنُ الْعَاصِ إِلَى النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- فَخَرَجَ وَمَعَهُ دَرَقَةٌ ثُمَّ اسْتَتَرَ بِهَا ثُمَّ بَالَ فَقُلْنَا انْظُرُوا إِلَيْهِ يَبُولُ كَمَا تَبُولُ الْمَرْأَةُ

“Dari Abdurrahman bin Hasanah berkata, Saya dan Amr bin al Ash hendak menemui Nabi shallahu ‘alaihi wassalam. kemudian, Nabi keluar dengan membawa perisai dari kulit. Nabi menggunakan perisai itu sebagai penutup. Kemudian, beliau kencing. Kami berkata, lihatlah Nabi kencing seperti kencingnya perempuan.” (HR. Abu Dawud)

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Oleh karena itu, posisi kencing yang telah diajarkan Nabi tersebut yakni posisi jongkok memiliki beberapa hikmah yang luar biasa di antaranya adalah: pertama, kencing dengan jongkok dapat mencegah percikan air kencing mengenai mata kaki, pakaian, atau bagian-bagian dalam kamar mandi. Sedangkan kencing dalam keadaan berdiri akan menyebabkan air mengalir dari tempat yang tinggi, yang kemudian meluncur dengan derasnya ke bawah sehingga percikan tersebut tersebar ke mana-mana. Apalagi jika berada di tempat yang memiliki permukaan yang keras. Berbeda dengan kencing dalam posisi jongkok, turunnya air dalam posisi tubuh rendah, sehingga percikannya tidak sampai menyebar. Kedua, memaksimalkan penekanan otot-otot perut terhadap usus dan kandung kemih. Sehingga akan memudahkan keluarnya tinja dan angin sampai tuntas. Seseorang tersebut akan terhindar dari perut kambung. Buang air dengan jongkok bisa menjadi solusi dari penyakit susah buang air besar. Ketiga, aurat lebih tertutup dan sesuai dengan adab serta kesopanan. Dan dalam penuntasan sisa kencing cukup dilakukan dengan gerakan sederhana dan tidak membutuhkan waktu yang lama. Setelah tetes kencing terakhir, penuntasan sisa kencing cukup dengan melakukan penekanan ringan terhadap penis sebanyak tiga kali, kemudian disiram dengan air. [1]

Melakukan kencing dengan jongkok hukumnya sunah dan dihukumi makruh jika meninggalkannya. Ini berlaku ketika tidak terdapat udzur. Jika ada udzur, maka diperbolehkan melakukan kencing berdiri karena Nabi pernah suatu ketika melakukan kencing berdiri (keadaan tertentu) serta tidak dilakukan  berkali-kali.

حَدَّثَنَا آدَمُ، قَالَ: حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنِ الأَعْمَشِ، عَنْ أَبِي وَائِلٍ، عَنْ حُذَيْفَةَ، قَالَ «أَتَى النَّبِيُّ [ص:55] صلّى الله عليه وسلم سُبَاطَةَ قَوْمٍ فَبَالَ قَائِمًا، ثُمَّ دَعَا بِمَاءٍ فَجِئْتُهُ بِمَاءٍ فَتَوَضَّأَ».

Telah menceritakan kepada kami, shahabat Adam, beliau berkata: telah menceritakan kepada kami, shahabat Syu’bah dari Al-A’masyi dari Abi Wail dari Khudzaifah Radiyallahu ‘Anhu, beliau berkata: “Nabi Muhammad shallallahu Alaihi Wasallam pernah melewati tempat sampah suatu kaum, kemudian beliau kencing dengan berdiri, lalu beliau meminta air, maka aku yang membawakan air untuk digunakan berwudhu.” (HR. Bukhori no. 224)

Namun hadis di atas masih terlalu umum dan tentunya membutuhkan penjelasan yang lebih terperinci melalui syarahnya, sehingga nantinya hadis ini dapat digunakan sebagai hujjah (pegangan hukum). Dalam kitab Syarah Nawawi Ala Al-Muslim juz 3, halaman 165 dijelaskan, bahwa ulama menyikapi hadis tersebut telah menjelaskan beberapa sebab dalam permasalahan Nabi kencing dengan posisi berdiri, Imam Al-Khuttobi dan al-Baihaqi dan lainnya menyebutkan, pertama: kedua imam tersebut mengatakan (ini merupakan salah satu riwayat dari imam syafi’i) bahwasanya (kebiasaan) orang arab menjadikan kencing berdiri sebagai obat untuk menyembuhkan penyakit tulang di bagian pinggulnya. Kedua: dan sebabnya hadis tersebut itu sebagaimana telah diriwayatkan dalam riwayat yang dhoif (lemah)oleh Imam al-Baihaqi dan yang lainnya, bahwa Nabi kencing dengan posisi berdiri karena sedang terkena penyakit lutut bagian dalam. Ketiga: Nabi pada waktu itu tidak menemukan tempat untuk duduk, maka beliau terpaksa kencing dalam keadaan berdiri disebabkan banyak najis di tempat sampah tersebut. Keempat: Nabi kencing dalam posisi berdiri karena itu merupakan posisi yang aman untuk keluarnya hadats pada umumnya, berbeda dengan keadaan duduk, oleh karena itu sahabat Umar mengatakan bahwa kencing dengan posisi berdiri dapat menjaga dubur (dari terkena najis). Kelima: beliau melakukan hal tersebut (kencing dengan berdiri) karena menjelaskan bahwa hal tersebut diperbolehkan dalam satu keadaan ketika terdapat udzur.

Dari penjelasan di atas, jumhur al-fuqoha’ (mayoritas ulama fiqih) memandang bahwa seseorang kencing dalam keadaan berdiri dengan tanpa adanya udzur hukumnya makruh, hal ini berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh sayyidah A’isyah, ia berkata:“ barangsiapa yang mengatakan bahwa Rasulullah pernah kencing dalam keadaan berdiri maka jangan kamu benarkan perkataannya.”[2] Lain halnya, jika terdapat udzur maka tidak dimakruhkan menurut kesepakatan ulama’, bahkan ini bukan khilaf al-aula hukumnya, menurut madzhab syafi’iyah.

Dengan demikan, sebisa mungkin kita melakukan kencing dengan posisi duduk/jongkok sebagaimana yang dicontohkan oleh Nabi kecuali dengan keadaan yang sulit atau udzur semisal hanya ada tempat yang didesign untuk kencing berdiri seperti yang sering kita jumpai di toilet mall, bandara, dan stasiun.  Wallahu ‘alam bisshowab.

*Mahasantri Ma’had Aly Hasyim Asy’ari Tebuireng Jombang.


[1] Dalam buku Wa fi ash-Shalat Shihhah wa Wiqayah karya Dr. Faris Alwan.

[2] Hadis Aisyah ini yang mengatakan Nabi tidak pernah buang air kecuali dengan duduk tidak bisa membatalkan riwayat hadis Hudaifah yang menjelaskan bahwa Nabi pernah kencing berdiri. Bisa saja karena Aisyah mengatakan hal demikian,  karena ia memang tidak pernah melihatnya. Hal ini mengingat Aisyah tidak selamanya berada di samping Nabi, yakni ketika Nabi di rumah isteri yang lain, ketika Nabi sedang berperang  dan ketika di mana Aisyah tidak ada. Dan ini terbukti ada riwayat yang shahih mengatakan Nabi pernah kencing sambil berdiri. (Hadis Hudaifah di atas). Namun berdasarkan hadis Aisyah patut dipahami bahwa Nabi sering dan malah menjadi sebuah kebiasaan kencing sambil duduk dan tidak berdiri. Karena itu, dipahami bahwa kencing sambil berdiri hanya makruh tanzih, bukan haram.